Berjumpa di Perpustakaan, Romantis, Lalu …

gcttys
Sisi lain perpustakaan adalah suasana romantis bagi mereka kutu buku yang ingin berteman dengan kutu buku juga. Sesama orang rajin akan bersua di sini menepis haus akan bacaan, (Ilustrasi: Detik.com)

Oleh Suryatno Suharma

SEJAK lama perpustakaan dikenal dan dikenang sebagai tempat yang tenang, nyaman, dan bersih. Sejak lama orang senang di tempat ini untuk belajar penuh konsentrasi. Membaca adalah tujuan utamanya.

Bagian lain perpustakaan adalah tempat diskusi. Banyak ide muncul di sini karena hampir semua pengunjung datang berniatkan mulia, iqro.

Sisi lain perpustakaan adalah suasana romantis bagi mereka kutu buku yang ingin berteman dengan kutu buku juga. Sesama orang rajin akan bersua di sini menepis haus akan bacaan. Baik penelitian, kajian, atau mempelajari literasi lainnya pengunjung asyik “menyepi”.

Suatu ketika perpustakaan dikenal sebagai tempat yang dingin, sepi, dan hening. Ada rasa dosa kalau bicara keras ataupun tertawa terbahak.
Itu dulu.

Lalu, pernah suatu kurun waktu perpustakaan sepi pengunjung. Bahkan tak sedikit kala itu ada atau mungkin banyak sekolah yang tak mempunyai ruang baca. Banyak sekolah yang mengutamakan membeludaknya siswa tinimbang mengurus dan memperbanyak buku. Bisa jadi ada ruang baca yang disulap menjadi ruang kelas.

Itu dulu. Kini, mulai berubah. Perpustakaan diidolakan dan dibesarkan hingga pelosok desa. Bahkan setiap kantor desa memiliki perpustakaan. Lalu bermacam kegiatan ada di sana. Kreativitas pengelola mulai variatif agar pustaka kembali hidup seperti sedia kala. Padahal kini banyak penerbit yang terhenti karena teknologi. Hampir semua orang kurang konsen pada buku karena dalih internet, google, serta alasan lain. Padahal, maaf, kaidah bahasa di HP sepertinya tanpa aturan kebahasaan.

Namun begitu, tetap kita beritikad belajar yang baik. Belajar membaca di era modern merupakan tantangan tersendiri. Tak usah ragu untuk maju. Walau buku masih terasa kurang gebyarnya.

Kita berharap ada solusi dan banyak kreasi agar di perpustakaan tetap iqro. Bukan hanya pindah tempat untuk membuka HP saja.

Memang kita belajar.***

Suryatno Suharma, alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Sunda IKIP Bandung (UPI). Kini mengelola Perpustakaan Yayasan Insan Basajan, Cihideung, Parongpong, Bandung Barat.