Pandangan Gres Desy Ratnasari Soal PAUD

TINY 20230506 101755 1
Desy Ratnasari, (Foto: Kemendikbudristek).

ZONALITERASI.ID — Artis yang juga anggota Komisi X DPR, Desy Ratnasari, memiliki pandangan gres terhadap program Implementasi Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan yang digagas Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kemendikbudristek.

Diketahui, Direktorat PAUD gencar menyosialisasikan program yang diluncurkan pada Maret 2023 ini. Program ini merupakan gerakan bersama yang mendasari transisi peserta didik PAUD ke SD/MI/sederajat dengan cara yang menyenangkan.

Menurut Desy, dalam Implementasi Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan perlu ada komitmen bersama antara guru, orangtua, sekolah, dan dinas pendidikan.

“Semua komponen harus saling introspeksi diri bahwa transformasi pendidikan yang dilakukan pemerintah melalui gerakan ini memiliki tujuan mulia yaitu membuat anak lebih menyenangkan ketika berada di satuan pendidikan untuk belajar,” kata Desy, saat workshop “Mari Kita Kembalikan Hak Pendidikan Bagi Anak Melalui Penguatan Gerakan Transisi PAUD ke SD Yang Menyenangkan”, di Sukabumi, baru-baru ini.

Desy memaparkan, konsep pertama dalam implementasi gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan adalah introsopeksi diri.

Sekarang ini, lanjutnya, guru di jenjang PAUD kerap menyalahkan orangtua karena tidak membantu mengajarkan calistung (baca, tulis, dan berhitung) kepada anaknya di rumah. Di sisi lain, orangtua menyalahkan guru karena tidak terampil mengajar di sekolah. Lalu, guru di SD menyalahkan guru PAUD.

“Satu hal yang ingin saya tekankan adalah perlunya kita introspeksi diri. Ini menjadi penting untuk membangun komunikasi yang baik antara guru PAUD, guru SD dan orangtua murid,” ucapnya.

“Jangan terjadi lagi, Guru SD menyalahkan Guru PAUD karena siswanya belum bisa membaca ketika akan masuk ke jenjang SD. Sebaliknya guru PAUD menyalahkan guru SD karena tidak tahu bahwa sudah ada aturan PP dan Permendikbud bahwa siswa PAUD tidak wajib menguasai calistung. Kondisi saling menyalahkan antar guru PAUD dan Guru SD dan juga orangtua seperti ini tidak boleh terjadi lagi di masa depan.”

“Jadi harus satu kata, satu hati, satu tujuan yang menyenangkan buat anak dalam melaksanakan implementasi gerakan transisi PAUD ke SD ini. Bukan guru PAUD, guru SD dan orangtua yang menjadi senang. Tetapi anak-anak Indonesia menjadi anak yang menyenangkan ketika bersekolah,” tambah Desy.

Desy menambahkan, bukan berarti anak PAUD tidak mendapat calistung, namun konsep serta metode belajar calistung harus dilakukan secara menyenangkan. Pembelajaran calistung tetap boleh diajarkan di TK atau PAUD asalkan dengan metode yang tepat sambil bermain.

“Bermain bagi anak usia dini juga menjadi bagian dari mereka belajar.Metode yang digunakan bisa beragam. Misalnya sambil bernyanyi, menggunakan alat peraga atau metode bermain,” ujarnya.

Sementara Plt. Direktur PAUD, Komalasari, menuturkan, sat ini miskonsepsi tentang calistung pada pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar kelas awal masih sangat kuat di masyarakat. Sejumlah kesalahan seperti kemampuan yang dibangun pada anak di PAUD sangat berfokus pada calistung tidak boleh terjadi lagi. Pengertian bahwa kemampuan calistung dianggap sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar dan dibangun secara instan tidak boleh lagi dilakukan. Dan tes calistung yang masih diterapkan sebagai syarat masuk SD/MI tidak boleh ada dalam tahun ajaran 2023/2024 ini.

“Kita perlu mengakhiri miskonsepsi tentang pembelajaran mulai dari sekarang. Transisi PAUD Ke pendidikan dasar perlu berjalan dengan mulus Proses belajar-mengajar di PAUD dan pendidikan dasar kelas awal harus selaras dan berkesinambungan. Fondasi harus dibangun secara holistik dan setiap anak memiliki hak untuk dibina agar mendapatkan kemampuan fondasi yang holistik, bukan hanya kognitif melainkan juga kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya,” terangnya.

“Kemampuan literasi dan numerasi dibangun bertahap. Kemampuan dasar literasi dan numerasi dibangun mulai dari PAUD, namun secara bertahap dan dengan cara yang menyenangkan. Siap sekolah adalah proses, bukan hasil. Siap sekolah bukanlah upaya pelabelan antara anak yang sudah siap atau belum siap, melainkan sebuah proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua yang bijak,” imbuh Komalasari. (des)***

 

Respon (171)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *