9,8 Persen Anak Indonesia Alami Gangguan Kesehatan Jiwa Ringan

unnamed
Anak-anak Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan (eror) sebesar 9,8 persen, (Ilustrasi: Istimewa).

ZONALITERASI.ID – Sebanyak 9,8 persen anak-anak Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan (eror). Fakta itu diperoleh berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) tahun 2018.

“Pendataan Rikesda dilakukan lima tahun sekali. Data Rikesda pada tahun 2013 menunjukkan, anak-anak Indonesia yang mengalami eror hanya sebesar 6,1 persen. Itu menunjukkan, anak-anak Indonesia yang mengalami eror pada tahun 2018 meningkat dibandingkan lima tahun sebelumnya,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, SPOG, dilansir dari Antara News, Senin, 22 Agustus 2022.

“Anak-anak yang mengalami eror itu diajak maju sulit, belajar sulit, dan pekerjaannya hanya mengeloni atau bermain HP saja, dan lama kelamaan dia akan hidup di alam dan pikirannya sendiri,” sambung Hasto.

Menurutnya, kondisi gangguan jiwa ringan terjadi karena mereka stres dan sering hidup di alamnya sendiri. Dengan adanya HP ternyata anak-anak sulit untuk diatur apalagi diajak untuk maju.

“Dengan alat komunikasi yang hebat saat ini telah mengakibatkan anak susah diatur. Itu banyak terjadi di lingkungan kita, orangnya sehat semua namun demikian mereka telah mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan,” terangnya.

Ia menuturkan, orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan dan hati-hati ketika anak mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan itu agar tidak menjadi meningkat atau makin parah. Karenanya Tim Pendamping Keluarga berperan mendampingi keluarga tersebut.

Upaya pendampingan ini, kata Hasto, sangat diperlukan apalagi sekarang gangguan jiwa berat terhadap anak justru meningkat menjadi 7/1000 anak, dan keprihatian orang tua makin dalam ketika anak kecanduan narkoba mencapai 5,1 persen. Rutan penuh dengan tahanan anak yang tercatat 60 persen kasusnya akibat kecanduan obat terlarang itu.

“Kita titip generasi muda kepada orang tuanya untuk mendapatkan pengasuhan, perawatan, dan pengawasan yang baik agar jangan sampai mengalami gangguan mental berat sehingga anak harus punya pendidikan yang baik sekaligus dalam upaya meningkatkan kualitas SDM pada tahun 2035,” pungkas Hasto. (des)**