BUDAYA  

MENATAP WAJAH LANGIT

gambar sedih dan kecewa
(Ilustrasi: Gambar.pro)

Oleh Rudianto

Tiba-tiba matahari menghubungiku lewat pesan singkat
“Tolonglah aku!”
“Aku membutuhkan bantuanmu.”
“Singkirkanlah awan mendung dan mega-mega itu! Wajahku terhalang olehnya.”
Demikian pesan singkat yang agak panjang disampaikan matahari kepadaku

Sejujurnya aku juga rindu untuk bertemu matahari
Lama sekali tidak bertemu matahari
Setelah harus WFH, aku sendiri jarang ke luar rumah
Aku tidak tahu apakah matahari masih bersinar atau tidak
Aku hanya bisa melihat sinar lampu, sinar HP, sinar Laptop, dan sesekali kulihat ada sinar televisi.

Seiring datangnya pesan itu
Kusibak jendela, gulita
Kubuka pintu, hanya ada remang di sana
Kemana matahari?
Seharusnya saat seperti ini dia ada di sini.

Kucoba menatap langit
Ada titik buram diselimuti awan pekat
Tapi aku tahu, kau memiliki sinar yang terang
Awan hitam dan mega pekat telah menutupi pesonamu

Aku coba menatap langit
Kusibak awan dengan peluh
kugeser mega dengan cinta
Kau pun tersenyum

Kini matahari sumringah

Kutatap lagi langit
Saat matahari menatap bumi begitu dalam

Aku berpaling
Aku menunduk
Aku menangis

***

Rudianto adalah penulis Buku Kumpulan Puisi Menunggu Matahari yang bekerja sebagai Pengawas SMP Disdik Kabupaten Cirebon.