Reformasi Proses Pembelajaran

thumbnail 20191130093354jpg20210409211345
Dadang A. Sapardan, Kepala Bidang Pembinaan SD, Disdik Kabupaten Bandung Barat, (Foto: Dok. Pribadi).

Oleh Dadang A. Sapardan

MENCERMATI fenomena yang berkembang, pendidikan Indonesia tengah mengalami tantangan masa depan yang harus disikapi dengan berbagai kebijakan oleh para stakeholder-nya. Untuk dapat manghadapi tantangan ini, diperlukan penerapan kebijakan strategis, termasuk penerapan kebijakan pendidikan. Langkah ke arah tersebut tidak dapat mengesampingkan pemeranan guru yang menjadi tumpuan utama pada setiap satuan pendidikan. Pemeranan harus dilakukan agar mereka menjadi sosok yang benar-benar diharapkan mampu melaksanakan proses pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan zaman dengan kurikulum yang berlaku sebagai target antaranya.

Tantangan yang harus dihadapi terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak daripada usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat itu angkanya mencapai 70%. karena itu, fenomena masa depan tersebut merupakan tantangan besar yang harus dihadapi dan diantisipasi dengan tepat. Strategi kebijakan yang harus dilakukan adalah mengupayakan agar limpahan sumber daya manusia usia produktif tersebut dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia dengan kepemilikan kompetensi dan keterampilan. Untuk mencapai hal tersebut penerapan kebijakan pendidikan dengan guru di dalamnya sangat besar perannya.

Tantangan lainnya, antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Selain itu, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan tidak dapat dianggap angin lalu olah bangsa ini.

Guru menjadi salah satu faktor penentu keberlangsungan pendidikan dengan tugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam konteks ini, guru menjadi faktor pengungkit pemajuan pendidikan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan.

Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan core yang mewarnai proses pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam keberlangsungan proses pembelajaran, guru terposisikan sebagai sosok sentralnya. Mereka harus mampu menyelenggarakan poses pembelajaran yang bermakna bagi setiap siswanya. Mereka harus mampu menyusun perencanaan dan melaksanakan proses pembelajaran dengan arah kebermaknaan bagi siswa.

Pembelajaran Berpusat pada Siswa

Hasil penelitian dalam What Teacher Knowledge Matters in Effectively Developing Critical Thinkers in the 21st Century Curriculum? mengungkapkan bahwa sebagai agen utama perubahan dalam reformasi pendidikan, guru dipandang sebagai pusat untuk melakukan perubahan. Guru diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan guru dalam pembelajaran berpikir kritis harus dikembangkan secara eksplisit dan sistematis.

Upaya ke arah itu tentu tidak dapat menyandarkan diri terhadap dorongan internal dari guru sendiri tetapi harus pula mendapat dorongan eksternal melalui penerapan kebijakan dari para stakeholder pendidikan.

Hasil penelitian tersebut secara tersurat menempatkan guru sebagai tumpuan utama keberhasilan pendidikan. Guru dengan kompetensi yang baik dimungkinkan akan dapat mengantarkan setiap siswanya pada tujuan kurikuler yang telah digariskan. Karena itu, penguatan kompetensi guru mutlak diperlukan dan harus menjadi kebijakan strategis dari para stakeholder pendidikan. Kebijakan pendidikan harus mengarah pada upaya penguatan guru agar benar-benar menjadi sosok berkompetensi yang dapat melaksanakan pembelajaran kreatif dan inovatif.

Saat ini, penyelenggaraan pendidikan harus mengarah pada capaian keterampilan abad ke-21. Dalam konsep pendidikan Indonesia, Kemendikbudristek telah merilis visi pendidikan Indonesia. Visi ini secara eksplisit mengungkapkan bahwa proses pendidikan mengarah pada mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebhinekaan global. Visi tersebut harus dicapai oleh setiap satuan pendidikan sehingga melahirkan peserta didik sebagai outcomes berprofil Pancasila.

Penetapan visi pendidikan Indonesia merupakan salah satu upaya untuk membumikan Pancasila di kalangan siswa yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Sebagai kearifan bangsa yang menjadi pondasi berkehidupan, Pancasila dikolaborasi bersama tampilan tuntutan keterampilan abad ke-21. Kolaborasi tersebut mengarah pada tampilan profil pelajar Pancasila yang menjadi core visi pendidikan Indonesia.

Untuk mencapai visi tersebut, perubahan paling krusial yang harus dilakukan adalah melakukan reformasi terhadap keterlaksanaan proses pembelajaran yang diselenggarakan guru. Pencapaian profil pelajar Pancasila dalam kemasan visi pendidikan Indonesia oleh siswa dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan reformasi proses pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada siswa merupakan jawaban untuk mencapai visi tersebut. Pola pembelajaran berpusat pada siswa dimungkinkan mengarah pada tampilan siswa yang sesuai dengan tujuan yang dipancangkan dalam visi pendidikan Indonesia. Pola pembelajaran tersebut dapat mangarahkan pada suasana kegiatan belajar mengajar bermakna, sehingga pengetahuan yang didapat siswa dapat digunakan dalam menyikapi kehidupan keseharian masa kini dan masa depannya.

Merujuk pada konsep pembelajaran kekinian yang menjadi tugas dan fungsi utamanya, guru harus berperan sebagai tutor, resource linkers, fasilitator, gate keepers, dan catalyst. Penerapan konsep tersebut dimungkinkan dapat menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan proses pembelajaran agar bermakna bagi siswa. Dalam kapasitas sebagai tutor, guru memiliki tugas sebagai pemberi bimbingan belajar terhadap seluruh siswa pada mata pelajaran yang diampunya. Sebagai seorang resource linkers, guru memosisikan diri menjadi penghubung atas sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Berkenaan dengan fasilitator, guru berada pada posisi penyedia kebutuhan pembelajaran yang dilakukan setiap siswanya. Dalam posisi gate keepers, guru menempatkan diri sebagai penyeleksi materi yang dianggap penting dan esensial untuk dipahami siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakannnya. Sedangkan sebagai catalyst, seorang guru merupakan sosok yang menjadi agen perubahan sehingga pembelajaran yang dilakukannya akan bermanfaat bagi kehidupan masa depan siswa.

Dengan tampilan guru yang mampu melakukan perubahan melalui reformasi proses pembelajaran, capaian tujuan pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam visi pendidikan Indonesia akan dapat tercapai. Upaya memosisikan guru agar mampu melakukan hal itu tidaklah semudah membalikkan tangan. Dorongan perubahan harus datang dari sisi internal dan eksternal. Guru harus memiliki keinginan kuat guna melakukan reformasi pola pembelajaran. Demikian pula dengan para stakeholder pendidikan, mereka harus dapat men-suport dengan menerapkan kebijakan strategis.

Simpulan

Guru mengemban tugas utama merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam konteks ini, guru menjadi tumpuan utama yang dapat mengungkit pemajuan pendidikan.

Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan core pendidikan yang mewarnai pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam keberlangsungan proses pembelajaran, guru terposisikan sebagai sosok sentralnya. Mereka harus mampu meyusun perencanaan dan melaksanakan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswanya.

Guru harus mampu melakukan perubahan melalui reformasi proses pembelajaran dengan arah pada proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Upaya tersebut tidaklah semudah membalikkan tangan. Dorongan perubahan harus datang dari sisi internal dan eksternal. Guru harus berkeinginan melakukan reformasi pola pembelajaran. Demikian pula dengan para stakeholder pendidikan, mereka harus dapat men-suport dengan menerapkan kebijakan strategis. ***

Dadang A. Sapardan,  Kepala Bidang Pembinaan SD, Disdik Kabupaten Bandung Barat.