Kiprah 5 Tokoh Pendidikan dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

ki hajar dewantara
Ki Hadjar Dewantara, dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Dia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa yang menjadi pelopor pendidikan bagi kaum pribumi pada masa penjajahan, (Foto: Istimewa).

ZONALITERASI.ID – Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tentunya melibatkan seluruh elemen rakyat, salah satunya perjuangan dalam bidang pendidikan. Tidak hanya perjuangan fisik, pendidikan memiliki peran penting pada pergerakan nasional.

Ya, pendidikan di Indonesia tidak lepas dari para tokoh yang ikut andil dalam perjuangan kemerdekaan. Salah satunya adalah Ki Hajar Dewantara yang juga disebut sebagai bapak pendidikan nasional.

Selain Ki Hajar, ada juga beberapa tokoh lain yang dikenal sebagai tokoh pendidikan Indonesia.

Berikut ini kiprah 5 tokoh pendidikan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

1. Ki Hajar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara, dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Ajaran tokoh yang lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 ini, dipakai oleh Kemendikbudristek sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarso sung tuladha (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan membangkitkan semangat, di depan memberi contoh).

Ki Hadjar adalah pendiri Perguruan Taman Siswa yang menjadi pelopor pendidikan bagi kaum pribumi pada masa penjajahan.

Melalui Taman Siswa, rakyat biasa yang bukan bangsawan bisa ikut memperoleh pendidikan yang sama tanpa saling membeda-bedakan.

Setelah kemerdekaan Ki Hajar Dewantoro juga diangkat sebagai Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama pada tahun 1956.

2. K.H. Hasyim Asy’ari

K.H. Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 di Pesantren Gedang, Tambakrejo, Jombang. Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan KH. Asy’ari pemimpin Pesantren Keras, Jombang dan Nyai Halimah .

Hasyim Asy’ari juga merupakan pahlawan Islam yang menempuh jalur pendidikan. Pada 1899, usai menimba ilmu di Makkah, dia mendirikan pesantren Tebu Ireng. Pada abad ke-20, pesantren tersebut merupakan pesantren terbesar dan terpenting di Pulau Jawa.

Hasyim Asy’ari tidak hanya dikenal sebagai ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu, tetapi juga sebagai pejuang yang gigih membela agama dan bangsa. Dia aktif menghadapi penjajahan kolonial Belanda dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat Islam.

Salah satu perjuangan Hasyim Asy’ari adalah mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. Organisasi ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, mempererat persatuan umat Islam, dan menggalang perlawanan terhadap penjajah. NU kemudian berkembang menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan jutaan anggota dan ratusan ribu pengurus di seluruh pelosok negeri.

3. K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 dan memberikan jasa-jasanya terhadap pendidikan Islam di Indonesia.

Pada 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. Sebelum itu pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Di sekolah ini tidak saja diberikan pelajaran mengaji Al-Qur’an, tetapi juga ilmu hitung, ilmu bumi, ilmu hayat dan sebagainya.

Madrasah ini bisa dikatakan sekolah modern, yaitu menggabungkan pendidikan tradisional dan pendidikan umum.
Organisasi Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan merupakan organisasi yang bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Tujuan organisasi ini adalah menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumiputra dan memajukan hal agama Islam kepada anggota anggotanya.

Untuk mencapai maksud ini, Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh, mendirikan badan wakaf dan masjid, serta menerbitkan buku-buku, brosur, surat kabar dan majalah dan masih banyak lagi aktivitas-aktivitas yang dilakukan organisasi Muhammadiyah dalam membangun masyarakat Islam yang berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadis.

Melalui Muhammadiyah inilah Ahmad Dahlan bisa menyebarkan ilmu pendidikan Islam yang sudah dipelajarinya kepada masyarakat Indonesia.

4. R.A Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, pada 21 April 1879.

Karena berjasa pada kemajuan pendidikan bagi perempuan, untuk mengenang jasa-jasanya, tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini.

R.A. Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan perempuan dengan mendirikan sekolah khusus perempuan di Jepara dan Rembang.

Idenya ini berasal dari pemikiran kalau seorang perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi.

Namun, dengan dukungan suaminya R.A Kartini akhirnya bisa mendirikan sekolah bersama saudara perempuannya, yaitu Rukmini dan Kardinah.

5. Dewi Sartika

Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember 1884. Dia adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan.

Pada 16 Januari 1904, Dewi mendirikan sekolah istri atau sekolah untuk perempuan di Bandung. Lalu, pada tahun 1910, sekolah istri berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri. Sekolah Istri tersebut terus mendapat perhatian positif dari masyarakat. Murid- murid bertambah banyak, bahkan ruangan Kepatihan Bandung yang dipinjam sebelumnya juga tidak cukup lagi menampung murid-murid.

Untuk mengatasinya, Sekolah Istri pun kemudian dipindahkan ke tempat yang lebih luas. Seiring perjalanan waktu, enam tahun sejak didirikan, pada tahun 1910, nama Sekolah Istri sedikit diperbarui menjadi Sekolah Keutamaan Istri. Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi mata pelajaran juga bertambah.

Dewi Sartika berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Maka untuk itu, pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga banyak diberikannya.

Itulah 5 tokoh pendidikan yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebenarnya, masih banyak tokoh nasional lainnya yang juga memperjuangkan kemerdekaan melalui bidang pendidikan, seperti Rohana Kuddus, R.A. Lasminingrat, hingga Mohammad Syafei. (des/berbagai sumber)***

Respon (2)

  1. cialis without a prescription 7, 8 Therefore, as noted by other investigators, 1 the effect of SGLT2 inhibitors on mortality appears to be heterogeneous, with no consistent evidence that one member of the drug class is superior to another with respect to the effects on survival

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *