DALAM satu kegiatan, berkesempatan bertemu dengan seorang purnawirawan. Pertemuan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya terasa kaku dan berbau basa-basi, layaknya orang yang baru bertemu. Hal itu dimungkinkan karena masing-masing masih menyelami kedalaman masing-masing lawan bicara, bahkan saling eksplorasi karakter masing-masing pihak.
Pembicaraan mulai mengalir bahkan terkesan akrab, berlangsung setelah mendapat titik temu. Bukan itu saja, pemahaman akan sikap lawan bicara sudah tersingkap. Purnawiran ternyata orang yang humble sehingga menjadi sosok yang enak untuk diajak ngobrol tentang berbagai hal, termasuk ngobrol tentang dinamika kemasyarakatan.
Pemahaman akan dinamika kemasyarakatan yang terjadi bisa dimungkinkan karena keluasan wawasan dan pengalaman selama berdinas di dunia kemiliteran. Bahkan jika ingat pada kata-kata seorang teman, seorang berpangkat tinggi pada ranah militer bila dipadankan dengan jabatan akademik, tidak akan jauh berbeda dengan guru besar. Mereka adalah sosok literat yang sarat dengan bahan bacaan yang dicernanya.
Titik temu mengarah pada persepsi tentang upaya mendorong wisata lokal di Cikalongwetan. Menurutnya, Cikalongwetan memiliki daya tarik tersendiri ketika destinasi wisata lokal dapat dikemas sedemikian rupa oleh para pemangku kepentingan, termasuk pemangku kepentingan di kewilayahan, dalam hal ini Pemerintah Desa dengan dukungan Kecamatan.
Beberapa tempat yang berpotensi jadi destinasi wisata, telah dieksplore bersama rekan-rekannya. Beberapa destinasi wisata yang pernah disinggahinya memungkinkan untuk dijadikan magnet bagi orang-orang kota. Mereka yang haus untuk bisa menikmati keindahan dan kesejukan alam, setelah suntuk dengan hiruk-pikuk dengan suasana kehidupan perkotaan.
Pandangan yang sangat menyentak dan tidak pernah terpikirkan selama ini adalah upaya untuk menyajikan wisata jalan kaki di rimbun dan hijaunya berbagai jenis pohon di kiri-kanan. Wisata demikian, saat ini sedang digandrungi oleh masyarakat menengah yang hidup di kota besar, baik Jakarta, maupun Bandung. Menurut pandangan yang disampaikannya, bahwa destinasi wisata yang selama ini menjadi tujuan wisata warga Jakarta sudah banyak yang tidak kondusif.
Salah satu destinasi wisata jalan kaki yang beberapa tahun ke belakang sangat nge-trend, sudah mulai sirna kenyamanannya karena begitu banyaknya wisatawan yang datang ke sana. Warga Jakarta yang sejatinya melakukan healing dengan menikmati suasana lain dari suasana kesehariannya, mulai mengalami kejemuan karena hiruk-pikuk pengunjung. Walhasil, kenyataan yang ditemukan di destinasi wisata dimaksud tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
Fenomena ini yang harus ditangkap oleh para pemangku kepentingan di Cikalongwetan. Bagaimana kita mampu mengemas destinasi wisata alami Cikalongwetan untuk dinikmati masyarakat kota besar yang suntuk dengan keriuhan kehidupan kota yang menjemukan.
Mengapa Cikalongwetan?
Cikalongwetan adalah salah satu wilayah yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta di arah barat daya. Alam Cikalongwetan yang masih dipenuhi dengan rimbunnya pepohonan alami, bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat perkotaan, terutama warga Jakarta dan Bandung.
Akses warga Jakarta untuk sampai ke wilayah ini tergolong mudah. Dari arah Jakarta untuk sampai ke Cikalongwetan hanya membutuhkan waktu lebih kurang 1,5 jam dengan menggunakan jalan tol Cipularang. Untuk sampai ke Cikalongwetan, warga Jakarta tidak harus keluar dari gerbang tol Padalarang, apalagi gerbang tol di Cimahi atau Bandung. Warga Jakarta dapat memanfaatkan gerbang keluar tol Darangdan, pada KM. 99 di Purwakarta. Gerbang tol itulah yang menjadi pintu masuk ke wilayah Cikalongwetan. Demikian pula dengan arah pulang, warga Jakarta tidak harus berkeliling ke Padalarang, Cimahi, atau Bandung. Mereka bisa memanfaatkan gerbang masuk tol Darangdan.
Kemudahan akses ke arah Cikalongwetan ini hanya dapat dinikmati oleh mereka yang dari dan menuju arah Jakarta. Itu pun baru sebatas kendaraan kecil yang bisa melewati gerbang tersebut. Sampai saat ini, warga yang dari arah Bandung tidak memiliki akses di gerbang tol Darangdan. Warga Bandung kalaupun bermaksud ke wilayah Cikalongwetan harus keluar dari gerbang tol Cikamuning.
Sangat sering kita tidak sadar akan kepemilikan potensi yang dimiliki sendiri. Potensi yang dimiliki menurut pandangan pemiliknya kadang menjadi hal biasa, sehingga tidak memiliki nilai manfaat. Lain halnya dengan pandangan orang luar.
Demikian pula dengan potensi wisata. Karena terbiasa dengan suasana yang dihadapi, suasana yang sebenarnya sangat potensial tersebut menjadi sebuah kenyataan yang dianggap biasa. Potensi yang dimiliki tersia-siakan begitu saja.
Pada beberapa desa, suasana alami kehidupan dengan diwarnai jejeran pepohonan dan hamparan pohon teh, masih bisa dinikmati oleh siapapun yang melewatinya. Suasana sejuk yang menyelimutinya menjadi sensasi tersendiri.
Bertahan dan tumbuhnya pepohonan dimungkinkan masih tetap terjaga karena keberadaan tanah milik PTPN I, perusahaan negara yang salah satunya mengelola perkebunan teh di Cikalongwetan. Keberadaan perusahaan ini menguatkan kondisi alam untuk tidak cepat berubah. Masyarakat sekitar tidak serta-merta merambah dan mengubahnya karena hamparan tanah dan pohon merupakan milik perusahaan.
Bentangan luas tanaman teh dan berbagai tanaman lainnya menjadi bagian yang mewarnai wilayah ini. Tentunya, di balik bentangan tanaman teh yang sangat luas, terdapat destinasi wisata yang menjadi simpulnya.
Katakan saja untuk Desa Ganjarsari, terdapat dua titik simpul yang bisa menjadi ujung wisata jalan kaki. Selepas menikmati kelokan jalan sempit dengan hamparan pohon teh yang menyejukkan mata dan menyegarkan nafas, para wisatawan dapat mengarah pada titik simpul Sindang Geulis Kahuripan atau Cisaladah. Kedua titik simpul ini menawarkan sajian eksotis yang tak akan pernah ditemukan di kota-kota besar. Kedua simpul itu diwarnai dengan luapan mata air yang dingin dan jernih pada kolam penampungan.
Wisata jalan kaki di tengah hamparan pohon teh inilah yang mungkin bisa dikembangkan dan ditawarkan kepada warga kota besar yang gandrung dengan suasana alami yang eksotis. Cikalongwetan dimungkinkan menjadi destinasi wisata jalan kaki karena kepemilikan daya tarik tersendiri bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Ketika mereka beranjak ke Puncak Bogor yang sering terjebak dengan kemacetan, sehingga melahirkan kekecewaan, Cikalongwetan dapat menjadi solusinya.
Selama beberapa tahun ke belakang, infrastruktur di Cikalongwetan, terutama yang mengarah pada dua destinasi wisata Sindang Geulis Kahuripan atau Cisaladah di Desa Ganjarsari menjadi permasalahan karena akses untuk sampai ke destinasi wisata tersebut masih jelek karena keterbatasan. Kekecewaan tidak jarang ditumpahkan oleh para wisatawan yang sengaja datang dengan menggunakan kendaraan, terutama kendaraan roda empat.
Dengan memosisikan sebagai destinasi wisata jalan kaki, potensi ini dapat dioptimalkan sehingga dapat dinikmati oleh para wisatawan. Wisata inilah yang dapat didorong untuk dikembangkan, di tengah keterbatasan akses infrastruktur.***
Dadang A. Sapardan, Camat Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat