DALAM sebuah media sosial ditayangkan salah seorang siswa yang melakukan tindakan pencurian barang milik temannya. Saat diinterogasi oleh pihak tertentu, siswa dimaksud bukannya memperlihatkan raut penyesalan dan mengungkapkan permintaan maaf atas perbuatan yang dilakukannya. Dia malah memberi argumentasi yang sangat tidak layak disampaikan. Argumentasi yang diungkapkannya meminta permakluman dari semua yang hadir bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan sebuah kesalahan dan kesalahan itu menjadi sebuah fakta yang harus diterima karena manusia tidak luput dari berbagai kesalahan. Sebuah jawaban yang memperlihatkan attitude negatif dari seseorang untuk membenarkan kesalahannya. Attitude yang tidak layak diperlihatkan oleh seorang pembelajar.
Satuan pendidikan merupakan ekosistem yang harus memberi arah pembelajaran dengan nuansa nyaman terhadap seluruh unsur ekosistemnya, terutama kepada setiap siswanya. Melalui satuan pendidikan siswa diajak untuk menjadi pembelajar tentang materi yang sekiranya dapat menjadi bekal mereka dalam kehidupan masa kini dan masa depannya.
Satuan pendidikan harus menjadi ekosistem efektif dan strategis sehingga dapat menyiapkan seluruh siswanya agar mampu survive dalam mengarungi kehidupan masa depan yang semakin rumit. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan masa depan yang harus dihadapi setiap siswa diwarnai dengan berbagai perubahan yang begitu cepat. Karena itu, mereka harus mampu mengimbangi berbagai perubahan yang dihadapinya.
Dengan demikian, satuan pendidikan harus dibangun dan dikembangkan menjadi sebuah ekosistem kehidupan yang memiliki visi futuristik, yaitu ekosistem yang paham terhadap berbagai perubahan kehidupan masa depan dengan fenomena kecepatan perubahan. Dengan kata lain, satuan pendidikan harus menjadi laboratorium mini dari kehidupan masa kini dan masa depan yang akan dihadapi setiap siswanya. Mereka harus disiapkan untuk dapat menyikapi berbagai perubahan yang terjadi.
Satuan pendidikan harus diciptakan dengan nuansa ekosistem pembelajaran yang nyaman dan aman, sehingga dapat menjadi stimulus bagi seluruh siswa guna melakukan pembelajaran secara opimal. Langkah pembelajaran dengan nuansa demikian harus dilakukan oleh seluruh pemangku satuan pendidikan.
Dalam konteks ini, kepala satuan pendidikan menjadi pemegang kunci keterlaksanaan kebijakan. Hal tersebut dimungkinkan karena kepala satuan pendidikan berperan sebagai decision maker dalam penetapan berbagai kebijakan satuan pendidikan yang dipimpinnya. Kebijakan yang diambil, tentunya harus mendapat dukungan optimal dari seluruh ekosistem satuan pendidikan, sehingga kebijakan untuk melakukan penciptaan nuansa ekosistem satuan pendidikan yang aman dan nyaman akan tercapai secara optimal.
Dalam wilayah kebijakan pendidikan yang secara mikro menjadi kebijakan setiap satuan pendidikan, core program dari seluruh satuan pendidikan adalah mengarah pada upaya mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter, gerakan literasi satuan pendidikan, dan penyiapan kompetensi pemecahan masalah rumit/kompleks. Ketiga core kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk menyiapkan kepemilikan kompetensi abad 21 dari seluruh siswa yang menjadi subyek pembelajaran.
Mengacu pada pendapat para ahli bahwa tantangan satuan pendidikan saat ini adalah menyiapkan out put dan out come yang siap menghadapi era kehidupan abad 21. Melalui formulasi ketiga kebijakan tersebutlah seluruh siswa yang saat ini sedang menggali ilmu pada berbagai satuan pendidikan, dimungkinkan untuk dapat mengimbangi persaingan kehidupan pada abad yang diwarnai dengan fenomena perubahan cepat.
Tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai tantangan saat ini mendera satuan pendidikan pada berbagai jenjang. Meningkatnya jumlah kasus perundungan, tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pernikahan usia dini dan kehamilan di bawah usia, siswa yang memiliki motivasi belajar rendah hingga putus sekolah, siswa dengan gangguan emosional seperti stres, kecemasan, depresi, bahkan kasus bunuh diri pada usia remaja. Fenomena demikian menunjukkan bahwa masih lemahnya treatment oleh satuan pendidikan terhadap perkembangan sosial dan emosional para siswa.
Berdasarkan fenomena berbagai tantangan tersebut, pembelajaran yang dapat menumbuhkan kompetensi sosial dan emosional siswa menjadi sangat urgent untuk diterapkan setiap satuan pendidikan. Metode Social and Emosional Learning (SEL) atau Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah proses belajar yang berkaitan dengan pemahaman diri, empati terhadap orang lain, serta kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif. Model pembelajaran ini menjadi alternatif yang memungkinkan diterapkan oleh setiap satuan pendidikan dalam upaya meminimalisasi lahirnya permasalahan di atas.
Metode PSE mengarah pada capaian aspek keterampilan sosial, regulasi emosi, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial yang menjadi bagian dari PSE, dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik. Ini penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan satuan pendidikan maupun di luar satuan pendidikan. Siswa yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik, cenderung lebih sukses dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam karier dan hubungan pribadi.
Menurut Collaborative for Academic, Sosial, and Emotional Learning (CASEL), terdapat lima kompetensi inti dalam penerapan pembelajaran sosial dan emosional, yaitu: kesadaran diri (self-awareness), manajemen diri (self-management), kesadaran sosial (social-awareness), kemampuan berinteraksi sosial (relationship skill), serta pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (responsible decision-making).
Untuk dapat menerapkan metode PSE perlu dibangun kebersamaan para guru guna mem-break down lima kompetensi tersebut menjadi bagian dalam tujuan pembelajaran. Selanjutnya, mem-break down setiap tujuan pembelajaran menjadi teknik pembelajaran. Langkah mem-break down tersebut harus dilakukan oleh guru secara kolektif di bawah arahan kepala satuan pendidikan yang secara teknis dilaksanakan oleh wakil kepala bidang kurikulum.
Cakupan penerapan metode PSE tidak semata dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas. Penerapannya dilakukan secara komprehensif di luar lingkungan kelas dan di luar lingkungan satuan pendidikan. Meminjam konsep penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pembelajarannya dilakukan berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. Dengan kata lain, penerapannya tidak bersifat sektoral, sehingga semua ruang kehidupan siswa tersentuh dengan penerapan metode PSE.
Metode PSE menjadi sebuah pola pembelajaran yang harus dikemas dalam formulasi tersendiri. Setiap satuan pendidikan harus menyusun formulasi yang tepat berdasarkan diskusi dan kajian mendalam para pemangku kepentingan, sehingga penerapannya benar-benar mengarah pada capaian kelima kompetensi yang dipancangkan. ***
Dadang A. Sapardan, Pemerhati Pendidikan