HIDUP di usia senja sering kali memunculkan refleksi mendalam tentang arti kehidupan. Merenungkan perjalanan hidup yang telah ditempuh dan apa yang tersisa untuk dilakukan. Pertanyaan besar yang kerap muncul adalah: apakah kehidupan ini hanya tentang menunggu kematian, atau masih ada ruang untuk menciptakan sesuatu yang bermakna. Jawaban atas pertanyaan ini bergantung pada bagaimana seseorang memandang hidup dan nilai-nilai yang dipegangnya.
Bagi sebagian orang, usia senja dianggap sebagai masa untuk mempersiapkan diri menghadapi akhir kehidupan. Mengisi hari-hari dengan kegiatan yang berorientasi pada amal sosial dan spiritual. Aktivitas ini menjadi cara untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Tuhan, dan memberikan manfaat kepada sesama. Dalam pandangan ini, usia senja adalah saat untuk memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta dan meninggalkan warisan kebaikan yang dapat dikenang. Kegiatan seperti mendalami ilmu agama, melakukan ibadah yang lebih intens, atau berkontribusi dalam kegiatan sosial sering kali menjadi prioritas.
Namun, ada juga yang memandang usia senja sebagai kesempatan untuk tetap aktif dan produktif. Bahwa hidup adalah anugerah yang harus diisi dengan aktivitas bermakna hingga akhir hayat. Dalam pendekatan ini, usia bukanlah penghalang untuk terus belajar, berkarya, dan berkontribusi. Banyak yang memilih untuk menyalurkan pengalaman dan pengetahuan yang telah mereka kumpulkan selama puluhan tahun kepada orang lain. Misalnya, dengan menjadi mentor, menulis buku, atau bahkan memulai aktivitas baru sesuai dengan minat.
Memilih salah satu dari kedua pendekatan ini bukanlah soal benar atau salah. Keduanya memiliki keindahan dan manfaat masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana seseorang menemukan kedamaian dan kepuasan batin dalam menjalani hidupnya. Hidup di usia senja bukanlah sekadar tentang menunggu kematian, melainkan tentang bagaimana mengisi waktu yang tersisa dengan hal-hal yang memberikan makna, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Dalam menghadapi usia senja, refleksi dan kesadaran menjadi kunci. Dengan mengenali apa yang paling berharga dalam hidup, kita dapat menentukan langkah yang sesuai dengan tujuan akhir. Hidup bukan hanya tentang durasi, tetapi tentang kualitas. Oleh karena itu, menjadikan setiap momen bermakna, baik melalui amal sosial, kegiatan spiritual, atau karya produktif, adalah cara terbaik untuk memaknai hidup di usia senja. Pada akhirnya, apa yang ditinggalkan bukan hanya kenangan, tetapi juga jejak kebaikan yang abadi. ***
Suheryana Bae, pemerhati sosial, tinggal di Ciamis, Jawa Barat.