ZONALITERASI.ID – Pengolah sampah organik kian beragam. Itu seiring makin banyaknya penelitian mengenai cara pengolahannya. Salah satunya adalah Biocompound.
Pengolahan Biocompound ini diprakarsai Peneliti Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UPI/Guru Besar Geografi Lingkungan FPIPS UPI, Prof. Dr. Wanjat Kastolani, M.Pd.. Berkat penemuan ini, selain mengolah sampah organik menjadi media tanam, juga mengurangi bau serta memperpanjang umur produktif tanah.
“Biocompound ini dapat mengurangi racun tanah dan pembenah tanah hayati,” ujar Prof. Wanjat , kepada Zonaliterasi.id, di LPPM UPI, Jalan Dr. Setiabudhi, Bandung, Kamis (17/6/2021).
Uji coba tanaman penggunaan Biocompound ini telah mendapat surat layak pakai di lapangan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung. Penerapan Kangpisman (kurangi, pisahkan, manfaatkan) yang dicanangkan oleh Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, mengharapkan adanya elaborasi dengan Biocompound. Sebab, tidak perlu alat yang banyak dan cocok diterapkan untuk skala rumah tangga.
“Ini membuka cakrawala baru bagi kita. Dulu kita cari solusi ke mana-mana. Ternyata sampah bisa selesai oleh dirinya sendiri. Mudah-mudahan ini bisa disempurnakan supaya bisa mempermudah proses pengolahan sampahnya. Intinya bagaimana bisa selesaikan sampah di sumber,” tuturnya.
Terkait penerapan Biocompound dalam kehidupan sehari-hari, ada dua tahapan yang dapat dipilih, konvesional dan terkini. Tahap konvensional merupakan penerapan tingkat besar seperti lahan pertanian dan perkebunan. Itu membutuhkan waktu sekitar 1-2 bulan penguraian serta timbul bau dan gas dari campuran kohe.
Tahapan konvensional juga memerlukan lahan yang terlindung dari matahari langsung dan hujan, serta perlu menjaga suhu ruangan agar tidak menimbulkan pantogen.
Adapun untuk tahap terkini, waktu composting sehari serta tidak menimbulkan bau dan menghemat tempat pengolahan. Selain itu, tidak ada bakteri pantogen yang dapat menghambat proses frementasi dan media bisa langsung digunakan.
“Perlu diubahnya mindset mengenai sampah juga berperan penting untuk perubahan yang lebih besar,” pungkas Prof. Wanjat. (des)***