Pola Pikir (Mindset) Berkoperasi

Oleh Dinn Wahyudin                                                                                                                        

WhatsApp Image 2025 05 01 at 17.40.41 1
Dinn Wahyudin. (Foto: Dok. Pribadi)

PEMIKIRAN Carol Dweck (2017) dalam bukunya Mindset: The New Psychology of Success, layak untuk dikaji dan dijadikan rujukan dalam bidang bisnis dan koperasi. Sesuai dengan judulnya Mindset (pola pikir), ada dua jenis pola pikir utama yang dikaji. Yaitu pertama pola pikir tetap (fixed mindset) dan kedua pola pikir bertumbuh (growth mindset).  Buku ini menjadi sangat popular dan best seller yang isinya sering dirujuk oleh berbagai kalangan dan profesi yang beragam.

Tipe pertama, pola pikir tetap (fixed mindset). Yaitu keyakinan seseorang yang percaya bahwa kemampuan, kecerdasan, dan bakat adalah bawaan lahir dan tak dapat/sulit diubah. Sikap dalam menghadapi tantangan juga agak berbeda, mereka umumnya bercirikan untuk menghindari tantangan karena kuatir gagal dan merasa kurang kompeten. Mereka umumnya berprilaku konservatif, menikmati zone nyaman dengan jiwa inovatif yang nyaris nol. Kelompok ini biasanya mudah menyerah dan menganggap kritik kepada dirinya sebagai serangan. Tipe pola pikir tetap juga bercirikan merasa terancam dengan adanya pesaing. Mereka memiliki suasana kebatinan dirinya penuh “iri hati”, ketika kesuksesan diraih orang lain. Pola pikir tetap adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan adalah sifat tetap yang tidak dapat atau sulit diubah. Suatu sikap yang mengarah pada kecenderungan untuk menghindari tantangan, mudah menyerah, dan kerdil terhadap inovasi. Puas dengan kondisi saat ini, karena mereka yakin status quo adalah yang terbaik.

Tipe kedua, pola pikir bertumbuh (growth mindset). Yaitu suatu keyakinan bahwa kemampuan seseorang dapat dikembangkan melalui usaha, kerja keras (hard work), dan pembelajaran dengan sepenuh hati. Orang yang memiliki pola pikir bertumbuh antara lain bercirikan tak mudah menyerah. Bila  mereka menghadapi tantangan, diyakini tantangan tersebut sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. Mereka selalu mengambil pelajaran dari kegagalan yang dialami, dan tak mengenal putus asa.  Mereka mengganggap  kegagalan sebagai batu loncatan untuk kemajuan. Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Mereka tak mengenal putus asa dan bila menerima kritik diyakini bahwa kritik tersebut sebagai sebagai energi yang membuahkan motivasi. Mereka selalu belajar dari competitor dan terinspirasi atas kesuksesan orang lain. Seseorang dengan pola pikir bertumbuh akan percaya pada hal-hal yang baik dan mengambil hal-hal dengan cara yang positif. Kecerdasan dan kualitas akan berkembang pada orang-orang yang berpola pikir berkembang. Gairah berinovasi terus tumbuh, karena mereka yakin melalui pemikiran inovatif akan melahirkan peluang baru yang membuka lebar lebar pintu kesuksesan.

Kajian mindset (pola pikir) ini, bukan hanya berkisar pada dua pola pikir yang saling bertentangan, yaitu pola pikir tetap dan pola pikir tumbuh. Namun telaahnya bagaimana pola pikir ini mempengaruhi aktivitas manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Contohnya bagaimana pola pikir yang dianut pelaku bisnis, wirausahawan, olahragawan, guru, dosen dan berbagai kalangan profesional lainnya dalam mempengaruhi aktivitasnya. Orang atau kelompok orang dengan mindset tetap (fixed mindset) mungkin saja berhasil, walaupun banyak tantangan. Namun mereka sering tak bertahan lama, karena mereka merasa puas dengan kondisi saat ini, padahal kehidupan di sekitarnya sangat dinamis dan penuh perubahan. Sebaliknya orang atau kelompok orang dengan pola pikir bertumbuh (growth mindset) akan terus mengupayakan hasil terbaik. Mereka tidak puas dengan kondisi saat ini, walaupun dalam perjalanan kariernya sering mengalami kegagalan. Mereka terus bertahan. Mereka berupaya untuk survive dalam kehidupan dan aktivitas bisnis yang ditekuninya, hingga membuahkan hasil. Mereka bisa meraih kesuksesan dalam jangka panjang.

Pola Pikir Tetap Berkoperasi

Dalam kajian  koperasi dan perkoperasian, bisa kita telaah bagaimana peran pola pikir para pelaku (pengurus, pengawas, ataupun anggota) dalam berkoperasi.  Bagaimana seorang pengawas, pengurus, ataupun anggota koperasi  berprilaku kooperatif (cooperative behavior), dan pemahaman tentang koperasi (cooperative knowledge) dalam konteks pola pikir tetap ataupun pola pikir bertumbuh.

Kondisi saat ini, koperasi dan perkoperasian diilustrasikan sebagai  amanat konstitusional yang terpinggirkan  (Pakpahan, 2025).  Koperasi dalam Pasal 33 bukan sekadar badan usaha. Koperasi merupakan instrumen strategis untuk merestrukturisasi susunan ekonomi warisan penjajahan. Mohammad Hatta, sang Bapak Koperasi, menegaskan bahwa koperasi adalah jalan ketiga—bukan kapitalisme, bukan sosialisme, melainkan jalan kekeluargaan yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Koperasi adalah alat dekolonialisasi ekonomi, bukan sekadar entitas bisnis. Koperasi memiliki logika, nilai, dan struktur yang berbeda dari perusahaan kapitalistik. Ia mengandung dimensi sosial, spiritual, dan politik yang khas. Ini yang perlu menjadi perhatian semua pemangku kepentingan mengapa koperasi seperti kehilangan ruh dan jatidirinya.

Koperasi tidak lahir dari kemewahan. Koperasi hadir dan berdiri bukan karena kekuatan dengan modal besar. Di berbagai negara, gerakan koperasi lahir dari gejolak, krisis, dan keresahan rakyat kecil yang ingin hidup lebih baik, di tengah sistem ekonomi yang tidak adil. Sejarah mencatat bahwa gagasan koperasi tumbuh sebagai jawaban terhadap disparitas ketidakadilan ekonomi yang mencengkram masyarakat kelas pekerja, terutama di era Revolusi Industri abad ke-19 di Eropa. Salah satu momen paling bersejarah adalah lahirnya koperasi modern di Rochdale, Inggris, tahun 1844. Sekelompok penenun kapas yang hidup dalam kemiskinan, upah rendah, dan akses barang kebutuhan yang mahal memutuskan untuk bersatu dan membentuk toko bersama.

Di Indonesia, koperasi pertama kali diperkenalkan pada masa penjajahan Belanda. Namun, gerakan koperasi baru benar-benar berkembang setelah kemerdekaan, dengan didorong oleh tokoh-tokoh nasional seperti Bung Hatta yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.  Koperasi menjadi salah satu pilar ekonomi yang penting.  Koperasi di pedesaan membantu masyarakat kecil dan petani mendapatkan akses ke pasar, kredit, dan teknologi yang lebih baik. Bagai masyarakat perkotaan, ragam koperasi lahir dan berkembang. Misalnya koperasi simpan pinjam yang menyediakan alternatif pinjaman modal bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ke perbankan formal. Namun, meskipun koperasi memiliki potensi besar untuk mendorong ekonomi rakyat, masih banyak tantangan yang dihadapi. Beberapa di antaranya, seperti kurangnya pendidikan koperasi, korupsi, dan manajemen yang buruk. Boleh jadi hal di atas,  karena pola pikir  masyarakat tentang koperasi dan perkoperasian belum menjadi pola pikir bertumbuh. Jangan-jangan sebagian besar masyarakat termasuk para pengurus, pengawas ataupun anggota koperasi masih dihinggapi ciri ciri  pola pikir tetap (fixed mindset).

Ciri-ciri pola pikir tetap dalam berkoperasi antara lain sikap yang kurang menyukai tantangan. Banyak pelaku koperasi yang kurang inovatif dalam melakukan aktivitas berkoperasi dengan terobosan layanan dan program inovatif. Sebagian besar pelaku koperasi sering menghindari tantangan karena kuatir gagal dan terlihat kurang kompeten. Mereka umumnya berperilaku konservatif dan jiwa inovatifnya nyaris nol dalam melakukan terobosan layanan bisnisnya. Oleh karena layanan program koperasi kurang optimal, banyak koperasi yang kurang memberikan dampak kesejahteraan bagi anggotanya. Selanjutnya bisa ditebak: Banyak koperasi yang mati suri dan gulung tikar.  Dalam beberapa kasus, pengelola koperasi sering tak amanah atau tidak melakukan tugasnya dengan baik. Mereka yang  bertipe pola pikir tetap dalam berkoperasi sering merasa “terancam” dengan adanya pesaing atau pelaku bisnis di luar koperasi yang sukses.  Pola pikir tetap (termasuk dalam berkoperasi)  adalah keyakinan bahwa kemampuan dan keterampilan adalah sifat tetap yang sulit untuk  diubah. Pada akhirnya, banyak pelaku koperasi yang menyerah dan cenderung untuk menghindari tantangan.  Mereka kurang ditempa untuk terus bertahan dan berprilaku inovatif, cerdik dengan berbagai program baru yang dilakukan.

Pola Pikir Bertumbuh Berkoperasi

Dalam berbagai literatur (Iwan, 2025, Iskandar, 2023, Nawangsari, 2021, AI 2025) mendeskripsikan beberapa faktor kegagalan koperasi antara lain faktor internal misalnya: manajemen yang buruk, SDM yang tidak profesional, modal terbatas, dan rendahnya partisipasi anggota. Sedangkan kegagalan dari faktor eksternal, antara lain  semakin meningkatnya persaingan yang ketat, kondisi ekonomi makro dan global, serta regulasi yang tidak memadai.  Selain itu, kegagalan juga bisa disebabkan oleh tata kelola keuangan yang tidak transparan, ketidakpercayaan masyarakat, dan tidak terlaksananya Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Dengan adanya sederet kegagalan pengelolaan koperasi di atas,  bagi pengelola dan pengawas koperasi yang dipengaruhi oleh pola pikir bertumbuh, tidak menjadikan mereka patah arang atau menyerah dan membiarkan koperasi dalam kebangkrutan. Justru mereka tertantang. Mereka menata diri dan menjadikan kegagalan tersebut, sebagai pemicu untuk bangkit dengan berbagai ikhtiar yang dilakukan. Adanya  fenomena manajemen koperasi yang yang kurang baik, mereka tertantang untuk  melakukan ikhtiar yang terukur, cerdik agar sistem manajemen koperasi dapat lebih efisien, lebih transparan. Bila kondisi sumber daya koperasi kurang profesional, dijawab dengan ikhtiar capacity building dan pelatihan untuk peningkatan SDM. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan berkoperasi menjadi program utama apabila koperasi ingin maju dan berkembang. Bila koperasi dirasakan dikelola  secara konvensional dan memberi kesan kuno, mereka berupaya meningkatkan layanan dan program inovatif melalui manajemen digitalisasi koperasi.

Untuk memobilisasi partisipasi anggota, program peningkatan partisipasi anggota dilakukan agar anggota memiliki kepercayaan (trust) yang penuh. Tingkat kepercayaan yang tinggi oleh anggota, merupakan landasan utama dalam membangun kerja sama dan semangat gotong royong. Dengan demikian ciri amanah menjadi mutlak harus dimiliki oleh para pengurus dan pengawas koperasi. Dalam dimensi pola pikir bertumbuh, pribadi yang amanah (dapat dipercaya dan memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugas yang diembannya) patut dimiliki oleh semua pengurus ataupun anggota koperasi.

Demikian juga ketika melihat persaingan usaha yang semakin tajam dengan pelaku ekonomi di luar koperasi, pengurus koperasi yang memiliki pola pikir bertumbuh tidak patah arang. Tidak lantas menyalahkan regulasi karena tak mampu bersaing dengan para oligarki. Mereka tidak putus asa, tetapi justru berupaya mencari peluang baru dalam meningkatkan jaringan usaha, diversifikasi program, termasuk menjalin kerja sama dengan pesaing. Bagi pelaku koperasi yang bercirikan pola pikir bertumbuh, adanya persaingan ini direspons dengan usaha semakin gigih agar koperasi bisa lebih maju dan memberikan kemaslahatan bagi anggota dan masyarakat luas.

Bagi pengelola koperasi yang memiliki ciri pola pikir bertumbuh, keterlibatan generasi muda dalam koperasi merupakan peluang sekaligus tantangan. Generasi muda patut diajak dan diyakini bahwa koperasi bukan “moda bisnis kuno” yang konservatif.  Raih mereka dan ajak mereka untuk bersama memperkuat gerakan koperasi menuju koperasi modern. Lakukan branding menuju koperasi modern (modern coop). Ajak dialog dan diskusikan berbagai program agar ide-ide segar dan layanan koperasi yang inovatif bisa dilakukan. Yaitu program inovasi koperasi yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan. Dengan memanfaatkan teknologi digital dan media sosial, koperasi bisa menarik minat generasi muda dan menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari solusi, bukan masalah.

Kegagalan koperasi tidak sesederhana soal modal atau manajemen, melainkan ada krisis pengetahuan yang lebih mendasar. Minimnya body of knowledge yang sistematis menyebabkan setiap koperasi baru harus memulai dari nol, tanpa mekanisme pembelajaran dari pengalaman koperasi lain. Praktik terbaik (best practices) tidak terdokumentasi, kegagalan tidak dianalisis, inovasi tidak disebarluaskan (GWS, 2025). Oleh sebab itu, bagi kelompok yang menganut pola pikir bertumbuh, kegagalan koperasi bukan penghalang. Dan jangan terus menghembuskan ”kegagalan” yang bisa melunturkan semaangat untuk maju. Kaji berbagai praktik baik berkoperasi. Dari sana akan tumbuh optimisme dan keyakinan diri bahwa koperasi sebagai entitas bisnis dan entitas kemasyarakatan yang bercirikan norma, adab, amanah, untuk saling memuliakan sesama anggota  dan masyarakat luas.

Bagi kehidupan kampus, ikhtiar menggalakkan dan menguatkan koperasi mahasiswa atau Kopma atau student coop merupakan ikhtiar strategis agar spirit berkoperasi tumbuh sumbur. Koperasi diyakini sebagai satu opsi untuk merawat semangat kebersamaan. Koperasi bukan sekadar untuk kepentingan entitas bisnis (business entity), tetapi koperasi tumbuh sebagai sistem nilai (values system) yang membawa angin segar bagi terbinanya sistem sosial kemasyarakatan. Diharapkan koperasi memberi dampak pada semangat kekeluargaan dan kesejahteraan bersama. Berkoperasi dapat dipandang sebagi ghirah (semangat yang menggebu) yang didasarkan niat dan cita cita luhur. Yaitu cita cita untuk mengabdi kepada bangsa dan negara dengan ciri kemajuan bersama yang memberi dampak pada kemaslahatan bersama. Student coop is a leading way to reach success and prosperity! ***

Daftar Pustaka

Dweck, Carol. (2017).  Mindset: The New Psychology of Success, New York : The Random House Publishing Group.

GWS (2025). Menghidupkan Kembali Koperasi Di Bumi Pertiwi #2 Koperasi: Soko Guru Yang Hilang. GWS, 27 Oktober 2025

Iskandar, D. (2023). Model Bisnis Koperasi Era Industri 4.0. Jurnal Ilmu Ekonomi & Sosial, 12(1).

Iskandar, D. (2023). Tantangan Digitalisasi Kelembagaan Koperasi. Jurnal Ekonomi Sosial dan Koperasi, 14(1).

Mulyana, Iwan & ARR Tryiis (2025).  Analisis Masalah Kelembagaan dan Manajerial Koperasi di Indonesia Berdasarkan Studi Literatur.  J-COOP, Vol. 1 No. 2, Agustus 2025:

Nawangsari, L. C., et al. (2021). Penguatan Koperasi melalui Transformasi Digital. Jurnal Manajemen Koperasi dan UMKM, 5(2),

Pakpahan, Agus. 2025. Koperasi untuk Mengatasi Detransformasi. Koperasi Atasi Detransformasi. Serial Tropikanisasi–Kooperatisasi, Edisi 8 November 2025.

Wahyudin, Dinn. (2024) Koperasi & Manajemen Profetik. Bandung: Ikopin University Press.

Wahyudin, Dinn. (2025). Pendidikan Koperasi dan Koperasi Pendidikan. Diakses pada  https://ikopin.ac.id/pendidikan-koperasi-koperasi-pendidikan/

Dinn WahyudinGuru Besar UPI, Wakil Rektor I IKOPIN University.