Lagi, Siswa SMP Putuskan Menikah Gara-gara Bosan PJJ

FOTO PENDIDIKAN APRIL 69
(Ilustrasi: Jambi Ekspres)

ZONALITERASI.ID – Gara-gara bosan mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19, 11 siswa SMP di Bone Bolango, Gorontalo, memutuskan menikah.

“Kita menemukan di banyak tempat, karena terlalu lama tidak ada pembelajaran di sekolah membuat banyak kejadian yang memilukan,” ujar Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, dikutip dari Jabarekpres.com, Senin (28/6/2021).

Hamim mengaku terkejut mengetahui ada 11 siswa di wilayahnya menikah muda.

“Mereka kawin muda, padahal tidak boleh itu. Ada 11 siswa SMP di Bone Bolango ini sudah kawin,” katanya.

Dikatakannya, menurut Undang-undang Perkawinan, usia pernikahan itu sudah diatur dan ditentukan batas minimal usia. Baik untuk perempuan maupun yang laki-laki.

“Kalau menikah di usia atau umur-an SMP, tentu ini melanggar UU Perkawinan tersebut,” ungkapnya.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa batas minimal usia untuk melakukan perkawinan bagi wanita dan pria yaitu 19 tahun.

“Saya khawatir jika pembelajaran tatap muka di sekolah tidak kunjung dibuka, maka akan banyak siswa-siswi yang kawin muda. Atau mungkin akan ada perempuan-perempuan yang melahirkan dan tidak diketahui siapa ayahnya,” ujar Hamim.

Sebelumnya, siswa yang memutuskan menikah karena bosan belajar online juga terjadi di SMP di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Kasus pernikahan dini dua sejoli itu terjadi di Desa Aiq Berik, Kecamatan Batu Kliang Utara, Lombok Tengah. Dua pengantin bocah bau kencur itu yakni, S (17) remaja pria asal Kumbak Dalem, dan pengantin perempuan ES (15) asal Desa Aiq Berik.

Menurut ES, keputusannya menikah di usianya yang belum genap 17 tahun karena bosan belajar online di rumah.

“Saya bosan belajar online. Makanya putuskan menikah,” ucap bocah kelas 3 SMP itu, dikutip Inews.id.

Tak Mampu Beli Kuota

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengungkapkan, kebijakan PJJ yang dijalankan selama pandemi Covid-19 menjadi pemicu siswa berhenti sekolah.

“Siswa yang putus sekolah karena pernikahan dini atau siswa memilih bantu ekonomi keluarga, karena orang tua kehilangan pekerjaan,” ujar Retno.

Ia menguturkan, ketika anak menikah atau bekerja maka secara otomatis akan berhenti sekolah.

Saat KPAI melakukan pengawasan sekolah di 8 provinsi pada masa pandemi Covid-19, beberapa Kepala Sekolah menyampaikan ada siswanya yang putus sekolah karena berbagai hal.

“Itu kita pantau seluruh Pulau Jawa ditambah NTB dan Bengkulu, jadi siswanya ada yang tidak memiliki alat belajar PJJ, kalaupun punya tidak mampu beli kuota internet,” jelas dia.

Akibat keadaan itu, siswa selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ. Pada akhirnya, siswa memutuskan bekerja dan menikah dini.

“Dari temuan KPAI, ada 119 siswa yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya berkisar 15-18 tahun,” sebut Retno.

Dia menyatakan, pihak sekolah mengetahui siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah orang tua siswa.

“Awalnya kita datang ke rumah siswa saat PJJ berlangsung, mereka tak mengumpulkan tugas. Sekolah baru tahu yang bersangkutan mau menikah, sudah menikah, dan sudah kerja,” terangnya. (haf)***

Respon (139)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *