BUDAYA  

Puisi-puisi Suheryana

ilustrasi hujan 20180731 093910
Ilustrasi, (Foto: Tribunnews.com).

Pagi Berkabut

tentang pagi berkabut
dan kota yang tergenang
matahari bermalasan di balik rerimbunan

perempuan dengan pipi kemerahan
sesekali menyentuh
tertawa lepas sepenuh ruang
cipratan air hanyalah menggariskan keindahan

bah tidaklah menakutkan
sebab kita berjalan di atas air
api adalah sahabat hangat
ketika kita bercengkerama sambil melipat lutut dan mata tertunduk
sahabat dan keluarga
adalah siluet berkelabatan

kekasih…
cinta kita tidak pernah menjadi tua
sebab yang tua hanyalah pejabat renta
bermuka muram menjelang stroke
tersembunyi ditertawakan sang istri
bersama selingkuhannya

kekasih…
di surga manakah kini kau bermain
tidakkah kau lihat

aku merindukanmu

Kamis, 19 Juni 2014, 07.23


Lelah

gemericik hujan
sayup-sayup kehidupan
kesunyian malam

baiklah kita buka peta
kita renungi
di kelokan mana kita salah mengambil arah

kemudian
kembali ke jejak yang telah lewat
atau melangkah ke depan mencari arah yang benar
sekalian mengikuti arah entah benar atau tersesat

ahhhhhh
detik ini aku hanya ingin berhenti
dan tidur tanpa rasa salah


Tanpa Mimpi

Sesaat setelah kau tinggal
Tiada tersisa harapan
Berjumpa dalam mimpi

Karena mimpi kau bawa serta

Hanya ingin tidur –tanpa mimpi–
sebab tidak kau sisakan ruang
sekedar untuk bermimpi


Suheryana terlahir di desa. Cita-citanya ingin menjadi penulis, penyair, atau novelis. Tetapi kini menjalani hidup sebagai PNS dan dipercaya menjadi Asisten Administrasi Umum Pemerintah Kabupaten Pangandaran.