Seharusnya tak Ada Istilah Guru Honorer, PGRI: Menunjukkan Ada yang tidak Bahagia

Ilustrasi guru honor
Ilustrasi, (Foto: Sumutpos.com).

ZONALITERASI.ID – Ketua PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Supardi, istilah guru honorer seharusnya tidak ada. Munculnya istilah guru honorer berarti ada situasi yang tidak membahagiakan terkait pengelolaan guru.

“Istilah guru honorer, artinya ada istilah yang tidak bahagia, karena menunjukkan kita kekurangan guru. Menurut saya, sebelum bicara kompetensi, tetapkan dulu status guru. Jangan sampai gurunya tidak jelas statusnya, setelah dia mahir dia malah hijrah dari guru,” kata Supardi, dalam diskusi daring, Minggu (1/11/2020).

Ia mengatakan, masalah kekurangan guru bukanlah isu baru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belakangan sempat mewacanakan soal mengangkat 1 juta guru. Supardi mengapresiasi program ini dan berharap nantinya kekurangan guru di Indonesia bisa segera teratasi.

Setelah guru sudah diangkat dan statusnya jelas, lanjutnya, maka akan lebih mudah dalam hal memikirkan kompetensi guru.

“Kalau pengangkatan sudah, maka sudah tenang dan ditingkatkan kompetensinya,” kata dia.

Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Praptono, mengatakan program 1 juta guru ini sudah dibahas oleh pemerintah. Menurutnya, masih perlu banyak hal yang dibicarakan terkait program ini.

Kemendikbud saat ini juga telah membicarakan program satu juta guru kepada pihak-pihak terkait seperti Badan Kepegawaian Negara (BKN). Pembahasan yang dilakukan berada di hal-hal yang terkait dengan teknis program.

“Kita sudah bicara teknis bagaimana proses seleksi dan skema di lapangannya,” kata Praptono.

Terkait kesejahteraan guru ini, Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) DKI Jakarta Imam Parikesit mengatakan, di Jakarta masih ada upah guru di sekolah swasta yang berkisar Rp 1 juta.

“Saya ingin menyoroti kualitas guru. Kualitas guru amat sangat ditentukan oleh kesejahteraan hidup guru itu. Saya mencoba memgambil contoh dan ini juga berlaku secara nasional. Penghasilan guru amat sangat minim,” kata Imam, saat rapat dengar pendapat umum secara virtual dengan Komisi X DPR, dikutip Suara.com, beberapa waktu lalu.

Dikatakannya, jika di Jakarta saja masih banyak guru yang berpenghasilan rendah apalagi mereka yang mengajar di daerah-daerah. Kondisinya lebih parah lagi. Upah yang didapat di bawah Rp 500 ribu per bulan.

“Di daerah masih ada guru swasta yang berpenghasilan Rp 300 ribu – Rp 400 ribu. Bagaimana kita gak nangis, bagaimana kita akan menuntut mutu pembelajaran yang baik ketika kesejahteraan guru swasta sangat jauh tertinggal,” ujarnya. (des)***