BUDAYA  

Puisi Igusti Awaludin

rakyat 980x400 1
Ilustrasi, (Foto: Ultimagz.com).

Puisi untuk tuan

Tuan dengarkan suara sajak ini
Yang lengking bunyinya
Nyaris tak bersuara
Tersedak pada tenggorokan kering kerontang
Kami kehausan karena kami kesusahan
Kami kelaparan karena kami terlalu miskin dalam kesengsaraan
Mana kesejahteraan yang telah tuan janjikan

Apakah tuan hilang ingatan?
Kami ingatkan…
Apakah tuan tak sadar ?
Kami sadarkan…
Apakah kami salah meminta hak yang belum tuan berikan?
(kisah rakyat yang kebingungan)


Jangan kau baca

Jangan kau baca bait-bait penuh derita
Sajak dari rakyat yang sengsara
Dua ratus tujuh puluh juta jiwa
Apakah setengah di antaranya bahagia
Kemiskinan masih menjadi tanda di balik tanya
seberapa mirisnya negeri ini
Satpol PP menangkap gembel dan pengemis
Minta tebusan? Orang miskin disuruh bayar
Apa kabar dengan gedung gedung tinggi tanpa izin?
Kami tak ingin demo hanya saja hak kami dirampas kami melawan
Jika saja keadilan berjalan sebagaimana mestinya
Dan ranah kesejahteraan tercipta sebagaimana adilnya
anarkis demontrasi pun bukan jalan seharusnya
sebagaimana pesan tersampaikan dan terbaca
seperti titik dan koma
unjuk rasa tak pernah mengubah keputusan
hanya membuat jeda dan isu pengalihan
rakyat kebingungan
mahasiwa kepanikan
ditindas aturan paksa kami tak bisa melawan
jika melawan disiksa dan dibui tahunan

beda cerita dengan koruptor dan napi jual beli jabatan
yang secara terang-terangan negara dirugikan namun dapat pembelaan

(kisah mencari pembelaan harus ke mana)


Untuk apa

Untuk apa adanya demokrasi
Jika pendapat rakyat tak pernah kau setujui
Apakah karena dewan yang terhormat yang mewakili?
Padahal kami tak penah diajak diskusi
Bahkan mereka malah studi ke luar negeri
Untuk apa? Padahal rakyatnya kami di sini

Jelas saja mereka studi untuk apa
Untuk mensejahterakan rakyat juga
Ya rakyat-rakyat asing di negeri kita

Untuk apa adanya perwakilan rakyat
Kalau masih banyak derita
Sejauh ini mereka tak mewakili kami rakyat jelata
Kebijakan pun dibuat semena mena
Dengan ilmu tingginya mereka
Dengan kefasihan berbicara mereka
Apakah mereka menggunakan hati nurani juga?
Entahlah untuk apa
(kisah rakyat bertanya)


Igusti Awaludin lahir di Sumedang, 12 Maret 1998. Kini berkuliah di STKIP Sebelas April Sumedang, Prodi Pendidikan Vokasional Teknik Mesin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *