ZONALITERASI.ID – Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Depdiksatrasia) FPBS UPI lolos untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-33 Tahun 2020.
Kabar itu tertuang dalam Surat Undangan Nomor 2414/J3/TU/2020 yang ditandatangani oleh Kepala Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Dalam surat tersebut, juga terdapat sembilan judul PKM lainnya dari UPI yang berhak melaju ke Pimnas. Sehingga, secara keseluruhan, UPI berhasil meloloskan sepuluh kelompok PKM untuk berlaga dalam Pimnas 2020.
“Ditjen Dikti merekomendasikan sekitar enam ratus judul PKM untuk mengikuti Pimnas ke-33 Tahun 2020. Meskipun persaingan di PKP2 Eksternal yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti begitu ketat, kelompok PKM Depdiksatrasia dapat melewatinya dengan baik,” sebut siaran pers dari Humas UPI, Minggu (1/11/2020).
Ketua Kelompok PKM dari Depdiksatrasia, Lestari Kusuma Dewi, mengatakan, keberhasilan ini merupakan buah dari perjuangan yang sangat panjang.
Sebelumnya, Lestari bersama dua anggota, Annisa Rizqi Rahmawati dan Wulan Fajrideani, melewati rangkaian pendampingan dari tingkat kelompok, program studi, fakultas, sampai tingkat universitas.
“Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Isah Cahyani dan seluruh jajarannya, Bapak Pupung Purnawarman, Ph.D., dan seluruh timnya, serta kepada unsur pimpinan dan tim pembina PKM di UPI,” ujarnya.
Representasi Islam Radikal
Lestari menuturkan, atas arahan dan bimbingan dari Dr. Mahmud Fasya, S.Pd., M.A., kelompok ini mengusung PKM Penelitian Sosial Humaniora dengan judul “Representasi Islam Radikal dalam Pemberitaan Demonstrasi Mahasiswa 2019 di Portal Media Daring”.
Pemilihan topik ini, lanjutnya, berangkat dari banyaknya kejadian terorisme yang selalu dikaitkan dengan kelompok Islam Radikal.
Penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat lebih selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi yang bernada provokatif.
“Masih banyak masyarakat yang belum melek literasi digital di tengah masifnya pemberitaan yang mengandung konten-konten sensitif seperti agama. Jika dibiarkan akan berbahaya. Bahkan, bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa, apalagi dalam konteks Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam,” terangnya.
Dijelaskannya, penelitian ini juga memotret bagaimana Islam direpresentasikan secara negatif oleh media di berbagai belahan dunia dan bagaimana dampaknya pada umat muslim secara keseluruhan.
Kata Lestari, Islamofobia menjadi salah satu fenomena yang muncul di tengah maraknya pemberitaan negatif terkait Islam Radikal, apalagi setelah peristiwa serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat dan peristiwa bom Bali pada tahun 2002 dan 2005 yang menggemparkan dunia.
“Citra Islam terus tercemar seiring dengan banyaknya kejadian terorisme yang mengatasnamakan Islam. Ini bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lainnya,” tuturnya.
Ia menambahkan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana edukasi dalam mengubah pola pikir masyarakat, khususnya masyarakat awam, dalam menyikapi pemberitaan Islam radikal di portal media daring.
“Penelitian ini juga diharapkan dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya literasi digital sehingga keresahan dan kekhawatiran masyarakat terhadap pemberitaan terkait Islam radikal dapat mereda,” pungkas Lestari. (des)***