ZONALITERASI.ID – Pemerintah Desa Cibuluh, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang bersama Yayasan Bale Budaya Bandung (YB3) berencana mengembangkan program Ecomuseum Desa Wisata Cibuluh.
Salah satu rangkaian program Ecomuseum Desa Cibuluh, akan digelar program “Pelatihan Analisis Calon Koleksi Ecomuseum Desa Cibuluh”, pada 6 – 7 Desember mendatang.
Dalam acara ini akan hadir beberapa pakar dalam bidang sejarah dan permuseuman, yaitu Prof. Reza D. Dienaputra (Sejarawan Unpad), Prof. Agus Arismunandar (Arkeolog UI), Dr. Erlina Wiyanarti (Pendidikan Sejarah), Wanti Windari, M.Hum. (Museolog), dan Ridwan Hutagalung. S.Ip (Kurator Museum). Selain itu peserta akan dilatih dalam bidang Fotografi oleh Yoki Purwadi, S.Kom.
“Acara ini merupakan salah satu dari Gagasan Ecomuseum yang dirancang oleh YB3 dan merupakan bagian dari kerja sama Pemerintahan Desa Cibuluh dengan YB3 dalam mengembangkan Desa Cibuluh menjadi desa wisata, yang kini dikenal sebagai DWC (Desa Wisata Cibuluh),” sebut siaran pers dari penyelenggara, Kamis (3/12/2020).
Program Ecomuseum Desa Cibuluh, lanjutnya, dimulai sejak tahun 2018, dengan menggelar acara sosialisasi tentang ecomuseum. Untuk mewujudkannya, YB3 menggandeng Asosiasi Museum Indonesia Daerah Jawa Barat (Amida Jabar) sebagai lembaga yang memberikan support tenaga ahli, sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Untuk mewujudkan program ini, akan digelar dalam beberapa tahapan kerja yaitu:
– Sosialisasi konsep ecomuseum,
– Pengumpulan dan inventarisasi calon koleksi,
– Penetapan koleksi ecomuseum melalui peraturan tingkat desa,
– Pembentukan pengelola,
– Pendokumentasian koleksi dalam digital,
– Pendeskripsian dan aplikasi digital,
– Pelatihan edukator museum, dan
– Peresmian ecomuseum DWC.
“Ecomuseum DWC ini dipandang penting bagi ketahanan budaya desa, karena ia bukan hanya sebagai rujukan nilai, sejarah, dan pengetahuan lokal, tetapi juga sebagai sumber inspirasi kreatif bagi pengembangan desa wisata. Melalui pendirian ecomuseum desa, masyarakat desa secara tidak langsung tengah mendefinisikan diri mereka sendiri, sebuah jalan menuju pada kesetaraan secara bermartabat,” terangnya.
Ditambahkannya, pemberlakuan UU no. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, memberikan landasan bagi program-program kebudayaan yang sumber daya terbesar berada di pedesaan. Ecomuseum DWC ini memang diproyeksikan sebagai sebuah model yang nantinya akan dikaji untuk dilakukan penyempurnaan dalam berbagai aspeknya.
“Mimpi besarnya, jika desa-desa bisa memiliki museumnya sendiri, terbayang pemajuan kebudayaan dapat menjadi gerakan kebudayaan. Bagi DWC, ecomuseum ini dimanfaatkan menjadi daya tarik dan atraksi wisata dan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat,” pungkasnya. (ahs)***