JELANG SETAHUN KEPERGIANMU
Untukmu yang terlahir hanya untuk menjalani praktik samsara,
Untukmu yang terkapar di tengah baris bait puisi Sang Ayah,
Untukmu yang selalu lantang menjerit di pagi buta merapalkan nama Penguasa Semesta saat semua masih terlena,
Demi Tuhan, engkau masih terlalu belia untuk semua derita, walau itu rahasiamu dengan Sang Pencipa,
Tapi kami manusia remuk redam, hancur, hampir mati berkalang tanah demi secuil senyummu yang nyata,
KISAH AYAH KEHILANGAN PUTRI
Kalau engkau belum pernah bertemu malaikat, suatu hari nanti akan membawamu menemuinya,
Benar, seperti yang diisyaratkan kitab-kitab suci, ia bersih tanpa dosa,
Mungkin saja engkau melihatnya tak bersayap, tapi senyumnya bisa membuatmu terbang mengitari jagad semesta,
Aku beritahu, ia akan menyapa siapapun yang menemuinya dengan senyum, meski ia sedang menahan perih tak terkira,
Ia akan membuatmu tetap tersenyum meski sedang menahan pedih tak terperi,
Iya, putriku akan selalu tersenyum apapun yang terjadi pada dirinya,
Tehran, 4 Oktober 2020
Herry Supryono, tengah berjalan-jalan di Timur Tengah.