Oleh Dadang A. Sapardan
LEBIH dari dua tahun lamanya, satuan pendidikan dengan terpaksa harus menerapkan pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan rumah sebagai tempat pelaksanaan pembelajaran. Siswa harus mengikuti pembelajaran dari rumah dan sekitarnya, demikian pula sebagian besar guru harus memfasilitasi pembelajaran dari rumah. Dengan pola PJJ tersebut frekuensi siswa dan guru untuk berinteraksi secara langsung tidak terjadi seperti halnya dalam pola pembelajaran tatap muka (PTM). Mereka tersekat oleh ruang, bahkan waktu yang berbeda.
Beberapa fenomena yang diakibatkan oleh terkuranginya interaksi langsung antara siswa dengan guru dalam proses pembelajaran ditemukan beberapa pihak yang konsen terhadap keberlangsungan pembelajaran saat pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil eksplorasi tim Kejar Mutu Direktorat SD, Kemendikbudristek terhadap fenomena pembelajaran yang berlangsung pada jenjang SD di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2021, ditemukan delapan fakta negatif yang harus mendapat penanganan serius dari para pemangku kepentingan. Kedelapan permasalahan dimaksud yaitu: hilangnya motivasi belajar dan kurangnya siswa mengenal lingkungan sekolah, ketidakmampuan siswa membaca, berkurangnya kedisiplinan siswa, belum terbentuknya karakter siswa, participation lost dari guru, kurangnya rasa kepedulian akan kebersihan dan kerapihan, kurangnya fasilitas pembelajaran jarak jauh, serta pendidikan parenting untuk orang tua kurang tersentuh dengan baik.
Adakah yang salah dengan penerapan kebijakan pendidikan kita saat ini, dengan rumah sebagai basis pembelajaran dalam pola PJJ, sehingga ditemukan delapan efek negatif pada ranah pendidikan? Tentunya pertanyaan itu patut disampaikan karena temuan tersebut menjadi kenyataan yang tidak bisa dihindari tetapi harus dihadapi dan dicarikan solusinya.
Menjelang masuk pada semester genap tahun ajaran 2021/2022, terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri pada akhir Desember 2021. SKB 4 Menteri tersebut memberi ruang gerak yang luas terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka di tengah bayang-banyang pandemi Covid-19. Dengan keleluasaan tersebut, dimungkinkan berbagai efek negatif yang terjadi selama ini dapat dikurangi, bahkan dikikis habis. Melalui penerbitan SKB 4 Menteri tersebut lahir harapan pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) akan kembali pada nuansa normal dengan kekerapan intensitas komunikasi antara siswa dengan para gurunya.
Sekalipun demikian, komunikasi yang selama ini sudah terbangun antara sekolah dengan orang tua siswa tidak serta merta harus tergerus seiring dengan pemberlakuan PTMT yang mendekati kondisi normal. Bangunan komunikasi di antara keduanya harus terjalin lebih intens, sehingga terjadi sinergitas keduanya dalam ikut serta mendorong setiap siswa agar menjadi personal yang siap menghadapi dinamika kehidupan masa kini dan masa depan.
Penguatan Peran Orang Tua Siswa
Dalam konteks kebijakan pendidikan, upaya penyiapan siswa agar menjadi sosok potensial masa depan tidak hanya menjadi tanggung jawab satuan pendidikan semata, tetapi menjadi tanggung jawab para pemangku kepentingan pendidikan lainnya, terutama keluarga yang di dalamnya terdapat orang tua siswa serta masyarakat. Karena itu, sekalipun dalam pembelajaran sudah mengarah pada nuansa normal, satuan pendidikan harus tetap mendorong pemeranan para orang tua dalam upaya mensuport setiap anak-anaknya.
Dalam proses pendidikan, menarik sekali ungkapan yang disampaikan El Hajj Malik El Shabazz, Education is the passport to the future, tomorrow belongs to those who prepare for it today. Ungkapan tersebut mengarah pada berbagai strategi yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan pendidikan sehingga penyelenggaraan pendidikan benar-benar mengarah pada upaya penyiapan siswa untuk memiliki passport sehingga mereka bisa berperan optimal dalam kehidupan masa kini dan masa depan.
Setiap siswa yang dititipkan oleh orang tuanya pada satuan pendidikan harus dipandang sebagai karunia Allah SWT yang tak terhingga dan tak ternilai harganya. Kepercayaan yang diberikan orang tua terhadap satuan pendidikan, sudah selayaknya direspons dengan optimal melalui cara penerapan kebijakan pendidikan sebaik-baiknya, sehingga mereka akan bertumbuh menjadi generasi tangguh yang dapat berkiprah pada kehidupan masa depan mereka.
Penyadaran akan pentingnya perhatian optimal kepada siswa dari setiap satuan pendidikan perlu terus didorong. Kesadaran akan pentingnya perhatian terhadap anak yang tengah berada pada masa bertumbuh dan berkembang itu patut menjadi core dalam kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh satuan pendidikan. Mereka sedang berada pada moment terpenting dan terbaik dalam upaya pembentukan pondasi kehidupan masa depannya. Melalui kekuatan dan ketangguhan fondasi yang dimilikinya, mereka diharapkan akan bertumbuh menjadi generasi harapan masa depan sehingga dapat berkiprah dan berkontribusi positif dalam membangun bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik.
Pendidikan terhadap setiap siswa merupakan kewajiban semua pihak, dalam hal ini kewajiban tri pusat pendidikan—satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Berkenaan dengan itu, sudah sepatutnya terbangun kesadaran dari unsur tri pusat pendidikan bahwa kebijakan pendidikan yang diterapkannya harus mengantarkan setiap siswanya untuk menjadi sosok masa depan yang tangguh. Capaian tersebut harus menjadi tanggung jawab kolektif dari unsur tri pusat pendidikan.
Sosok masa depan yang tangguh dalam konsep kebijakan visi pendidikan Indonesia, mengarah pada tampilan profil pelajar Pancasila. Dalam visi pendidikan Indonesia tersurat bahwa proses pendidikan mengarah pada mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebhinekaan global. Visi tersebut harus dicapai oleh setiap siswa sebagai outcomes satuan pendidikan.
Capaian terhadap target yang tersurat dalam visi tersebut tidak akan dapat berlangsung manakala satuan pendidikan berperan sendiri. Sinergitas tripusat pendidikan sangatlah dituntut, agar capaian terhadap lahirnya profil pelajar Pancasila dapat terealisasi. Karena itu, sudah selayaknya, satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat mensinergikan ide dan pemikiran untuk turut menetapkan strategi agar dapat mencapai visi dimaksud.
Penguatan peran orang tua sebagai bagian dari unsur keluarga, harus terus didorong oleh berbagai pemangku kepentingan. Salah satu yang perlu dilakukan di antaranya satuan pendidikan harus terus membangun intensitas komunikasi dengan para orang tua siswa terutama berkaitan dengan proses pendidikan anak-anak mereka. Keterbangunan komunikasi ini harus dilakukan sehingga para orang tua siswa mendapat informasi yang akurat dan valid terkait dengan penerapan kebijakan pendidikan dari satuan pendidikan—kebijakan pembelajaran maupun kebijakan pengelolaan satuan pendidikan.
Selain itu, satuan pendidikan perlu pula menyelenggarakan berbagai berbagai aktivitas yang mengajak para orang tua untuk dapat menerapkan pola parenting terhadap anak-anaknya. Mereka diharapkan memiliki pemahaman yang jelas tentang pola parenting yang mengarah pada pemberian support terhadap keberhasilan anak-anaknya dalam belajar.
Beberapa waktu lalu, saat pelaksanaan pola PJJ—disadari ataupun tidak—ditemukan berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh orang tua dalam mendampingi anak-anaknya belajar. Berbagai penyimpangan tersebut sudah sepatutnya dikurangi dengan penerapan berbagai strategi oleh satuan pendidikan. Strategi yang dilakukan di antaranya mendorong para orang tua siswa untuk dapat mengimplementasikan pola parenting, melalui berbagai kegiatan yang dipandang dapat memberi pencerahan terhadap mereka.
Simpulan
Sejalan dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri pada akhir Desember 2021, satuan pendidikan diberi ruang gerak yang lebih luas, terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19. Dengan keleluasaan tersebut, dimungkinkan berbagai efek negatif yang terjadi selama ini dapat dikurangi, bahkan dikikis habis. Melalui penerbitan SKB 4 Menteri tersebut lahir harapan pelaksanaan pembelajaran tatap muka akan kembali pada nuansa normal yang ditandai dengan kekerapan intensitas komunikasi antara siswa dengan para gurunya.
Sekalipun demikian, pemeranan orang tua siswa harus terus diperkuat, sehingga mereka dapat berkontribusi positif terhadap keberhasilan pendidikan, terutama terhadap capaian profil pelajar Pancasila sebagaimana tersurat dalam visi pendidikan Indonesia. Pemeranan ini sangat penting karena tanggung jawab keberhasilan pendidikan merupakan buah dari keterbangunan kolektif kolegial di antara tri pusat pendidikansatuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. ***
Penulis adalah Kepala Bidang Pembinaan SD, Disdik Kabupaten Bandung Barat.