ZONALITERASI.ID – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengaku heran mengapa hanya tiga undang-undang pendidikan yang dikompilasikan ke dalam Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Padahal, RUU ini bersifat omnibus law alias undang-undang sapu jagat.
“Anehnya, mengapa Kemendikbudristek tidak memasukkan UU lain yang berkorelasi dengan sistem pendidikan nasional, mengingat RUU ini bersifat omnibus?” kata Dewan Pakar P2G, Rakhmat Hidayat, dalam keterangan tertulis, Minggu, 28 Agustus 2022.
Diketahui, pemerintah menyatakan RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga UU sekaligus, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 tentang Pendidikan Tinggi.
Menurut Rakhmat, terdapat sekitar 10 UU yang terkait pendidikan yang seharusnya juga ikut masuk dalam RUU Sisdiknas. Beberapa di antaranya adalah UU Pondok Pesantren, UU Pendidikan Kedokteran, dan UU Pendidikan dan Layanan Psikologi.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, jika Kemendikbudristek memang ingin membentuk satu sistem pendidikan nasional sebagaimana tertera dalam konsideran RUU Sisdiknas, maka seharusnya UU Pesantren hingga UU Pendidikan Kedokteran juga dimasukkan ke dalam RUU tersebut.
“Apakah pesantren bukan bagian dari satu sistem pendidikan nasional? Ini namanya omnibus law setengah hati,” kata Satriwan.
Sementara Ketua Umum, Ikatan Guru Indonesia (IGI), Danang Hidayatullah, menyatakan siap mengawal RUU Sisdiknas untuk mewujudkan janji pemerintah dalam memajukan kesejahteraan dan kualitas guru yang tertunda belasan tahun.
Ia menuturkan, IGI sebagai organisasi profesi guru telah menelaah naskah akademik beserta naskah RUU Sisdiknas, khususnya pada pasal 104 sampai dengan pasal 112 terkait pendidik atau guru.
Di dalam naskah RUU Sisdiknas, lanjutnya, ada beberapa hal positif yang menjadi energi baru bagi guru. Misal dimasukkannya PAUD sebagai salah satu jenjang pendidikan, yakni jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, dalam pasal 18 ayat 2.
Hal positif lain yaitu tentang karir guru. Namun, perlu ada pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Di dalam Naskah Akademik RUU Sisdiknas juga dijelaskan upaya dan niat baik pemerintah terkait pemisahan pengaturan antara sertifikasi dan penghasilan guru.
“Namun, niat baik tersebut tidak tertuang dalam batang tubuh RUU Sisdiknas sehingga memunculkan berbagai persepsi di kalangan guru dan penggiat pendidikan, salah satunya adalah terkait hilangnya klausul tunjangan profesi guru,” terangnya.
“Selain hal-hal positif, terdapat beberapa masukan dari IGI agar RUU Sisdiknas ini layak dijadikan landasan hukum untuk pemenuhan hak dan kewajiban guru di Indonesia. Adanya penyederhanaan istilah atau kalimat di RUU ini membuat beberapa pasal memerlukan penjelasan dan/atau ayat tambahan untuk memperjelas pasal-pasal tersebut,” pungkas Danang.
Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, meminta publik memberikan masukan atas pasal-pasal dalam RUU tersebut. Masyarakat bisa mencermati semua dokumen terkait RUU Sisdiknas dan memberikan masukan lewat laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/. (des)***