Oleh Doddi Ahmad Fauji
SIAPAKAH yang kelak masuk sorga?
Bisa saja peternak maggot masuk sorga, dan seorang ustad tercampak ke neraka di akhirat nanti, disebabkan ia menjadi orang yang merugi atau khosirin, yang salah satu penyebab khosirin itu karena suka menyakiti saudara, teman, tetangga, intinya orang lain. Tentang orang hosirun, para ustad rajin menceramahkannya di masjid.
Pada hari Jumat (3/12/21), saya dikabari oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Bpk. Hikmat Ginanjar, di kantornya, seusai rapat untuk memperingati Hari Guru Nasional, bahwa Walikota Bandung H. Oded Muhammad Danial (kini alm.), telah mengupayakan ternak maggot di Balaikota Bandung, guna mengurangi sampah hayati (sampah organik). Sayang sungguh, saya belum sempat melihat langsung area peternakan tersebut, dan Ustad Oded keburu wafat.
Kadisdik Kota Bandung pun berujar ke saya, setelah menyampaikan informasi itu, “Hayulah urang maggot-keun sakola-sakola di Bandung.”
Saya mengirimkan surat dari PPM (Paguyuban Pegiat Maggot) ditandatangani oleh Ketua PPM Muhammad Ardhie, untuk audiensi dengan Kadisdik. Tapi peluang yang diberikan, sedang belum berjodoh. Pak Edy selaku Kabid P3K Disdik Bandung, menelepon saya agar segera merapat ke Hotel Grand Pasundan, karena Kadisdik sedang di sana, dan berkenan menerima saya selaku yang mengantarkan surat audiensi. Tapi permberitahuan dadakan itu terjadi saat saya sedang di luar kota Bandung.
Sekalian audiensi dengan Yayasan Taman Siswa atau Dewantara Center, pada Jumat 3 Desember itu, akhirnya saya sampaikan kepada Pak Hikmat dan hadirin, yen sekolah-sekolah di Kota Bandung sudah waktunya difungsikan sebagai tempat tata kelola sampah hayati, dan ternak maggot sebagai salah satu sarana kelolanya. Gerakan literasi harus mulai memasuki babak ekologi semesta di tengah kota. Pak Kadisdik rupanya bersambut.
Bila tidak dikelola sebaik-baiknya, sampah hayati bisa melahirkan dampak negatif yang banyak. Bisa mendatangkan pencemaran lingkungan, melahirkan visualisasi semrawut, bahkan bila bertumpuk terlalu banyak, dapat mendatangkan zat metan. Meledaknya gunung sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi, pada 2005 silam dan menewaskan sekira 147 manusia, adalah bukti gas metan yang dilahirkan tumpukan sampah hayati, dapat menjadi bom waktu.
Supaya sampah hayati terkelola dengan baik, perlu dilakukan penyadaran dan pendidikan wawasan, dan yang paling tepat disampaikan di sekolah, madrasah, juga pesantren, selain tentu di lingkungan masyarakat oleh RT/RW, hingga Desa/Kelurahan.
Pembicaraan lebih lanjut mengenai tata kelola sampah hayati dan ternak maggot, akan saya sampaikan pada Kamis, 16 Desember 2021, di kantor Disdik Kota Bandung, seusai digelar acara luring dan daring memperingati Hari Guru Nasional, yang sejatinya jatuh pada 25 November. HGN di Kota Bandung yang dimaksud, diselenggarakan oleh Taman Siswa, tentu akan mengusung nilai juang Ki Hadjar Dewantara dan Ibu Dewi Sartika selaku salah satu tokoh pendidikan asal Jawa Barat.
Kaitannya antara ternak maggot dengan Walikota Bandung yang wafat saat sedang akan menjadi khotib, adalah mengacu pada informasi dari Kadisdik Bpk. Hikmat Ginanjar, yen walikota sudah mulai ternak maggot. Inisiatif Pak Wali sangat bagus dan strategis, di tengah masyarakat berwaham patriarkhi. Pimpinan harus memberi contoh, dan bawahan, mungkin ada yang merasa terpaksa pada awalnya, tapi akhirnya bisa ikut turut.
Program Kang Pisman dari Walikota Bandung Ridwan Kamil, guna mengurangi sampah, yang diterapkan di sekolah-sekolah Bandung dan kantor pemerintahan, kurang berjalan efektif, salah satu hambatannya karena kurang strategis. Setelah sampah terkumpul lewat Kang Pisman, mau dikemakan itu sampah?
Melalui komunitas musik, bertemu dengan Mang Oded termasuk cara yang gampang. Meskipun Mang Oded ini ustad, rajin berceramah di masjid-masjid, tapi dalam acara musik tahun 2019 misalnya, ia hadir membaca puisi, dan bicara sesuai konteks-nya saja. Saya sempat berbincang-bincang sekilas dengan Mang Oded kala itu, dan menyampaikan betapa pentingnya orang Bandung mengenang dan menghargai jasa-jasa para pahlawannya.
Mang Oded banyak dikritik, apalagi pada hari Kamis (9/12/21), di facebook ada yang mengeritik begitu keras, karena dianggap diam saja saat kasus perkosaan terhadap 14 santriwati di kota Bandung, oleh seorang ustad sekaligus pendiri dan pengelola pesantren tahfiz Quran. Mang Oded rada beda dengan walikota sebelumnya, Ridwan Kamil, yang sepertinya kurang suka terhadap kritik, meski ia mengganti jargon ‘Jabar Juara’ dengan ‘Jabar Bergerak’, karena sial sungguh, menurut data KPK, Jawa Barat adalah juara korupsi. Ada 151 kasus korupsi yang menjerat para pejabat di Jawa Barat. Fakta ini dijadikan salah satu bahan untuk mengeritik Kang Emil, sehingga berhenti mengucapkan jargon Jabar Juara.
Mang Oded tampak lebih tumaninah, tenang, dan tidak emosional. Kondisi ini sudah sejalan dengan siaran dari Quran Surat Al-Fjr, untuk 5 ayat terakhir: Wahai nafsu-nafsu yang sudah terkendali…. dst.
Puisi terbaik telah difirmankan Tuhan melalui berbagai Kitab Suci serta para Rasul yang dari waktu ke waktu bergentayangan di muka bumi, menangkap inspirasi dari Tuhan melalui Malaikat Jibril. Hingga kini, Jibril tidak dipensiunkan dan tidak pula meminta ‘resign’ dari tugasnya dalam menarbarkan inspirasi atau menyampaikan wahyu.
Bagi saya selaku muslim meskipun bukan dari kalangan yang taat, puisi terbaik ialah yang simbolik, seperti tiga huruf yang mengawali Surat Al-Baqoroh: Alif Lam Mim. ***
Doddi Ahmad Fauji lahir di Bandung pada 4 September 1970. Menulis puisi dengan sungguh-sungguh sejak kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, IKIP Bandung. Puisinya tersebar di berbagai media massa, dan diminta meredakturi rubrik sastra dan budaya di Koran Media Indonesia (1999 – 2001). Menjalani profesi jurnalistik di koran Media Indonesia (2008 – 2005), koran Jurnal Nasional (2006 – 2011), dan di Majalah pertahanan dan keamanan ‘Tapal Batas’ (2011 – 2013). Kini menjadi jurnalis mandiri untuk menjawab tantangan era jurnalisme warga.
Pada 2003, membaca puisi di Athena, Yunani, untuk memperingati seabad Olimpiade Modern. Pada 2004, membaca puisi dan menjadi pemakalah seminar tentang kondisi sosial-politik Indonesia di Moscow Government University, serta baca puisi dan pemateri diskusi proses kreatif di St. Petersburg University, Rusia.
Kini tinggal di Bandung, mengelola Sanggar SituSeni – Gerakan Literasi Semesta, sambil menggelar pelatihan menulis untuk berbagai jenis tulisan bagi para guru, pemuda, dan santri di berbagai daerah di Indonesia, baik daring maupun luring. Pada 2019, berangkat ke Lombok untuk menggelar pelatihan menulis di tiga titik (Mataram, KLU, Lotim) bagi para guru dan siswa dalam merespons musibah gempa bumi, dan pada 2021 kembali ke Lombok untuk melangsungkan pelatihan menulis di SMAN 9 Mataram.