Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi ke-10 Sidang Umum UNESCO

67cb79a095f42f2149e0667dbab228f9
Mendikdasmen, Abdul Mu'ti, untuk pertama kalinya berpidato menggunakan Bahasa Indonesia dalam sidang umum ke-43 UNESCO, (Foto: Kemdikbud.go.id).

ZONALITERASI.ID – Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ke-10 yang digunakan dalam sidang umum United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).

Pengumuman tersebut disampaikan di sela-sela Sidang Umum UNESCO ke-43 yang digelar di Samarkand, Uzbekistan, pada Senin, 4 Mei 2025.
Sidang Umum UNESCO ke-43 ini diikuti oleh 194 negara anggota dan 12 anggota asosiasi.

Setelah resmi ditetapkan sebagai bahasa kerja Sidang Umum UNESCO, kini bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa seperti Inggris, Prancis, Arab, dan Mandarin.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyampaikan terima kasih kepada UNESCO yang mendukung dan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 di Sidang Umum UNESCO.

“Indonesia menghargai dukungan UNESCO dan semua negara anggota atas keputusan untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 dari konferensi umum UNESCO,” ungkap Mu’ti, membuka pidatonya dalam bahasa Inggris, saat berpidato di Sidang Umum UNESCO di Uzbekistan, Selasa, 4 November 2025.

Mu’ti mengungkapkan, bahasa Indonesia adalah bahasa yang mempersatukan masyarakat di lebih dari 17 ribu pulau dan 700 bahasa daerah di Indonesia.

“Bahasa Indonesia telah lama berfungsi sebagai jembatan persatuan di seluruh kepulauan kami yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau, 700 bahasa lokal, dan 1.300 kelompok etnis di seluruh negara kami. Hari ini, itu juga menjadi jembatan pemahaman antarnegara,” ujarnya.

Pidato Mendikdasmen Gunakan Bahasa Indonesia

Setelah menyampaikan pidato pembuka menggunakan bahasa Inggris, selanjutnya
Mu’ti melanjutkan pidatonya menggunakan bahasa Indonesia. Ia menekankan UNESCO harus bisa jadi penuntun moral dan perdamaian dunia di tengah berbagai tantangan global.

“Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO memperkuat jembatan pemahaman antarbangsa,” ujar Mu’ti dalam pidatonya di forum tersebut, dilansir dari Tempo.co.

Pidato Mu’ti ini merupakan kali pertama bahasa Indonesia digunakan dalam forum UNESCO sejak Indonesia bergabung dengan organisasi internasional ini pada 1950.

Pada kesempatan tersebut, Mu’ti membahas filosofi pendidikan bermutu untuk semua. Ia menekankan, pendidikan, sains, dan kebudayaan harus menjadi kompas etika yang menuntun kolaborasi global.

“Tidak ada satu pun anak, guru, atau jurnalis yang tertinggal, terutama di wilayah konflik,” kata dia.

Dalam pertemuan dengan berbagai tokoh pendidikan internasional ini, Mu’ti juga membahas pendidikan di wilayah konflik seperti Gaza, Palestina. Menurut dia, komunitas internasional memiliki kewajiban untuk memastikan akses pendidikan dan informasi tetap dapat diakses oleh masyarakat di wilayah tersebut.

“Memastikan perlindungan tanpa syarat atas pemenuhan hak-hak fundamental pelajar di sana,” tuturnya.

Poin lainnya, Mu’ti juga memaparkan kondisi pendidikan di Indonesia. Ia menyampaikan capaian angka partisipasi sekolah usia 7–12 tahun di tanah air mencapai 99,19 persen, serta usia 13–15 tahun di angka 96,17 persen.

Ia menjelaskan arah pendidikan Indonesia saat ini meliputi mutu pembelajaran dan kesetaraan akses, pembelajaran mendalam yang berkesadaran dan menggembirakan, pengenalan akal imitasi (AI) dan koding.

“Penguatan karakter, dan peningkatan kapasitas serta kesejahteraan guru, pemenuhan gizi anak sekolah, hingga pengembangan Sekolah Rakyat bagi keluarga kurang mampu,” tuturnya. ***