BELTIC 2022, Warek II UIN Bandung: Temukan kembali Nilai-nilai Pendidikan Pascadisrupsi

137852099
FTK UIN Bandung menyelenggarakan BELTIC 2022 secara hibrid sejak Selasa sampai Rabu, 30-31 Agustus 2022, (Foto: Humas UIN Bandung).

ZONALITERASI.ID – Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyelenggarakan BELTIC (Bandung English Language Teaching International Conference) 2022 secara hibrid sejak Selasa sampai Rabu, 30-31 Agustus 2022.

Konferensi Internasional luring ini berlangsung di Kampus II UIN Sunan Gunung Djati, Jalan Soekarno-Hatta Bandung dan online melalui aplikasi zoom meeting ini mengusung tema ELT in Post Disruption Era: New Paradigms, Challenges, and Innovations.

Wakil Rektor (Warek) II UIN Bandung, Prof. H. Tedi Priatna, M.Ag. CAEM, saat membuka BELTIC menyampaikan tentang pentingnya menemukan kembali nilai-nilai pendidikan pascadisrupsi.

“Atas nama pimpinan saya mengapresiasi yang tinggi kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, terutama Prodi Pendidikan Bahasa Inggris yang menyelenggarakan BELTIC. Jika BELTIC pertama dilakukan pada tahun 2018, maka BELTIC kedua pada 2022. Inovasi, kreasi menjadi bagian penting dari percepatan penerapan teknologi di dunia pendidikan. Tentunya ini menjadi warisan pandemi yang tidak bisa dihilangkan saat situasi normal,” kata Prof. Tedi, Selasa, 30 Agustus 2022.

Prof. Tedi menjelaskan, paling tidak ikhtiar untuk menghidupkan nilai-nilai pendidikan itu dilakukan pada tiga fokus:

Pertama, berusaha menciptakan kelas yang ramah.

Kedua, berupaya menghargai aspek humanis pada wilayah ketahanan dan kekuatan.

Ketiga, berikhtiar menghubungkan materi pelajaran dalam kehidupan nyata.

“Humanism is a movement organized to gain for man a proper recognition in the universe. Education thougt in humanism is concerned with the restoration of lost values,” tandasnya.

Ketua Pelaksana BELTIC, Dr. Nia Kurniawati, M.Pd., menuturkan, “BELTIC 2022 berhasil meraih perhatian 426 presenter dan partisipan online and onsite yang berasal dari enam negara. Keenam negara itu yakni Indonesia, Malaysia, Banglades, Saudi Arabia, Thailand, dan Australia.

BELTIC 2022 ini menghadirkan narasumber yang berasal dari berbagai negara, antara lain Roger Palmer (Konan University, Japan), Susan Gaer (CATESOL, USA), Katherine Bilsborough (Spain), dan Itje Chodidjah (UNESCO, Komisi Perwakilan Indonesia).

Selain itu, pada kesempatan sama dilaksanakan workshop teknologi bersama Finita Dewi (TEFLIN Jawa Barat dan Banten).

“BELTIC menjadi tempat silaturahmi akademik para peneliti, praktisi pendidikan, dan pembuat kebijakan untuk berkumpulkan dan melahirkan inovasi terkait ELT pasca pandemi,” terangnya.

Nia menambahkan, BELTIC 2022 mendapat respons positif dari para peserta.

“BELTIC adalah konferensi hibrid yang tertata secara detail dan rapi. Pernyataan peserta ini menjadi feedback penting bagi seluruh panitia,” ucapnya.

Sementara itu saat penutupan BELTIC 2022, Dekan FTK, Prof. Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Ed., menjelaskan, BELTIC ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan FTK UIN Bandung untuk mempertemukan para cendekiawan dan akademisi di berbagai negara guna membahas hasil penelitian mereka tentang pendidikan Islam dan praktiknya di era pascapandemi.

“Wabah Covi-19 telah memaksa kita untuk berkompromi dan memastikan bahwa kehidupan serta setiap sisinya masih berjalan baik-baik saja,” tuturnya, Rabu, 31 Agustus 2022.

Menurutnya, di era teknologi informasi dan komunikasi ini, ELT harus mampu menjawab tantangan dunia yang selalu berubah.

“ELT harus selalu kontekstual dalam kondisi apapun karena merupakan pedoman utama bagi manusia untuk menjadi pembelajar kehidupan dan akhirat. Pandemi membuat pembelajaran virtual menjadi kebutuhan karena pendidikan harus terus berjalan,” ujarnya.

Prof. Aan menambahkan, meskipun penelitian terbaru menunjukkan bahwa pembelajaran virtual belum mencapai apa yang dicapai oleh pembelajaran offline konvensional.

“Perspektif baru dalam ELT, khususnya tentang inovasi pascapandemi. Untuk melakukannya, kompetensi teknologi adalah suatu keharusan. Hal terpenting, redefinisi etika dalam melakukan inovasi perlu dikontekstualisasikan,” pungkasnya. (des)***