Benarkah SMK Melahirkan Pengangguran Terbanyak?

Oleh Rina Armaini

rina armaini
Rina Armaini, guru SMKN 8 Bandung, (Foto: Dok. Pribadi).

BEBERAPA hari yang lalu, sebuah televisi swasta memberitakan bahwa SMK merupakan penyumbang pengangguran terbanyak, benarkah?

Sekolah vokasional adalah istilah yang merujuk pada sekolah menengah kejuruan. Pendidikan vokasional sendiri, dapat dilanjutkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi.    Tujuan paling mendasar dari sekolah vokasi adalah  menghasilkan lulusan yang kompeten di bidangnya sehingga keterserapan di dunia usaha dan dunia industri tinggi, namun tidak menutup kemungkinan jika ada siswa yang ingin berwirausaha atau melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi.

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, ternyata tidak mudah, cukup banyak permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah vokasional. Dari hasil observasi penulis, cukup banyak permasalahan-permasalahan yang ditemukan di antaranya adalah   rendahnya motivasi belajar khususnya materi umum, rendahnya kesadaran dalam meningkatkan kompetensi secara maksimal, tidak singkronnya kurikulum yang diterapkan dengan kurikulum industri, dan yang lebih penting lagi adalah teknologi yang ada di sekolah tidak sama dengan teknologi yang ada di industri.

Permasalahan tersebut tentu berdampak pada  prestasi akademik. Pandemi yang terjadi beberapa waktu lalu, menambah permasalahan yang dihadapi menjadi semakin kompleks. Pembelajaran jarak jauh menjadikan siswa semakin kurang responsif dalam kegiatan pembelajaran. Jika permasalahan ini terus dibiarkan, sangatlah mungkin mutu lulusan atau keterserapan di dunia indutri juga tidak akan banyak.

Upaya penyelesaian permasalahan-permasalahan tersebut harus segera ditemukan. Salah satu  cara yang bisa dilakukan adalah dengan bekerja sama dengan industri. Kerja sama dengan industri dapat dilaksanakan dalam tiga hal. Pertama, Penyelarasan Teknologi. Cukup banyak industri yang peduli pada dunia pendidikan. Beberapa industri bahkan menyumbangkan alat-alat teknologi kekinian yang bisa digunakan di sekolah-sekolah. Kedua, Penyelarasan Kurikulum.  Kurikulum yang diterapkan di SMK seharusnya tidak sama dengan kurikulum yang diterapkan di SMA termasuk mata pelajaran umum. Ketiga, Penyelarasan Karakter. Dalam dunia industri, ada beberapa tata tertib yang sangat menarik dan diterapkan kepada seluruh tenaga kerjanya. Tata tertib tersebut mereka namakan dengan Budaya Kerja.  Setiap industri pasti memiliki budaya kerja masing-masing namun secara garis besar budaya kerja yang ditanamkan memiliki tujuan yang sama, yakni menjaga kedisiplinan kerja. Budaya ini diciptakan dengan maksud untuk membuat karyawan lebih produktif dan mencapai hasil yang sejalan dengan visi perusahaan.

Budaya kerja ditanamkan dengan harapan  akan menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi terbaik. Contoh budaya kerja yang diterapkan di industri adalah kerja tim, kreativitas, kompetitif, dan kontroler.

Pemanfaatan budaya kerja industri ini sesuai dengan tujuan pembelajaran  di SMK, dan ini sejalan dengan arah kebijakan Direktorat SMK mengenai penguatan budaya kerja bagi peserta didik SMK dalam upaya peningkatan mutu peserta didik.  SMK dapat bekerja sama dengan beberapa industri untuk memberikan materi sebagai motivasi dan pengingat peserta didik.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam mengimplikasikan budaya kerja ini adalah dengan cara membangun tim kerja sekolah, penanaman kedisiplinan, pembinaan karakter, pembinaan minat dan bakat, pembinaan rohani, dan pembuatan kontrak belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat diramu dalam banyak kegiatan sepanjang peserta didik sekolah.

Setelah semua selaras, apalagi yang dicari? Tentu saja industri pun akan melirik lulusan SMK.  Menyelami permasalahan pendidikan memang tidaklah mudah namun jika kita berusaha pasti ada dampak positifnya walaupun hanya sedikit dan jangan pernah underestimate pada peserta didik kita, lihatlah potensi lain pada mereka pasti ada hal positif yang mereka miliki. ***

 Rina Armaini, guru SMKN 8 Bandung.