ADA yang menarik perhatian saat akan masuk kelas. Guru sering membayangkan sambutan siswa yang diam, sopan, dan …
Atau sebaliknya, guru membayangkan suasana kelas yang ribut dan sampah berserakan. Terus, anak ribut karena belum menyelesaikan PR. Bayangan seperti itu muncul karena sering teralami selama menjadi guru. Seperti biasa saja.
Reaksi guru ketika anak ribut akan beragam. Ada guru yang langsung marah atau cukup menyindir agar anak diam dan atau membereskan kelas termasuk membuang sampah yang berserakan. Tak jarang guru yang hanya menanggapi dalam hati saja. Lalu, menyampaikan materi seperti biasa. Setiap guru akan memulai mengajar di kelas sesuai kebiasaan yang berbeda. Atau situasional saja.
“Maaf, saya terlambat karena terkepung hujan!” kata guru ketika aku masih jadi muridnya.
“Coba siapa yang siap membicarakan atau menceritakan pengalaman ketika di jalan tertimpa hujan?” Guru itu seperti ingin membandingkan dengan pengalaman pribadinya.
Rupanya ada juga anak yang siap bercerita. Nah, kesempatan ini yang guru manfaatkan untuk berkonsentrasi memberi komentar dan masuk pada bahasan materi secara situasional. Tentu, tak semua siswa tertarik dengan gaya seperti ini. Bahkan ada pengalaman lainnya yang diminati siswa saat guru menyuruh mencatat. Sering kali pengalaman ini membuat siswa senang, karena gurunya menakutkan misalnya.
Ternyata setiap guru dan siswa mempunyai cara yang berbeda dalam belajar keseharian. Walau pada dasarnya antara ada guru atau tanpa guru di kelas, proses belajar harus tetap berlangsung. Biasanya ada siswa kreatif termasuk KM dengan cepat mengantisipasi agar belajar tetap menggairahkan. Apakah diskusi kelompok atau bermain peran antar-siswa. Tentu hal seperti ini harus diarahkan oleh wali kelas agar siswa tak selalu berharap guru hadir di tengah-tengah mereka.
Bagi siswa kreatif tadi hal seperti pengalaman di atas tidak menjadi masalah besar. Karena belajar hakikatnya adalah menyesuaikan diri dengan keadaan. Termasuk teknik belajar saat ada guru maupun tanpa guru di kelas. Bahkan tak kurang siswa yang belajar di luar kelas sebagai cara terbaik baginya. Ada yang suka di perpustakaan misalnya. Kelompok belajar sangat penting bagi mereka yang suka kerja sama, baik diskusi, debat, atau sekadar bincang-bincang saja.
Jika setiap komponen sekolah mampu menyesuaikan diri dengan suasana apa pun, maka keberlangsungan belajar akan tetap kondusif. Kiranya tepat bila setiap kampus terus mencoba membuat inovasi-inovasi cara belajar-mengajar bervariasi. Tentu saja ini penting agar setiap keadaan menjadi suasana yang tepat. Tanpa harus saling menyalahkan antar-siapa pun. Bukankah belajar itu adalah proses perubahan dan dapat dilakukan bersama siapa saja dan kapan saja. Sehingga tempat pun bisa di mana saja.
Kelas, bagi Sang Kreator bisa terbentuk secara spontan. Bisa indoor maupun outdoor selama semua paham dan mampu memanfaatkan waktu untuk menggali ilmu pengetahuan.
Tak harus canggung dan kaku, karena belajar itu membuat semuanya kreatif dan inovatif. ***
Suryatno Suharma, pemerhati pendidikan, tinggal di Parongpong, Bandung Barat.