Dian Sastrowardoyo Sentil Ketimpangan Pendidikan dan Kesejahteraan Ekonomi di Indonesia

64a37ee556a8f 1
Dian Sastrowardoyo. (Foto: Beginu/Medio by KG Media)

ZONALITERASI.ID – Dian Sastrowardoyo, Pendiri Yayasan Dian Sastrowardoyo, menyoroti isu ketimpangan pendidikan dan kesejahteraan ekonomi di Indonesia. Menghadapi kondisi itu, ia menekankan pentingnya kontribusi nyata, baik melalui akses pendidikan maupun penguatan nilai-nilai lokal.

“Bagaimana caranya kita bisa berkontribusi untuk menyelesaikan masalah kita, bahwa gimana caranya si perekonomian ini, kesejahteraan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tapi justru terjadi lebih rata di 3T,” kata Dian Sastrowardoyo, saat acara Demo Day Perempuan Inovasi 2024 “Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI” di Jakarta, Selasa, 26 November 2024, dilansir dari Antara.

Dian mengajak masyarakat untuk tidak hanya fokus pada pengadopsian standar global, tetapi juga menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi ciri khas bangsa.

“Indonesia memiliki kearifan lokal yang justru tidak dimiliki oleh negara maju. Sebagai bangsa yang tinggal di kepulauan Nusantara, Indonesia memiliki hubungan yang lebih dekat dengan alam,” tutur Dian.

“Saya berharap upaya pemerataan akses pendidikan dan penguatan budaya lokal dapat terus dilakukan secara beriringan. Keseimbangan antara belajar dari standar global dan menjaga jati diri bangsa begitu penting,” sambungnya.

Menurut Dian, nilai-nilai kearifan lokal harus dilestarikan dan bahkan bisa menjadi pelajaran bagi negara-negara dunia pertama yang sudah jauh dari keselarasan dengan lingkungan.

“Di era di mana kita menghadapi tantangan keberlanjutan, perubahan iklim, dan masalah lingkungan lainnya, kita harus kembali kepada kearifan lokal. Kearifan ini mengajarkan kita untuk hidup selaras dengan alam, sesuatu yang tidak bisa diajarkan oleh standar dunia pertama,” ujar Dian.

Dalam refleksinya, Dian membahas dampak globalisasi yang telah mengubah orientasi masyarakat dunia ketiga, termasuk Indonesia.

“Kita cenderung mengukur diri dengan standar dunia pertama, pendidikan tinggi, kemampuan berbahasa asing, dan berbagai kompetensi lain. Tapi, kekayaan dan kesejahteraan kita belum sama seperti mereka. Ini jelas tidak adil,” ungkapnya. ***