Festival Seabad Pramoedya Ananta Toer, Dua Buku Baru Karya Pram Akan Terbit

1086214 720
Pramoedya Ananta Toer. (Foto: Wikipedia)

ZONALITERASI.ID – Pramoedya Ananta Toer Foundation dan Komunitas Beranda Rakyat Garuda akan menggelar “Festival Perayaan Se-Abad Pramoedya Ananta Toer”, di Blora, Jawa Tengah, mulai 6 sampai 8 Februari 2025.

Festival ini akan diisi pertunjukan seni, musik, diskusi, dan pameran patung. Selain itu, akan ada penerbitan kembali buku karangan Pramoedya.

Menurut Astuti Ananta Toer, putri Pram, sapaan Pramoedya Ananta Toer, ada 2 buku yang belum pernah diterbitkan oleh ayahnya, akan diterbitkan keluarga. Ke-2 buku itu yakni Yang Terserak dan Tercecer serta, Musim Kawin di Nusa Kambangan.

“Buku lama yang dicetak ulang atau buku baru, itu diterbitkan oleh Lentera Dipantara,” kata anak sulung Pram dan Maimunah ini, dilansir dari Tempo.co, Senin, 28 Januari 2025.

Selain kegiatan ini, dalam perayaan seratus tahun kelahiran Pram juga dihelat residensi sastra ke Pulau Buru.

“Karena terakhir Pram (ditahan) di Pulau Buru,” ucap Astuti.

Sejarawan Hilmar Farid, mengatakan, Pramoedya adalah sosok penting. Ia patut dikenang. Pemikiran dan semangatnya harus ditimba. Sebab itu, agenda “Festival Perayaan Se-Abad Pramoedya Ananta Toer” merupakan kegiatan penting dan strategis.

“Dari karya dan kiprah Pram, kita bisa menimba banyak insight yang relevan hari ini, bahkan untuk Indonesia ke depan,” tutur pengajar Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu.

Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia, yang menulis lebih dari 50 karya sastra. Karyanya diterjemahkan dalam 42 bahasa di seluruh dunia. Sejak pertama kali terbit pada 1949, karya Pramoedya memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia.

Tulisan Pramoedya berisi harapan, perlawanan, dan keberanian menghadapi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Pram, salah satu penulis Indonesia yang ditangkap pada 13 Oktober 1965, beberapa hari setelah Gerakan 30 September atau G-30-S meletus di Jakarta. Ia dituduh berideologi komunis. Setelah penangkapan itu, Pram sempat dipenjara di Penjara Nusa Kambangan.

Tahun 1969, ia dibuang ke Pulau Buru, Maluku. Pram termasuk dalam kloter pertama, bersama 800 tahanan, dibuang ke Pulau Buru sebagai tahanan politik. Di pulau ini, Pram menuliskan sejumlah karya monumentalnya, termasuk Tetralogi Pulau Buru, yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. ***