Guru Penggerak: Desember bukan Akhir

FOTO LITERASI 13
Rudianto, Pengawas SMP Disdik Kabupaten Cirebon yang bertugas sebagai Fasilitator Nasional Guru Penggerak di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, (Foto: Dok. Pribadi).

Cerita Memfasilitasi Guru Penggerak Paket 1

Oleh Rudianto, M.Pd.

TAHUN 2020 adalah tahun penuh warna. Dimulai pada bulan Maret 2020, tetiba Pandemi Covid 19 melanda. Siswa belajar dari rumah. Pegawai bekerja dari rumah. Semua beribadah dari rumah. Semuanya serbatidak menentu. Banyak para pegawai yang bingung bagaimana harus bekerja. Tidak sedikit juga yang memanfaatkan kesempatan untuk bersantai di rumah.

Kondisi ini juga dirasakan oleh dunia pendidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) banyak yang kebingungan. Apa yang harus kami lakukan? Demikian kata sebagian besar PTK yang tidak menguasai IT. Untungnya saya termasuk PTK sebagian kecil yang sedikit bisa IT.

Sebagai pengawas sekolah, saya mulai sering melakukan pertemuan virtual dengan guru dan kepala sekolah binaan begitu Pandemi Covid 19 melanda. Zoom meeting, google meeting, microsof team, webex claude meeting yang tadinya jarang dilakukan, kini menjadi kebiasaan sehari-hari. Google form sangat membantu saat saya harus melakukan pemantauan ke sekolah. Sosial media menjadi sangat penting untuk berkomunikasi.

Ternyata itu semua telah menjadi bekal saya saat mengikuti seleksi yang sangat berat sebagai Fasilitator Nasional Guru Penggerak. Tentu saja dengan pengalaman lainnya telah mengantarkan saya bergabung bersama 149 orang lainnya sebagai Fasilitator Nasional Guru Penggerak dari 800-an pendaftar se-Indonesia. Dari 149 itu terdiri dari 100 orang Widyaiswara dan hanya 49 orang pengawas sekolah.

Setelah rangkaian seleksi yang sangat berat dan ketat, semua yang lolos harus mengikuti bimtek Calon Fasilitator Guru Penggerak yang sangat berat. Mengapa berat? Bimtek ini dilaksanakan selama 12 hari dan dilakukan secara daring. Semua peserta betul-betul harus mandiri. Ketika menghadapi masalah, dia harus menyelesaikannya sendiri. Sungguh pengalaman yang luar biasa.

Begitu bimtek berakhir, pendistribusian Fasilitator dilakukan. Surat tugaspun sampai. Luar biasa. Saya ditugaskan memfasilitasi para Calon Guru Penggerak di Kabupaten Pidie, Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Jauh sekali! Tentu saja tidak. Kegiatan Fasilitator Guru Penggerak dilakukan secara daring.

Menjadi fasilitator CGP kembali lagi bertemu dangan pekerjaan yang begitu berat. Sebagai Fasilitator, pekerjaanya dobel mulai dari menyiapkan ruangan meeting, menyiapkan Braek Out room, menyiapkan bahan, menyiapkan perlengkapan, pedlet, menti, jambooard, google doc, dan sebagainya, menilai semua aktifitas CGP, sampai membolak-balik LMS dan Buku Pedoman Fasilitator. Pekerjaan ini butuh waktu lebih dari 24 jam sehari karena saya juga harus menyelesaikan tugas lainnya.

Dari sekian aktivitas memfasilitasi, hal yang paling dirindukan adalah vicon dengan CGP yang selalu dihadiri para Pendamping. Banyak hal yang membuat saya rindu, pertama, perjuangan para CGP. Mereka pejuang. Ini tergambar dari tingkat kehadiran mereka saat vicon yang selalu lengkap. Padahal jarak rumah mereka dengan sekolah tempat bekerja sangat jauh (ada yang 60 km). Suatu saat saya melakukan vicon malam hari karena kesepakatan bersama CGP. Dan mereka melakukan vicon di sekolah padahal kegiatan sampai pukul 10 malam, mereka tidak ada sinyal saat di rumah.

Kedua, semangat CGP. Semangat mereka tidak diragukan. Dari kehadiran yang selalu 100% tergambar sudah semangat mereka. Begitu pintu google meeting saya buka, mereka sudah menunggu di sana. Dan salah satu peserta, untuk bisa mengikuti vicon, dia harus pergi ke sebuah kedai untuk berburu internet karena di rumah dan di sekolah sinyalnya sangat lemah. Dan itu dilakukan oleh guru yang masih berstatus honor. Luar biasa

Ketiga, inovasi dan kreativitas CGP. Inovasi dan kreativitas ini terbangun dari Pendampingnya yang merupakan guru-guru hebat. Selama kegiatan PGP berlangsung (dua bulan, Oktober – Desember 2020) dua guru pendamping meraih prestasi yang gemilang. Bu Ida Elva sebagai guru Inspiratif Nasional dan Bu Intan Nirmala Hasibuan sebagai juara 1 Guru Berprestasi Tingkat Provinsi Aceh. Sementara Bu Nurlaili, beliau guru yang sudah memiliki NUKS.

Termotivasi dari ini, semua CGP memiliki motivasi untuk berinovasi dan kreatif. Hal ini ditunjukan dari karya-karyanya dan ide-idenya yang luar biasa saat menyelesaikan tugas.

Keempat, keikhlasan CGP. Saya merasakan keikhlasan mereka saat mereka bersepakat; maju bersama, lulus bersama. Keikhlasan menerima kehadiran fasilitator yang berbeda budaya dan bahasa sangat saya rasakan. Saling menghargai dan menghormati sangat terasa. Keikhlasan itu terasa seolah kami sudah lama kenal bahkan serasa keluarga. Hal ini terbukti dengan setiap sesi vicon tidak pernah kurang dari dua jam, bahkan pernah sampai 3 jam 12 menit.

Kelima, kehangatan CGP. Ini yang membuat kami nyaman. Saling menyapa dan saling menguatkan antarkami telah mewujud menjadi sebuah komunikasi yang hangat. Bahkan bagaimana semua yang sedang vicon menyambut Bu Intan yang terlambat masuk ruangan karena lomba Guru Berprestasi telah membuktikan kehangatan itu. Hanya dengan sedikit komando, begitu Bu Intan masuk, semuanya menyambut dengan ucapan selamat. Bu Intan sampai berkaca-kaca.

Keenam, budaya, bahasa, dan religius para CGP. Sebenarnya hal ini yang awalnya saya takutkan. Budaya dan bahasa kami berbeda. Tetapi cinta kembali telah mengubah perbedaan menjadi keserasian. Kami saling memahami dan memaknai. Saya merasa senang mendengarkan diskusi CGP dalam bahasa Aceh, meskipun saya tidak mengerti.

Dan hari ini, Sabtu, 5 Desember 2020 adalah vicon terakhir di tahun 2020. Tapi ini bukan akhir. Kita akan masih berlanjut pada Februari 2021. Semoga.***

Penulis adalah Pengawas SMP Disdik Kabupaten Cirebon yang bertugas sebagai Fasilitator Nasional Guru Penggerak di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.