Hanya Ingin Selalu Memberi

FOTO SASTRA 37
Ilustrasi, (Foto: Metroworld).

Oleh Oma, S. Pd.

SEPULUH tahun sudah, mereka menjalani rumah tangga yang penuh dengan kebahagiaan. Saling mengisi satu sama lain. Kekurangan suami ditutupnya dengan belaian dan senyum manis istrinya. Kekurangan istri dibalutnya dengan karisma dan wibawa suami.

Itulah mungkin makna yang terkandung dalam ajaran bahwa suami pakaian istri, dan istri pakaian untuk suaminya.

Momongan yang dinantikannya kini telah lahir. Seorang perempuan yang cantik dan menggemaskan. Kini usianya tepat lima tahun.

Mereka bergantian mengurus, memelihara, dan membimbing anaknya. Lengkaplah keluarga mereka. Keluarga yang dibalut dengan kasih sayang dan saling mencintai.

Perasaan cinta yang mereka tumpahkan adalah rasa cinta yang sesungguhnya. Rasa cinta yang hanya ingin selalu memberi kebahagian kepada pasangan. Bukan cinta yang hanya ingin menuntut dari pasangannya.

Alhasil, istri sangat memperhatikan kebahagian suami. Begitu juga suami selalu memberikan yang terbaik untuk kenyamanan dan ketentraman istrinya.

Maka sangat pantas apabila mereka menjadi kuluarga yang ideal. Penghasilan membawa berkah, tabungan bertambah, dan kasih sayang melimpah.

Semua kenangan manis itu, kini hanya terlukis dalam beningnya air mata yang terus keluar tak tertahankan. Air mata yang harus mengikhlaskan kepergian suaminya untuk selama-lamanya. Suaminya yang baru saja menghembuskan napas terakhir dalam pangkuan istrinya. Suaminya yang harus segera mengakhiri penderitaannya dari rasa sakit.

Hampir dua tahun suaminya harus merasakan penderitaan karena sakit parah. Bolak-balik ke dokter. Bolak-balik ke rumah sakit. Telah habis tabungannya, telah dijual kendaraannya. Tinggalah motor yang dipertahankan untuk tidak dijual. Dan dengan motor itu, istrinya membawa suaminya berobat.

Sering suaminya harus diikat dalam boncengan istrinya ketika akan ke rumah sakit. Itu semua dilakukan karena sudah tidak sanggup lagi kalau harus menyewa mobil. Kalau pun harus meminjam mobil dari saudaranya, sudah merasa malu karena terlalu sering meminjam.

Sering juga air mata menemani perjalanan mereka ke rumah sakit. Tapi semua itu mereka jalani dengan ketabahan.

“Ibu, sudahlah jangan ke rumah sakit lagi. Bapak sudah ikhlas untuk menghadap yang Maha Kuasa. Doakan Bapak. Titip anak kita. Didik dia menjadi anak soleh. Ibu ikhlaskan kepergian Bapak.”

Sambil tersenyum dia menghembuskan napas terakhirnya. ***

Shardun Tabayun,
Buat temanku yang tetap ikhlas menjalani hidup

Mekarsari, 24 Oktober 2020

Oma, S.Pd. berprofesi sebagai Pendidik. Karyanya berupa cerpen, artikel, dan laporan kegiatan dimuat di Majalah Suara Daerah, Majalah Hibar Sabilulungan, dan Majalah Guneman.