Oleh Savitri Mutia Agustine, S.Pd.
SAYA mulai tertarik mengamati tentang homeschooling sejak salah satu dari anggota keluarga besar kami memilih untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah formal karena suatu alasan yang dianggap sangat prinsip.
Homeschooling sebenarnya bukan sesuatu hal yang baru. Banyak keluarga memutuskan untuk mendidik putra putrinya di rumah dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Biasanya keputusan homeschooling diambil pada anak-anak yang memang membutuhkan waktu lebih banyak pada kegiatan selain kegiatan belajar di sekolah. Seperti para artis atau selebritas cilik dan remaja yang memang memutuskan untuk fokus pada karirnya, begitu juga para atlit muda yang produktif sehingga hampir seluruh waktunya digunakan untuk berlatih fisik dan persiapan kejuaraan.
Homeschooling juga menjadi pilihan ketika orang tua menganggap sekolah tidak mampu mengatasi tekanan yang dialami anak-anaknya di sekolah seperti bullying, deskriminasi akan keterbatasan kemampuan anak, ataupun tekanan lain yang mungkin terjadi pada anak selama bergaul di sekolah.
Tidak jarang pula orang tua yang berpendapat bahwa kewajiban yang telah mereka bayarkan ke sekolah tidak sebanding dengan apa yang anak-anaknya dapatkan di sekolah, sehingga mereka lebih memilih homeschooling untuk anak-anaknya.
Faktor Ekonomi keluarga pun bisa menjadi salah satu dipilihnya homeschooling sebagai jalan keluar. Ketika sebuah keluarga memiliki banyak anak usia sekolah sementara mereka pun tidak mempercayai sistem pendidikan dasar di sekolah-sekolah negeri, pilihan jatuh pada homeschooling. Tentu saja dibutuhkan komitmen yang kuat dari orang tua untuk menjalankan sistem pendidikan di rumah ini.
Sebagai contoh, kisah sukses keluarga Gen Halilintar yang selama ini menjadi fenomenal. Mereka menerapkan homeschooling pada ke sembilan anaknya. Aktivitas bepergian yang begitu sering dan menyita banyak waktu membuat pasangan Lenggogeni Faruk dan Halilintar Anovial Asmid mendidik langsung anak-anaknya. Komitmen yang kuat dan penyusunan rencana kegiatan rutin menjadi kunci utama keberhasilan keluarga ini dalam menerapkan homeschooling.
Dalam bukunya “Kesebelasan Gen Halilintar”, mereka mencantumkan tabel jadwal aktivitas sehari-hari yang mereka beri nama “24 hour GenH Schooling Schedule” dan mungkin bisa menjadi referensi atau panduan bagi keluarga yang ingin melaksanakan homeschooling.
Tabel tersebut berisi sesi pengembangan diri, kegiatan akademik, kegiatan rumah, dan aktivitas di luar rumah. Jadwal kegiatan beribadah dan istirahat pun tercantum di antara sesi-sesi belajar mereka. Tampak jelas pendidikan yang diterima anak-anak Gen Halilintar benar-benar fullday education.
Di Indonesia, homeschooling kerap disalahartikan oleh beberapa pihak. Homeschooling sering terkesan lebih exclusive dan hanya berlaku bagi kalangan menengah ke atas, dengan mendatangkan tutor-tutor dari lembaga privat ternama dari lembaga swasta. Bahkan sejak maraknya homeschooling di Indonesia, saat ini banyak sekali bermunculan lembaga-lembaga swasta yang menawarkan jasa homescholling. Hal ini tentu saja menjadikan homeschooling ini tidak berbeda dengan pendiidikan nonformal lainnya seperti kursus, lembaga bimbingan belajar, atau les privat.
Padahal dengan alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas, homeschooling dapat dilakukan langsung oleh kedua orang tua di rumah. Tentu saja harus penuh persiapan, dengan mengatur pola kegiatan belajar yang konsisten juga menerapkan pendekatan-endekatan yang efektif dan sesuai bagi anak-anak.
Pada dasarnya, sebuah keluarga yang melaksanakan kegiatan homeschooling secara mandiri atau homeschooling tunggal, bisa menerapkan ajaran sesuai dengan apa yang diharapkan untuk dikuasai oleh anak-anaknya. Apakah akan lebih terfokus pada sisi religi, akademi, atau ingin menciptakan anak-anak dengan jiwa entrepreneur.
Adapun homeschooling majemuk yang dilaksanakan oleh beberapa keluarga dengan konsep yang sama dan kegiatan-kegiatan yang mungkin direncanakan bersama, dapat memberikan penguatan kepada para orang tua dalam menjalankan program ini. Meskipun kegiatan dilaksanakan secara mandiri di tempat masing-masing, para orang tua berkesempatan untuk saling berbagi pengalaman tentang aktivitasnya.
Homeschooling majemuk pun dapat membentuk sebuah komunitas yang lebih besar. Para pelaku homeschooling dapat bersama-sama menyusun dan melaksanakan program, bahan ajar, kegiatan pokok, atau mengatur kegiatan luar rumah bersama secara berkala.
Di luar pro dan kontra terhadap penerapan homeschooling ini, saya percaya pelaku model pembelajaran homeschooling telah mempertimbagkan segala kelebihan dan kekurangannya.
Homescholing merupakan salah satu bentuk penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak. Pendidikan adalah hak bagi setiap anak dan kewajiban bagi otang tua untuk memenuhinya, kapan pun di mana pun baik dalam lembaga formal maupun di luar lembaga atau institusi pendidikan yang disediakan pemerintah.***
Artikel Homeschooling, Trend atau Kebutuhan? karya Savitri Mutia Agustine, sebelumnya dimuat di Majalah Pendidikan Guneman.
Penulis adalah guru SMPN 13 Kota Sukabumi.