ZONALITERASI.ID, – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyampaikan alasan dihapuskannya sertifikasi guru bagi 1,6 juta guru yang belum lulus pendidikan profesi guru (PPG) dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengungkapkan, kendati sertifikasi guru dihapus bagi guru yang belum lulus PPG, namun kesejahteraan mereka akan meningkat dengan penambahan penghasilan lewat tunjangan jabatan fungsional bagi guru ASN dan melalui dana BOS bagi guru non-ASN.
“Jadi, guru yang 1,6 juta yang belum tersertifikasi ini gimana caranya supaya mereka bisa mendapatkan dengan cepat kenaikan penghasilan, mendapatkan kesejahteraan yang layak? Solusinya kita putihkan. Mereka dianggap sudah memenuhi syarat sertifikasi,” ujar Anindito, di Jakarta, Selasa, 13 September 2022, dilansir dari Republika.co.id.
Menurutnya, jika mereka harus menunggu antrean maka akan memakan waktu lama. Sekitar 1,3 juta guru yang sudah lulus PPG saja memakan waktu kurang lebih belasan tahun.
Proses PPG pun terjadi penumpukan karena harus mengakomodasi antrean yang sudah panjang dan mengakomodasi para calon guru baru. Akibatnya antrean akan semakin menumpuk.
“1,3 juta yang sudah sertifikasi itu butuh waktu berapa tahun, nanti tambah lagi, tambah lagi. Kenapa kita ubah sistemnya? Karena sistem yang sekarang tidak berjalan. Kalau berjalan, ngapain kita ubah-ubah,” jelas dia.
Karena nantinya tidak perlu lagi mengikuti PPG, Anindito tak merasa khawatir guru-guru yang belum lulus PPG saat ini akan malas mengikuti PPG. Dengan peningkatan kesejahteraan 1,6 juta guru tersebut, bukan berarti mereka dapat mengesampingkan peningkatan kualitas diri.
Mereka akan diminta untuk meningkatkan kualitas lewat program-program pelatihan yang disediakan oleh Kemendikbudristek.
“Jadi yang di dalam sistem tidak perlu PPG, bukan berarti tidak perlu meningkatkan kualitasnya ya. Sekali lagi kita tingkatkan kesejahteraannya dulu. Kita minta untuk meningkatkan kualitasnya lewat program pelatihan-pelatihan, itu ya ada guru penggerak, merdeka mengajar sehingga nanti kita minta guru untuk ikut,” kata dia.
Ia menjelaskan, peraturan yang ada sekarang mencampurkan penjagaan kualitas guru dengan pengngkatan penghasilan guru. Menurutnya, urutan tersebut adalah urutan yang keliru.
“Urutannya keliru. Urutannya harus berkualitas dulu baru mendapatkan penghasilan yang layak. Kami percaya, peningkatan kualitas akan jauh lebih mudah dilakukan ketika guru sudah mendapatkan penghasilan yang layak dulu, baru kemudian kita minta mereka untuk upgrade dirinya,” jelas Anindito.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim menyampaikan, sekitar 1,3 juta guru yang sudah menerima tunjangan profesi dijamin akan tetap menerima tunjangan profesi yang sudah diberikan hingga pensiun. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 145 ayat (1) RUU Sisdiknas.
“Secara eksplisit, ini sudah ada jaminannya. Ada ketentuan transisi yang menjadi pengganti dari undang-undang yang dicabut. Jadi itu aman,” ujar Nadiem dalam siaran pers, Senin, 12 September 2022.
Pasal tersebut menyebutkan, setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebelum UU Sisdiknas diundangkan akan tetap menerima tunjangan tersebut. Mereka akan menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, kata Nadiem, masih terdapat sekitar 1,6 juta guru yang belum sertifikasi sehingga belum menerima tunjangan profesi.
“Apabila RUU Sisdiknas diluluskan, mereka akan bisa langsung menerima tunjangan tanpa harus menunggu proses sertifikasi dan mengikuti program pendidikan profesi guru (PPG) yang antreannya panjang,” terangnya. (des)***