Ini Aplikasi untuk Mengukur Stres Karya Dosen Fakultas Farmasi Unpad

FOTO PENDIDIKAN APRIL 92
Dosen Fakultas Farmasi Unpad, Irma Melyani Puspitasari, dan tim mengembangkan aplikasi untuk mengukur tingkat stres dan deteksi dini gangguan jiwa, (Foto: Humas Unpad).

ZONALITERASI.ID – Dosen Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad), Irma Melyani Puspitasari, M.T., Ph.D. dan tim mengembangkan aplikasi untuk mengukur tingkat stres dan deteksi dini gangguan jiwa. Aplikasi berbasis Android ini bisa digunakan mahasiswa ataupun masyarakat luas untuk mendeteksi tingkat stres secara efektif dan mudah.

Bersama dua dosen lainnya, Rano K. Sinuraya, M.K.M., Apt., (Fakultas Farmasi) dan Witriani, M.Psi., Psikolog, (Fakultas Psikologi), Irma mengembangkan aplikasi yang diberi nama “De-Stres” sejak 2019. Aplikasi ini bisa diunduh secara gratis melalui platform Google Store di Android.

“Aplikasi ini berfungsi untuk memonitor tingkat stres seseorang secara berkala. Pengguna bisa mengetahui apakah dirinya berada pada kondisi stres atau tidak secara berkala. Ini bertujuan untuk mencegah stres yang berkepanjangan. Kalau stres berkepanjangan akan dapat menimbulkan depresi,” kata Irma, dikutip dari laman Unpad, Selasa, 23 Agustus 2022.

Ia menyebutkan, secara teknis, aplikasi ini berisi kuesioner yang dapat diisi oleh pengguna. Ada dua modul kuesioner yang tersedia. Satu modul untuk mengukur tingkat stres, sedangkan satu modul lagi untuk mengukur tingkat depresi.

Pengguna cukup memerlukan waktu 5-10 menit untuk menjawab kuesioner yang diadaptasi dan divalidasi dari instrumen Perceived Stress Scale-10 (PSS-10) untuk modul tingkat stres, serta instrumen Beck Depression Inventory-II untuk modul tingkat depresi.

“Hasil dari kuesioner tersebut akan menentukan apakah pengguna berada pada kategori stres ringan, sedang, atau berat. Aplikasi akan memberikan hasil kuesioner menggunakan jarum yang menunjuk pada warna tertentu, yaitu dimulai dari hijau hingga merah,” terangnya.

Bila jarum menunjuk ke warna cenderung merah, lanjut Irma, maka pengguna dikategorikan mengalami stres cukup berat.

“Jika hasil menunjukkan kadar stres besar, aplikasi akan memberikan saran bagi pengguna untuk mengatasi permasalahan mental tersebut. Saran tersebut dimulai dari dorongan kepada pengguna untuk menceritakan permasalahannya kepada orang yang dipercaya hingga menyarankan untuk mendatangi profesional psikolog atau psikiater (dokter spesialis kesehatan jiwa),” ujarnya.

Tidak Terdeteksi

Dosen yang mengajar mata kuliah Farmakoterapi Gangguan Syaraf dan Psikiatri ini mengatakan, kenyataan di lapangan, banyak mahasiswa ataupun masyarakat yang tidak terdeteksi memiliki gangguan kesehatan mental. Hal ini yang menyebabkan banyak kasus bunuh diri diakibatkan stres yang berujung pada depresi.

Karena itu, alat ukur untuk mendeteksi kondisi stres dirancang dengan menggunakan model aplikasi pada telepon seluler. Diharapkan, alat ukur berbasis aplikasi di ponsel ini lebih mudah dan efektif digunakan untuk pengguna.

“Karena secara berkala, nanti di aplikasi akan ada history-nya. Idealnya bisa digunakan sebulan sekali,” kata Irma.

Irma juga menerapkan aplikasi ini ke dalam mata kuliah yang diampunya.

“Aplikasi ini diharapkan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Irma. (haf)***