Ini Cara Menjelaskan Seks pada Anak Down Syndrome

FOTO PK 6
Ilustrasi, (Foto: Solider.id).

ZONALITERASI.ID – Anak down syndrome juga memiliki hasrat seks. Sehingga, ketertarikan kepada lawan jenis adalah sesuatu yang wajar.

“Anak dengan down syndrome punya rasa seks. Jangan takut untuk itu, tapi kita jaga sejak dini,” ujar pendiri Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome (POTADS) Noni Fadhilah, dikutip dari Liputan6.com.

Noni yang juga memiliki anak down syndrome, menceritakan, anaknya mulai menstruasi pada usia 11. Sebelum menstruasi itu terjadi, ia mengaku sempat sangat khawatir karena memikirkan bahwa anaknya belum bisa membersihkan tubuh secara mandiri.

“Jadi di usia 5 tahun saya sudah menyertakan dia untuk melihat bagaimana kita membersihkan, menggunakan, kemudian apa yang harus dilakukan setelahnya,” ungkapnya.

Noni mengajarkan hal tersebut secara berkelanjutan setiap bulan hingga putrinya menginjak usia 11. Ternyata, pengajaran ini memperlihatkan hasil yang baik hingga saat menstruasi tiba, anaknya tidak panik.

“Dia tidak panik, tidak nangis, namun dia diam di balik tempat tidurnya dan mengatakan bahwa dia berdarah. Dia tidak takut dan tidak khawatir, dia hanya takut nanti berbekas,” sebutnya.

Setelah menstruasi, perubahan pada putrinya cukup signifikan. Ia mulai menyukai pria tampan yang tampak di layar kaca.

Sebagai orang tua, Noni menanggapi hal itu sebagai hal wajar namun orang tua perlu mengajarkan hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait hal-hal dewasa.

“Di situlah kita berperan sebagai sahabat dan ibu dia. Kalau bisa berikan gambaran-gambaran juga sehingga mereka tidak dilecehkan oleh orang,” terangnya.

Menurutnya, rata-rata pelecehan seksual pada anak berkebutuhan khusus dilakukan oleh orang terdekat. Salah satu cara antisipasinya adalah tidak boleh dimandikan atau tidur bersama lawan jenis walaupun itu ayahnya sendiri.

“Karena mereka juga bisa merasakan sesuatu yang nikmat. Ajarkan untuk tidak sembarangan menyentuh dan disentuh orang. Kalau sekadar suka itu manusiawi tapi tetap kita beri rambu-rambu seperti ke anak non disabilitas,” pungkas Noni.

Diketahui, down syndrome adalah kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, dan kelainan fisik yang khas.

Down syndrome merupakan kelainan genetik yang cukup sering terjadi. Data WHO memperkirakan 3000 hingga 5000 bayi terlahir dengan kondisi ini setiap tahunnya. Dengan penanganan yang tepat, penderita dapat hidup dengan sehat dan mampu menjalani aktivitas dengan mandiri, walaupun kelainan ini belum dapat disembuhkan. (gib)***