Ini Tiga Pesan Rektor UIN Bandung Saat Upacara Penghormatan Bendera Merah Putih dan Doa

1631876998
Rektor UIN Bandung, Prof. Mahmud, saat menjadi pembina upacara Penghormatan Bendera Merah Putih dan Doa secara luring di Taman Kujang, depan Gedung Anwar Musaddad, Jumat (17/9/2021), (Foto: Humas UIN Bandung).

ZONALITERASI.ID – UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Upacara Penghormatan Bendera Merah Putih dan Doa secara luring di Taman Kujang, depan Gedung Anwar Musaddad, Jumat (17/9/2021).

Upacara Penghormatan Bendera Merah Putih dan Doa ini berdasarkan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2021.

Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, unsur pimpinan mengikuti upacara ini dan Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si. bertindak sebagai pembina upacara.

“Apel 17 ini dalam rangka hormat bendera dan doa bersama yang merujuk pada Instruksi Menteri Agama Nomor 2, sekalipun pemberitahuannya agak mendadak kepada Ibu Bapak sekalian karena saya pun baru menerima kemarin sore. Kalau saya baca dari instruksi tersebut adalah dalam rangka memperkokoh kesadaran kita terhadap kebangsaan, memperkuat jiwa nasionalisme kita, dan sekaligus menunjukkan kepada semua pihak bahwa kita anak bangsa itu betul-betul berkomitmen untuk menjaga NKRI,” kata Rektor.

Rektor mengajak civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk mengedepankan profesionalisme, kebangsaan, dan keberagamaan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan Islam dan mewujudkan kampus yang unggul dan kompetitif.

“Pertama, profesionalisme. Saya berharap saudara tampil menjadi tenaga pendidik, dosen dengan tugas tambahan yang profesional sesuai dengan bidang yang saudara miliki. Jangan ada cerita mengabaikan tusi, di mana kita menjadi pejabat di situ, kemudian memprioritaskan pekerjaan lain yang tentu saja meninggalkan tusi utama. Saya ingin ketika saudara sudah membuat kontrak siap untuk melaksanakan jabatan tersebut, maka di jabatan tersebut harus prioritas, bukan tidak boleh pada sektor yang lain,” katanya.

Untuk yang kedua, lanjut Rektor, soal wawasan kebangsaan. Hubungan Islam dengan cinta Tanah Air ini sudah final. Hal ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan oleh Hadratussyaikh tentang cinta Tanah Air. Hubbul Wathon Minal Iman.

Rektor menuturkan, tidak salah bila para ulama mengatakan bahwa cinta Tanah Air merupakan bagian dari iman (hubbul wathan minal iman).

Bela negara menjadi keharusan bagi umat Islam. Sebab, Rasulullah telah mencontohkannya dalam menjaga Kota Mekah dan Madinah.

“Kalau ada segelintir orang yang mempertanyakan loyalitas umat Islam tentang cinta Tanah Air atau bela negara, jawabannya wajib. Sebab, cinta Tanah Air dan bela negara untuk umat Islam sebuah keharusan. Rasulullah telah mencontohkanya dalam menjaga Mekah dan Madinah. Meskipun harus rela berhijrah untuk mempertahankan dan menyebarkan ajaran Islam. Fathul Mekah menjadi menjadi bukti atas kecintaan Rasul terhadap Kota Mekah,” ujarnya.

Kata Rektor, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, diceritakan Rasulullah sendiri pernah mengungkapkan rasa cintanya terhadap Makkah, tanah kelahirannya saat berhijrah.

Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu’.

“Karena kecintaan Rasul pada Makkah saat 40 kaki melangkah, Nabi menoleh ke belakang untuk melakukan hijrah ke kota Yatsrib (Madinah) sambil berdoa: Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah,” sebutnya.

Rektor menambahkan, untuk yang ketiga, menghargai keberagaman yang diharapkan dapat menyebarluaskan Islam rahmatan lil ‘alamin, moderat, wasathiyah, dan berperan aktif dalam menjaga keutuhan NKRI.

“Untuk urusan kebangsaan, bela negara, cinta Tanah Air sudah final. Tidak ada perdebatan lagi. Karena para ulama pendahulu kita telah menegaskan cinta Tanah Air itu sebagian dari iman. Oleh karena itu, kebangsaan, keberagamaan ini harus menjadi sesuatu yang sudah buat kita selesai. Jadi jangan ada lagi cerita diantara ASN di sekitar akademika masih mempersoalkan tentang kebangsaan. Jangan sampai kita terpapar oleh pemahaman atau pikiran-pikiran radikal,” pungkasnya. (des)***