ZONALITERASI.ID – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memberikan beasiswa sekolah spesialis.
Pendaftaran program beasiswa bertajuk program bantuan pendidikan (PBP) ini dibuka pada 6–26 Juni 2022.
”PBP merupakan bantuan yang disiapkan pemerintah dalam rangka penyiapan program pendidikan dokter spesialis-subspesialis (PPDS) dan dokter gigi spesialis (PPDGS). Ini sebagai bentuk dukungan pelaksanaan transformasi sumber daya tenaga kesehatan serta tercapainya pemenuhan dan pemerataan,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin, Kamis, 2 Juni 2022, dikutip dari JawaPos.com.
Calon peserta bantuan pendidikan diutamakan pada tujuh program spesialis yang direkomendasikan RS pemerintah yang membutuhkan. Di antaranya, jantung, penyakit dalam, saraf, dan bedah umum.
Selain itu, calon peserta bisa diusulkan dari dinas kesehatan provinsi, UPT (unit pelaksana teknis) Kemenkes, Kementerian Pertahanan, TNI/Polri, dan calon peserta pasca penugasan Nusantara Sehat.
”Selain pemberian bantuan pendidikan ini, pada saat yang sama Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Dikti Kemendikbudristek untuk bantuan biaya pendidikan yang bisa didapatkan melalui program LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan),” jelasnya.
Budi menyatakan, berdasar data WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), rasio dokter untuk warga negara Indonesia adalah 1:1.000 dokter. Sementara, di negara maju rasionya 3:1.000 dokter.
“Saat ini jumlah dokter yang tersedia di Indonesia sekitar 270 ribu orang. Lulusan dokter setahun hanya 12 ribu orang. Dibutuhkan setidaknya 10 tahun, bahkan lebih, untuk mengejar ketertinggalan jumlah dokter minimal sesuai dengan standar WHO,” ujarnya.
Ia menyebutkan, ketersediaan tenaga kesehatan spesialis di fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia, terutama untuk penyakit-penyakit kronis, saat ini masih sangat kurang. Banyak tenaga kesehatan, terlebih yang spesialis, yang terkonsentrasi di kota-kota besar.
Selain itu, Budi berharap setiap provinsi bisa memberikan layanan kesehatan yang memakan biaya besar dan paling berisiko. Misalnya, jantung, bedah saraf, dan ginjal.
”Masih banyak provinsi yang tidak bisa memberikan layanan jantung di provinsi tersebut. Akibatnya, kalau butuh intervensi, harus diterbangkan ke daerah lain,” ungkapnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi SpOT menyatakan dukungannya terhadap program beasiswa tersebut.
”Karena selama ini hampir semua pendidikan dokter spesialis menggunakan biaya mandiri,” jelasnya.
Menurut Adib, dengan diberikannya beasiswa, dokter spesialis yang sudah mendapatkan beasiswa tersebut bisa ditugaskan ke daerah atau wilayah yang membutuhkan keahliannya. Ia juga berharap upaya Kemenkes ini mendorong pemerintah daerah memberikan beasiswa yang sama. Tujuannya juga sama. Para penerima beasiswa dapat mengabdi bagi wilayah masing-masing.
”Terkait dengan distribusi dokter spesialis di daerah, perlu ada analisis kebutuhan atau demand dokter dan dokter spesialis dari wilayah yang membutuhkan,” tuturnya.
Adib menambahkan, persebaran dokter ini memerlukan dukungan kebutuhan infrastruktur, sarana-prasarana, dan alat kesehatan.
“Selain itu, perlu ada perhatian mengenai jenjang karier, kesejahteraan, fasilitas sosial, dan jaminan keamanan yang mendukung. Dengan begitu, para dokter dan dokter spesialis bisa bekerja dan bertahan di wilayah tersebut,” pungkasnya. (des)***