Kapasitas Kepribadian Guru Bimbingan dan Konseling di Era Milenium (Tantangan dan Harapan)

ilustrasi konsultasi bk 20171210 171343
Ilustrasi, (Foto: Tribunnews.com).

Oleh Ineu Maryani, M.Pd.

BERADA pada situasi dan kondisi globalisasi sekarang ini, semua kemajuan bergerak dengan sangat cepat. Perubahan-perubahan dalam berbagai bidang, menuntut kesiapan bagi siapapun untuk mengadaptasi setiap perubahan dan kemajuan yang terjadi. Semua bidang berpacu susul menyusul dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta komunikasi media sosial yang sangat luar biasa.

“Dunia ada di genggaman’ semua informasi di belahan dunia manapun akan mudah  diakses  kapanpun, di mana pun dan oleh siapapun tanpa batas. Tentu saja ada sisi positif dan negatif yang menyertainya. Perubahan globalisasi tentu saja mengubah hampir keseluruhan tatanan kehidupan masyarakat dunia. Termasuk kehidupan siswa-siswa kita yang nota bene sedang mencari jati diri. Remaja akan sangat mudah “berkamuflase” menjadi apapun berdasarkan apa yang dilihatnya,  didengarnya, disukainya, trending, tentu tanpa filter untuk memahami apa yang diikutinya baik atau buruk.

Guru Bimbingan dan Konseling yang bertugas memberikan layanan kepada remaja baik di SMP atau di SMA, senantiasa akan dihadapkan dengan berbagai persoalan yang tidak mudah, peningkatan persoalan terjadi pada berbagai bidang garapan bimbingan dan konseling. Masalah pribadi, masalah sosial, masalah belajar, dan masalah karirnya. Sebuah tantangan untuk ditaklukan oleh seluruh guru bimbingan dan konseling dengan peningkatan  kompetensinya yang terus menerus diasah.

Harapan akan eksistensi bimbingan dan konseling sebagai bagian yang integral dalam dunia pendidikan nasional yang mewujud dalam kiprah guru bimbingan dan konseling yang terus menerus ‘melangkah’ dalam ketulusan dan kerja keras tiada lelah.

Guru Bimbingan dan Konseling adalah guru yang diharapkan akan dapat menjembatani persoalan-persoalan siswa di sekolah yang menjadi tantangan baginya. Guru Bimbingan dan Konseling adalah guru yang diharapkan siswa untuk senantiasa menerima siswa dengan ramah dan menyenangkan, memahami setiap kesalahan dan persoalan yang dihadapi siiswa dengan penuh empati.

Sesuai dengan  salinan  Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional  Nomor  27  Tahun  2008  bahwa  kinerja  Guru Bimbingan dan Konseling harus dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Guru Bimbingan dan Konseling juga harus memiliki kompetensi akademik dan profesional yang menyatu dalam dirinya.

Menurut salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor Sekolah atau Guru Bimbingan dan Konseling, ada  empat  kompetensi  yang  harus  dimiliki oleh konselor, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi professional, dan kompetensi kepribadian.

Salah satu  faktor yang paling menentukan dan harus dimiliki adalah kompetensi kepribadian dibandingkan dengan kompetensi sosial, profesional dan pedagogik. Hal tersebut didasarkan hasil penelitian  bahwa persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap self disclosure (keterbukaan)  siswa dibandingkan dengan persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik, sosial, dan profesional konselor. Hal ini dikarenakan kompetensi kepribadian ini berkaitan langsung dengan sikap konselor terhadap siswa baik di dalam maupun luar kelas, serta menunjukkan karakter diri konselor itu sendiri. (Santi Nur Oktafoani, 2015)

Pada kompetensi kepribadian guru bimbingan  perlu memiliki kepribadian yang meliputi beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih, menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, serta menampilkan kinerja berkualitas yang tinggi. 

Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu penelitian tentang kepribadian guru bimbingan dan konseling diperoleh informasi bahwa (1) Guru Bimbingan dan Konseling kurang berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan (2) dalam pemberian layanan konseling perorangan Guru Bimbingan dan Konseling  kurang peduli terhadap masalah siswa dan tidak mendalami masalah siswa, sehingga layanan yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling cenderung dengan waktu yang pendek dan tergesa-gesa, (3) Guru Bimbingan dan Konseling belum mampu menampilkan emosi yang stabil di depan siswa, (4) Guru Bimbingan dan Konseling kurang senyum dan acuh tak acuh pada saat berpapasan dengan siswa, (5) Hubungan sosial antara Guru Bimbingan dan Konseling dengan siswa belum akrab. (Sisrianti et al., 2013)

Selain itu berdasarkan hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa  ada hubungan yang positif dan  signifikan antara kepribadian guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa. (Santi Nur Oktafoani, 2015), Hal ini berarti bahwa siswa akan cenderung untuk mau terbuka mengemukakan berbagai persoalannya kepada Guru Bimbingan dan Konseling yang memiliki kepribadian yang baik. Keterbukaan siswa terhadap Guru Bimbingan dan Konseling merupakan faktor yang terpenting agar pengentasan masalah siswa sesulit apapun akan mudah teratasi.

Maka peningkatan kapasitas kepribadian bagi Guru Bimbingan dan Konseling adalah suatu keniscayaan sebagai tantangan yang terus menerus untuk diproses, sehingga dengan kepribadian baik yang dimiliki akan menumbuhkan  rasa percaya siswa terhadap guru bimbingan dan konseling. Di era globalisasi saat ini ketika persoalan remaja dan kehidupannya semakin komplek maka yang dibutuhkan oleh remaja adalah seseorang yang dapat dipercayai yang mau mendengarkan keluh kesahnya dengan nyaman dan terbuka.***

Penulis adalah Guru Bimbingan dan Konseling SMPN 1 Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat