Kekerasan Seksual, KPAI: 77,78% Terjadi di Satuan Pendidikan di Bawah Kemenag

istock 1157828907jpg 20210911010810
Ilustrasi kekerasan terhadap siswa, (Foto: Tribunnews.com).

ZONALITERASI.ID – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, setidaknya ada 18 kasus kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan.

Catatan itu diambil dari pemantauan KPAI dalam periode 2 Januari sampai 27 Desember 2021.

“Kasus yang terpantau ada yang dari hasil laporan keluarga korban ke pihak kepolisian atau yang muncul di media massa,” kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti, Selasa, (28/12/2021).

“Selama tahun 2021, ada 3 bulan tidak muncul kasus kekerasan seksual di media massa ataupun yang dilaporkan kepolisian, yaitu pada bulan Januari, Juli dan Agustus. Sembilan bulan lainnya muncul kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang dilaporkan ke kepolisian, dan diberitakan di media massa,” sambung Retno.

Ia menyebutkan, dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22% dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemendikbudristek, dan 14 atau 77,78% terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama (Kemenag).

Sedangkan lokasi kejadian meliputi 17 Kabupaten/Kota di sembilan provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogjakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara. Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua. Sedangkan kabupaten/kota meliputi Cianjur, Depok, Bandung, dan Tasikmalaya (Jawa Barat); Sidoarjo. Jombang, Trengalek, Mojokerto dan Malang (Jawa Timur); Cilacap dan Sragen (Jawa Tengah); Kulonprogo (D.I Yogjakarta); Solok (Sumatera Barat); Ogan Ilir (Sumatera Selatan); Timika (Papua); dan Pinrang (Sulawesi Selatan).

Boarding School

Mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di satuan pendidikan berasrama atau boarding school, yaitu sebanyak 12 satuan pendidikan (66,66%) dan terjadi kekerasan seksual di satuan pendidikan yang tidak berasrama hanya di enam satuan pendidikan (33,34%).

Kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan di bawah Kemendikbudristek pun dua di antaranya adalah sekolah berasrama, yaitu di Kota Medan, Kota Batu, dan Kota Malang.

Pelaku kekerasan seksual terdiri dari pendidik/guru sebanyak 10 orang (55,55%); Kepala Sekolah/ Pimpinan Pondok Pesantren sebanyak 4 orang (22,22%); pengasuh (11,11); tokoh agama (5.56%) dan Pembina Asrama (5,56%).

Total jumlah pelaku ada 19 orang, meskipun total kasusnya 18, karena untuk Ponpes di Ogan Ilir ada 2 pelaku, keduanya merupakan guru. Seluruh pelaku adalah laki-laki.

Namun, untuk korban ada anak laki-laki maupun anak perempuan. Adapun total jumlah anak korban adalah 207 orang, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki.

Usia korban dari rentang 3 – 17 tahun, dengan rincian, usia PAUD/TK (4%), usia SD/MI (32%); usia SMP/MTs (36%), dan usia SMA/MA (28%).

Sedangkan modus pelaku sangat beragam, di antaranya adalah mengiming-imingi korban mendapat nilai tinggi, diiming-imingi jadi Polwan, diiming-imingi bermain game online di tablet pelaku, pelaku minta dipijat korban lalu korban di raba-raba bagian intimnya saat memijat, pelaku meminta korban menyapu gudang namun kemudian dicabuli di dalam gudang, mengancam memukul korban jika menolak, mengeluarkan dalil-dalil harus nurut pada guru, dan dalih terapi alat vital yang bengkok.

Sistem Perlindungan

Retno mengatakan, KPAI mendorong Kemendikbudristek dan Kemenag untuk membangun sistem perlindungan terhadap peserta didik selama berada di lingkungan satuan pendidikan dengan sistem berlapis, terutama pada satuan pendidikan berasrama atau boarding school.

Peraturan Menteri harus disertai penanganan dan penindakan kepada para pelaku kekerasan di lingkungan pendidikan.

“Kami juga mendorong agar Permendikbud No. 82 Tahun 2015 disosialisasikan secara masif kepada dinas-dinas pendidikan di seluruh wilayah. Masih banyak sekolah yang belum tahun permendikbud itu,” tuturnya.

Ia juga mendorong agar portal-portal pengaduan kekerasan di satuan pendidikan diperbanyak dan mudah diakses oleh orang banyak.

“Kami juga mendorong agar satuan pendidikan harus berani mengakui dan mengumumkan bila ada kasus kekerasan seksual di lingkungannya. Permintaan maaf juga perlu disertai,” tuturnya. ***