ZONALITERASI.ID – Menyusul makin maraknya kekerasan seksual di dunia pendidikan sepanjang tahun 2021, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak agar RUU Tindak Pidana Pelecehan Seksual (TPKS) segera disahkan menjadi Undang-Undang.
“Tambah maraknya kekerasan seksual sangat memprihatinkan. Kondisi tersebut akibat dari aturan hukum maupun Undang-Undang untuk menjerat para pelaku belum memadai,” kata Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Amiruddin, dilansir dari JawaPos.com, Rabu, 12 Januari 2022.
Menurutnya, banyak pihak tak peduli terhadap kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Mulai dari masyarakat sampai aktor-aktor negara dan pemerintah mengabaikan kondisi itu.
“Karena itu RUU TPKS mendesak untuk disahkan. Hal ini semata demi perlindungan HAM Perempuan Indonesia,” harap Amir.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, terjadi 18 kasus kekerasan seksual pada anak di institusi pendidikan selama tahun 2021. Seluruh kasus terjadi antara 2 Januari-27 Desember 2021.
KPAI mengumpulkan data melalui pemantauan kasus yang dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisan dan pemberitaan media massa.
Selama 2021, hanya 3 bulan yang tidak muncul kasus kekerasan seksual di media massa ataupun yang dilaporkan ke kepolisian. Yaitu pada Januari, Juli, dan Agustus. Sedangkan 9 bulan lainnya muncul kasus kekerasan seksual pada anak di institusi pendidikan yang dilaporkan ke kepolisian dan diberitakan di media massa.
“Dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22 persen dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemendikbudristek. Dan 14 atau 77,78 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti, Rabu, 29 Desember 2021.
Sementara itu, terkait lokasi kejadian kekerasan pada anak tersebar di 17 Kabupaten/Kota pada sembilan provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogjakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara. Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Sedangkan kabupaten/kota meliputi Cianjur, Depok, Bandung, Tasikmalaya, Sidoarjo, Jombang, Trengalek, Mojokerto, Malang, Cilacap, dan Sragen. Kemudian Kulonprogo, Solok, Ogan Ilir, Timika, dan Pinrang.
Mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di satuan pendidikan berasrama atau boarding school, sebanyak 12 sekolah atau 66,66 persen. Sementara kekerasan seksual di satuan pendidikan yang tidak berasrama terjadi di 6 sekolah atau 33,34 persen.
Retno memaparkan, pelaku kekerasan seksual dilakukan oleh berbagai kalangan. Mulai dari pendidik atau guru sebanyak 10 orang; kepala sekolah atau pimpinan pondok pesantren sebanyak 4 orang; dan pengasuh, tokoh agama, dan pembina asrama sebanyak 4 orang.
“Total jumlah pelaku ada 19 orang, meskipun total kasusnya 18. Karena untuk Ponpes di Ogan Ilir ada 2 pelaku, keduanya merupakan guru,” jelas Retno. (haf)***