ZONALITERASI.ID – Program Organisasi Penggerak dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dikhawatirkan hanya akan menjadi pemborosan anggaran. Pasalnya, kriteria pelatihan yang diterapkan dianggap terlalu umum.
Diketahui, tepat seminggu yang lalu Mendikbud meluncurkan program Merdeka Belajar jilid 4, yaitu Organisasi Penggerak. Dalam program ini, organisasi-organisasi yang selama ini menangani pelatihan guru untuk membuat proposal pelatihan.
Proposal yang diterima akan terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kategori gajah dengan sasaran lebih dari 100 sekolah, dapat memperoleh bantuan Rp 20 miliar per tahun; kategori macan dengan sasaran antara 21 sampai dengan 100 sekolah, dapat memperoleh bantuan Rp 5 miliar per tahun; dan kategori kijang dengan sasaran antara 5 sampai dengan 20 sekolah, dapat memperoleh bantuan Rp 1 milyar per tahun.
Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji, mengatakan, kriteria pelatihan guru yang dirancang Kemendikbud melalui program Organisasi Penggerak hanya menyebutkan literasi, numerasi dan pengembangan karakter.
Seharusnya, dengan anggaran program yang mencapai Rp 595 miliar per tahun, kriteria itu bisa dirancang dengan lebih spesifik dan bisa diukur.
“Program ini adalah suatu ide baru yang patut diapresiasi. Walaupun demikian, ada kekhawatiran jika program yang akan memakan APBN sebesar Rp 595 milyar per tahun ini akan kembali berdampak minim pada peningkatan kualitas dan kapasitas guru dikarenakan kriteria pelatihan yang diharapkan dinilai terlalu umum,” katanya, Kamis (19/3/2020), dikutip Pikiran-rakyat.com.
Ia mengharapkan adanya target yang lebih spesifik ke depannya dari Organisasi Penggerak. Menurutnya, saat ini Indonesia membutuhkan program-program pendukung pembangunan SDM unggul yang dapat berjalan dengan baik dan sesuai sasaran.
Indonesia, lanjutnya, butuh generasi masa depan yang memiliki nalar tinggi, berakhlak mulia, dan mampu memanfaatkan teknologi secara optimal. Dengan memiliki SDM unggul maka cita-cita 100 tahun Indonesia Merdeka untuk menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia dapat tercapai.
“Semuanya harus dimulai dari persiapan para pendidik yang matang,” ujarnya.
Inisiasi
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Supriano mengatakan, Program Organisasi Penggerak diharapkan membantu menginisiasi Sekolah Penggerak yang idealnya memiliki empat komponen.
Pertama, Kepala Sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar. Kedua, Guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa.
Ketiga, siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, kritis, kreatif, dan kolaboratif (gotong royong). Keempat, terwujudnya Komunitas Penggerak yang terdiri dari orang tua, tokoh, serta organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah meningkatkan kualitas belajar siswa.
“Kemendikbud mendorong hadirnya ribuan Sekolah Penggerak yang akan menggerakan sekolah lain di dalam ekosistemnya sehingga menjadi penggerak selanjutnya,” ujar Supriano.
Menurutnya, fase pertama program akan dilaksanakan dari tahun 2020 sampai dengan 2022. Pada periode ini, Program Organisasi Penggerak akan meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD, SMP.
Ia mengatakan, aktivitas yang diselenggarakan Kemendikbud dalam mendukung Program Organisasi Penggerak meliputi identifikasi, evaluasi, dan seleksi calon Organisasi Penggerak berbasis proposal dengan melampirkan bukti dampak pelaksanaan program di waktu lampau.
Kemudian memberikan dukungan pelaksanaan program selama periode implementasi. Lalu, melakukan monitoring dan evaluasi melalui pengumpulan data pelaksanaan program dalam tiga periode, yaitu tahap pertama (baseline), tahap paruh pelaksanaan (midline), dan tahap akhir (endline).
“Kemendikbud juga akan melakukan observasi proses pembelajaran selama implementasi program dengan memberdayakan SDM terdekat. Lalu, melakukan pengawasan dan pendampingan penggunaan dana bantuan pemerintah. ***