ZONALITERASI.ID – Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri, satuan-satuan pendidikan dapat menerapkan kurikulum portotipe mulai 2022 hingga 2024. Lalu, hasil dari penerapan kurikulum ini akan dievaluasi.
“Selama dua tahun, yaitu tahun 2022 sampai dengan 2024 sekolah dapat menerapkan kurikulum prototipe ini. Untuk kemudian akan kita evaluasi kembali,” kata Zulfikri, dilansir dari Republika.co.id, Kamis (30/12/2021).
Ia menyebutkan, Kemendikbudristek telah melakukan beberapa terobosan, antara lain dengan menyederhanakan Kurikulum 2013 menjadi kurikulum darurat, yang dilakukan sebagai upaya pemulihan pembelajaran sebagai bagian dari mitigasi hilangnya pembelajaran. Karena bersifat pemulihan, Kemendikbudristek melakukan pengurangan materi dari Kurikulum 2013 yang padat dan dipilih materi yang esensial.
“Melalui kurikulum darurat ini guru punya waktu memulihkan proses pembelajaran dan melakukan inovasi pembelajaran yang fokus kepada anak berdasarkan konteks, kebutuhan, dan potensi anak yang beragam,” katanya.
Selanjutnya Zulkifri menuturkan, dalam waktu dekat, Kemendikbudristek segera menawarkan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran. Opsi kurikulum yang ditawarkan adalah kurikulum prototipe, yang mendorong pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Menurutnya, untuk melihat efektivitas penerapan kurikulum prototipe secara terbatas, satuan pendidikan yang telah bergabung dalam barisan Sekolah Penggerak akan dilibatkan.
“Penerapan kurikulum prototipe bukanlah suatu perintah atau kewajiban bagi satuan pendidikan, melainkan pilihan. Kami ingin, satuan pendidikan menerapkannya berdasarkan pemahaman yang baik sehingga merasa memiliki dengan kurikulum apapun yang dipilih. Bukannya mengatakan ini kurikulum pusat. Sekali lagi, tidak ada unsur paksaan karena kalau status kebijakan ini wajib, maka siapapun akan menjalankannya meski sebenarnya dia tidak mau atau tidak paham,” katanya.
Berbasis Proyek
Dikatakannya, bagi satuan pendidikan yang tertarik, sebagai langkah awal mereka akan diberi pemahaman tentang paradigma kurikulum ini terlebih dahulu. Lalu, sekolah diberi kebebasan untuk memilih apakah ingin langsung belajar sambil praktik, atau ingin mempelajari dulu konsepnya selama satu tahun untuk kemudian baru diimplementasikan di tahun berikutnya.
“Kemudian, guru dan siswa diberi kesempatan untuk memberi umpan balik terkait pengalaman mereka selama menjalankan kurikulum ini,” jelas Zulfikri.
Ia menjelaskan, kurikulum prototipe merupakan kurikulum berbasis proyek yang mengacu pada nilai-nilai Pelajar Pancasila. Misalnya, ketika siswa belajar kepedulian terhadap lingkungan dengan cara mengelompokkan sampah, maka saat yang sama mereka juga belajar bekerja sama.
Menurutnya, akan sangat mungkin satu proyek terkait dengan beberapa materi pembelajaran maupun lintas mata pelajaran. Proyek-proyek tersebut tidak menambah waktu belajar, tetapi mengambil 20-30 persen jam pelajaran.
“Orientasinya memberi ruang kepada anak berkreasi dan mengembangkan potensi belajar mereka. Supaya anak merasa menemukan makna dari belajar itu dan bisa memecahkan masalahnya sendiri secara mandiri maupun berkelompok sehingga sisi akademik dan nonakademiknya berkembang secara utuh,” terangnya.
Peran Guru BK
Untuk mengoptimalisasikan penerapan kurikulum prototipe, Zulfikri menyarankan agar guru Bimbingan Konseling (BK) turut membantu siswa menentukan pilihan mata pelajaran yang sesuai dengan minatnya. Saat ini, pihaknya sedang rumuskan panduan untuk itu, termasuk pengelolaan kelasnya.
“Apakah ada batasan minimum untuk kelas peminatan tertentu dan bagaimana mengarahkan anak dalam menentukan pilihan sesuai minat mereka? Dua tahun ini masa pengembangan dan evaluasi. Tahun 2024 nanti kita akan lihat kurikulumnya seperti apa secara nasional,” jelas Zulfikri.
Zulfikri juga mengingatkan, sebelum guru sebelum memulai pembelajaran, pastikan guru memahami materi yang akan dipelajari siswa, apa makna dari pembelajaran tersebut. Selain itu, penting pula bagi guru untuk memahami metode apa yang menarik minat belajar siswa serta mengidentifikasi perubahan-perubahan positif pada diri siswa setelah belajar.
“Kepala kepala sekolah, mereka harus paham betul konsep pembelajaran yang berorientasi pada siswa supaya bisa mengelola SDM yang ada di satuan pendidikan dan melihat kualitas belajar anak,” katanya. (haf)***