ZONALITERASI.ID – Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek menarik peredaran buku panduan untuk program Sastra Masuk Kurikulum. Itu dilakukan untuk memperbaiki beberapa kekeliruan di dalam buku berjudul Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra itu.
Sebelumnya berbagai elemen masyarakat, seperti PP Muhammadiyah mendesak agar Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra ditarik dari peredaran.
“Ada hal-hal yang keliru dan perlu diperbaiki. Salah satunya termasuk dari para kurator yang menyampaikan surat kepada kami, memprotes mengenai buku panduan itu, memberi masukan, memberi kritik terhadap buku panduan itu,” kata Kepala BSKAP Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, Jumat, 31 Mei 2024.
Anindito menuturkan, BSKAP Kemendikbudristek tengah memperbaiki kekeliruan tersebut dengan sebelumnya menarik dari peredaran buku panduan terhitung sejak 22 Mei 2024, dua hari setelah diterbitkan pertama kali.
Beberapa kekeliruan itu, seperti ada sastrawan yang sebenarnya masih hidup, namun ditulis sudah meninggal. Selain itu, terdapat kekeliruan juga soal cara buku panduan itu melakukan ulasan, komentar, hingga disclaimer.
“Jadi tone-nya mungkin terlalu negatif dan tanpa konteks gitu ya, hanya memotong bagian-bagian tertentu yang sensitif, sehingga seolah-olah buku itu mempromosikan perundungan, mempromosikan kekerasan seksual, padahal sebaliknya,” katanya.
Proses Kurasi
Anindito mengatakan, proses kurasi karya-karya sastra untuk kepentingan program tersebut berlangsung dua tahap. Pada tahap pertama, tim kurator yang terdiri dari para sastrawan, guru dan akademisi, memberikan usulan mengenai karya sastra yang bisa dimasukkan ke dalam kurikulum untuk setiap jenjang sekolah. Setelah ada usulan, kemudian masuk ke tahap selanjutnya, yakni ulasan oleh tim guru dari tiap jenjang sekolah.
“Jadi, ini tim terpisah ya, tim terpisah yang terdiri dari para guru untuk mereview usulan karya sastra, hasil kerja para kurator tadi. Tim reviewer ini juga diminta untuk menyusun buku panduan karena tidak semua karya itu cocok untuk semua guru, semua murid, tidak setiap karya cocok untuk semua usia juga,” katanya.
Buku panduan dari Kemendikbudristek pada awalnya diterbitkan sebagai alat bantu bagi tim guru pengulas karya sastra.
“Kami merasa perlu membuat buku panduan yang membantu guru untuk memilih dan memilah dari ratusan judul yang diusulkan tadi, yang direkomendasikan, itu mana yang cocok untuk murid saya, yang cocok untuk kelas saya, yang cocok untuk mata pelajaran saya,” tuturnya.
Anindito menekankan tidak ada kewajiban bagi guru untuk menggunakan karya-karya sastra yang diusulkan dalam proses belajar.
“Semua perangkat yang dibuat dalam program ini, mulai dari daftar buku, panduan, sampai contoh modul ajar, adalah alat bantu guru yang bersifat opsional dan dinamis karena akan selalu diperbarui,” katanya.
Novelis sekaligus kurator karya sastra, Okky Madasari, mengatakan, pendekatan pedagogi dilakukan dalam proses kurasi, khususnya yang bersandar kepada proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5).
“Dalam proses itu yang kami lihat adalah nilai apa yang bisa diajarkan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan buku ajar karya sastra itu,” tuturnya.
Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Nonformal PP Muhammadiyah sebelumnya mendesak buku panduan sastra tersebut ditarik dari peredaran karena sebagian isinya dinilai mengandung kekerasan fisik, seksualitas, serta perilaku hubungan menyimpang, yang tidak sesuai norma agama dan kesusilaan.
Wakil Ketua Dikdasdmen PNF, R Alpha Amirrachman, mengatakan, buku-buku sastra yang direkomendasikan dalam buku panduan berpotensi memberikan pemahaman keliru bagi pelajar.
“Terutama dalam ranah etika dan perilaku membangun hubungan antar manusia yang pantas dan beradab,” katanya dalam keterangan tertulis.
Ia juga berpandangan bahwa sebagian isi buku panduan sastra yang mengandung konten seksualitas itu tidak sesuai UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.***
Sumber: Pikiran-Rakyat.com