ZONALITERASI.ID – Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menjalin kerjasama dengan lembaga Semesta Learning Evolution (SLE) & Pusat Bahasa AKPAR NHI dan empat pondok pesantren.
Nota MoA (memorandum of Agreement) ditandatangani oleh Dekan FAH, Setia Gumilar dan Direktur LSE dan Kepala Pusat Bahasa Akpar NHI, Indiana Ayu Al-Wasilah.
Adapun MoA dengan pesantren ditandangani oleh Dekan FAH dan KH Arief Nursihah (sesepuh Pesatren Nuruz-Zaman); KH A Zamzam (Pesantren Syamsul Ulum Muhammadiyah); KH Mukhlis Aliyuddin (Pesantren Al-Aqsha); serta KH Asep Mushthafa Kamal (Pesantren Ulumul Quran).
Dekan FAH, Setia Gumilar, mengatakan, FAH dengan SLE dan Pusat Bahasa Akpar NHI sepakat untuk mengadakan kerjasama secara kelembagaan, dengan memafaatkan sumber daya yang ada, meliputi pelaksanaan kegiatan pendidikan (menjadi narasumber atau guest lecturer).
“Untuk pelaksanaan pelatihan, kursus, dan pengembangan bahasa, meliputi praktik profesi lapangan (PPL), kolaborasi editor, reviewer, proofreader, dan translator,” kata Setia, usai penandatanganan kerja sama, Senin, 22 Agustus 2022.
Menyikapi kerjasama dengan pesantren, Setia menuturkan, meskipun sistem pendidikan pesantren dan perguruan tinggi (FAH) berbeda, tetapi peran keduanya saling melengkapi. Bahkan, ada kesamaan tujuan yakni melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan keluhuran akhlak.
“Karenanya penting bagi kami untuk menjalin kerjasama dengan sejumlah pesantren dalam konteks integrasi ilmu, amal, dan akhlak,” jelas Setia.
Wakil Dekan 3 FAH Ading Kusdiana, menekankan pentingnya kerjasama dengan SLE dan Pusat Bahasa AKPAR NHI. Itu terkait dengan pentingnya peningkatan kompetensi bahasa (Inggris dan Arab) di kalangan mahasiswa.
“Mahasiswa juga harus mampu menganalisis dan menafsirkan setiap fenomena yang berhubungan dengan bidang bahasa, sastra, dan budaya,” katanya.
Peran Pesantren
Pada kesempatan sama Setia menuturkan, Indonesia menjadi besar karena adanya pesantren.
Sebagai komponen bangsa, lanjutnya, pesantren memiliki kontribusi besar dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia, baik pada era prakemerdekaan maupun pascakemerdekaan.
“Sejarah menunjukkan, kebanyakan para pejuang atau pahlawan kemerdekaan lahir dari pesantren,” katanya.
Dikatakannya, di era kemerdekaan, pesantren mampu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul, berkualitas, berpengetahuan luas, berpikiran maju, berwawasan kebangsaan, yang dibingkai dengan keimanan dan akhlak karimah dalam membangun bangsa.
Pesantren, menurut Setia, berfungsi sebagai lembaga yang membina dan memperdalam ilmu-ilmu agama, mengembangkan sosial kemasyarakatan, dan pendidikan Islam.
“Tidak heran kalau para santrinya berakhlak mulia, mampu menjalin hubungan harmonis dengan masyarakat karena selalu berinteraksi dalam pembangunan sosial dan kesejahteraan,” imbuhnya. (nas/des)***