Kisah Asal-usul

Oleh Ipit Saefidier Dimyati

WhatsApp Image 2023 08 15 at 10.17.06
Ipit Saefidier Dimyati, Dosen Jurusan Teater ISBI Bandung, (Foto: Dok. Pribadi).

SETIAP masyarakat  memiliki mitos yang menjawab pertanyaan: Dari mana manusia berasal? Kapan kehidupan lahir? Mau ke mana setelah mati? Itulah kisah asal-usul.

Kisah asal-usul menjadi peta bagi seluruh anggota masyarakat yang mempercayainya, menjadi pemahaman bersama, dalam mengarungi kehidupan di dunia. Jika ada anggota masyarakat terlepas dari pemahaman bersama ini, seperti dikatakan Durkheim, dia akan merasakan kosong, hidup tak bermakna, yang akhirnya bisa mengakibatkan bunuh diri.

Kisah asal-usul kini semakin menyusut, seiring dengan perkembangan kehidupan di dunia. Banyak orang yang sudah tidak percaya lagi terhadap mitos-mitos. Mereka tercerabut dari kehidupan bersama, pikirannya melanglang ke mana-mana, hidupya terguncang, berada dalam ketidakstabilan.

Sebetulnya mitos baru sedang dibangun, tapi bukan mitos hanya untuk satu kolompok masyarakat saja. Kisah asal-usul atau mitos yg kini muncul adalah bersifat global, bagi semua orang di dunia. Dalam mitos ini tak ada manusia sakti, dewa atau sejenisnya yang bersifat mitis. Mitos ini diklaim sebagai pekerjaan akal. Misalnya, bahwa kehidupan berawal dari ledakan. Dari amoeba. Dari kuah energi yang memunculkan makhluk bersel tunggal. Dan sebagainya.

Tetapi mitos ini belum terbentuk secara utuh. Belum stabil. Masih terus muncul cerita-cerita yang saling bersaing untuk bisa dianut oleh orang-orang di seluruh dunia. Ada ketidakpastian yang panjang. Dan inilah yang menyebabkan orang-orang menjadi ‘sakit’.

Munculnya ‘kerajaan-kerajaan’ sekarang ini tampaknya dalam rangka membangun mitos. Orang-orang harus bersaing, bukan hanya dengan orang-orang yang ada di kampungnya, tetapi dengan seluruh  orang yang ada di dunia. Kehidupan menjadi keras. Dalam kondisi seperti itu, mereka perlu solidaritas, terutama dengan kerabat-kerabat yang paling dekat. Untuk membangun solidaritas, mereka perlu pemahaman bersama, perlu asal-usul, perlu mitos, yang bisa dijadikan peta untuk menjalankan kehidupan di dunia.

Namun sayang sekali, sebelum mitos itu stabil, artinya diturunkan secara turun temurun dalam beberapa generasi, lalu menjadi mendarah-daging, menjadi terinternalisasi, mereka harus bubar, harus tunduk pada mitos yang telah ada sebelumnya, yakni… mitos NKRI (?)***

Tulisan ini dibuat saat heboh “Sunda Empire”. Lord Rangga sudah tiada. RIP.

Ipit Saefidier Dimyati, Dosen Jurusan Teater ISBI Bandung.

 

 

 

Respon (185)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *