Kontroversi Ponpes Al-Zaytun, Sejarah hingga Sikap Pemerintah

3466154143
Ponpes Al-Zaytun yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, (Foto: Al-zaytun.sch.id).

ZONALITERASI.ID Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, didirikan oleh Yayasan Pesantren Indonesia yang dipimpin oleh Imam Supriyanto atau Mbah Imam pada 1 Juni 1993. Al Zaytun diresmikan oleh Presiden Indonesia ke-3 B.J. Habibie pada 1999.

Pesantren terbesar di Asia Tenggara ini menempati lahan seluas 1.200 hektare dengan santri sebanyak 7.000 orang. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan mancanegara, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Australia, Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, Hong Kong, India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Nepal, Afghanistan, Iran, Irak, Turki, Yaman, dan Arab Saudi.

Pesantren Al-Zaytun menjadi sorotan publik belakangan lantaran memiliki cara ibadah yang tidak biasa.

Sorotan pertama yang muncul di sosial media adalah ketika shaf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampur antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan shaf laki-laki.

Kontroversi itu kemudian berlanjut dengan beragam pernyataan pimpinan Al-Zaytun, Panji Gumilang. Ia disorot lantaran menyebut seorang wanita boleh menjadi khatib (pengkhutbah) dalam ibadah shalat Jumat. Selain itu, Panji juga menyebut kitab suci umat Islam, Al Quran sebagai kalam Nabi, bukan kalam Tuhan. Isu lain kemudian muncul, Panji diduga melakukan beragam tindak pidana, mulai dari tindak asusila, perkosaan hingga tindak pidana pencucian uang.

Kaitan Ponpes Al-Zaytun dengan NII KW 9

Tim Peneliti Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP), tahun 2011 berjudul Al-zaytun the untold stories: investigasi terhadap pesantren paling kontroversial di Indonesia, mengungkap aktivitas Pesantren Al Zaytun.

Tim Peneliti INSEP menyebut Ponpes Al-Zaytun sebagai metamorphosis dari Institut Suffah Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang kelak menjadi cikal bakal gerakan Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosoewirjo.

“Menurut Ketua YPI (saat itu), H. Syarwani, seperti disebutkan dalam penelitian Litbang Departemen Agama, pendirian Ma’had Al-Zaytun ada kaitannya dengan masalah ‘perjuangan gerakan NII’ yang tidak mengalami perkembangan signifikan,” sebut hasil penelitian dari INSEP.

Dalam kajian itu juga disebutkan, di Multazam, mereka melakukan perenungan tentang strategi meneruskan langkah-langkah NII ke depan. Karena kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah dan tidak pernah menang, mereka memilih ‘pendidikan’ sebagai garis perjuangan politik.

Dengan adanya kaitan tersebut, keberadaan Ponpes Al-Zaytun sering dikaitkan dengan gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah (NII KW) 9, yang merupakan kelompok radikal yang berupaya mendirikan negara Islam di Indonesia.

Beberapa pendiri dan pengurus pesantren diduga merupakan mantan anggota NII KW 9 yang keluar dari organisasi tersebut pada 1992. Namun, pesantren ini membantah keterkaitannya dengan NII KW 9 dan menyatakan bahwa mereka menganut ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

Temuan MUI di Ponpes Al-Zaytun

Temuan terbaru dari Tim Peneliti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menguatkan hasil penelitian sebelumnya pada 2002, yang menyebut Ponpes Al-Zaytun terafiliasi gerakan radikal NII

Ketua Tim Peneliti MUI Pusat untuk kasus Pesantren Al-Zaytun, Firdaus Syam, mengatakan, data terkait afiliasi tersebut sudah dikantongi oleh MUI untuk dijadikan dasar penentuan fatwa kedepannya.

“Ada kesimpulan terkait dengan NII (pada 2002). Nah penelitian sekarang ada kemajuan, ada terkait dengan pelanggaran terkait pemahaman keagamaan,” ujar Firdaus, Rabu, 28 Juni 2023.

Firdaus mengatakan, temuan terkait afiliasi NII bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan Panji Gumilang yang didapat oleh MUI. Dia menyebut, ada kalimat-kalimat dari aspek kaidah yang menjurus pada gerakan NII.

“Ada dugaan kuat pernyataan dari Panji dari aspek kaidah keagamaan, itu patut diduga kuat ya (adalah ajaran NII),” katanya.

Namun demikian, dia tidak menjelaskan secara rinci pernyataan apa yang dinilai sebagai bentuk afiliasi terhadap NII. Firdaus mengatakan, MUI sudah mencoba mengklarifikasi temuan mereka kepada Panji Gumilang. Namun pihak Panji tidak bersedia menerima MUI.

“Sekarang kita minta klarifikasi, kita kirim surat, dan ditolak. Dua kali ditolak,” imbuh Firdaus.

Terkait Al-Zaytun afiliasi NII ini juga pernah diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM MUI Pusat Ichsan Abdullah. Dia menyebut Ponpes Al Zaytun terafiliasi gerakan NII. Kesimpulan ini sudah disampaikan MUI pada 21 tahun lalu dalam laporan hasil penelitian yang dilakukan pada 2002.

“Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu (Al-Zaytun) terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Sudah sangat jelas,” ujar Ichsan, Rabu, 21 Juni 2023.

Ichsan mengatakan, afiliasi tersebut bisa dilihat dari pola rekrutmen yang dilakukan Al-Zaytun dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat.

“Tidak terbantahkan, artinya penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia (Al-Zaytun) adalah penyimpangan dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII,” tutur dia.

Ichsan menilai, pemerintah wajib mengambil andil terkait penyimpangan paham kenegaraan Al-Zaytun.

“Maka pemerintah dan MUI sangat ideal dalam rangka membenahi kembali Ponpes Al-Zaytun agar tidak lagi terpapar sebagai bibit radikal yang menjadi bom waktu bagi negara nanti,” ujar Ichsan.

Sikap Pemerintah terhadap Ponpes Al-Zaytun

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md menyatakan, pemerintah akan mengevaluasi kurikulum dan konten belajar Pondok Pesantren Al-Zaytun. Dia menilai hal itu tak akan mengganggu kegiatan belajar mengajar.

“Tindakan evaluasinya apa? Melihat penyelenggarannya, melihat kurikulummya melihat konten pengajarannya, dan sebagainya. Sehingga hak untuk belajar bagi para santri dan murid-murid di situ tidak akan diganggu, terus berjalan,” kata Mahfud di MAJT, Semarang, Kamis, 28 Juni 2023.

Dia juga tak mempermasalahkan Al-Zaytun yang akan membuka pendaftaran pondok pesantren. Ponpes Al-Zaytun dinilai tetap akan dibina sebagai lembaga pendidikan di Indonesia.

“Katanya masih terima pendaftaran, silakan masih terima pendaftaran karena ponpes itu adalah lembaga pendidikan yang harus kita bina,” jelasnya.

“Tetapi orangnya yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum ya harus ditindak secara tegas sesuai dengan info dan laporan konkret yang terjadi di tengah-tengah masyarakat,” sambungnya.

Sebelumnya, Mahfud menilai ada aspek pidana di ponpes tersebut. Hal itu dinilai akan ditindaklanjuti oleh Polri dan akan segera diselesaikan.

“Al-Zaytun itu ada aspek hukum pidana, yang aspek hukum pidana itu tentu akan ditangani oleh Polri dan tidak akan diambangkan, nggak boleh ada satu perkara yang diambangkan. Kalau iya iya, kalo tidak tidak jangan diambangkan jangan ditampung, lalu ada hambatan sana sini, lalu ndak jalan,” jelasnya.

“Kalau hukum tidak ada target waktunya tetapi secepat mungkin diselesaikan karena itu aspek pidana,” tambah Mahfud. (des/berbagai sumber)***

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *