ZONALITERASI.ID – Di tengah hiruk-pikuk perubahan cuaca dan krisis iklim, komunitas Kuluwung menghadirkan sebuah antologi puisi ekologi yang ditulis oleh belasan penyair, yang dirilis secara langsung di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, Senin, 24 Februari 2025.
Pada kesempatan tersebut, Diwan Masnawi selaku ketua sekaligus pendiri dari komunitas kesenian dan kebudayaan tersebut mengaku sangat senang atas terbitnya buku antologi puisi itu. Menurutnya, kehadiran buku yang berjudul “Kemarau di Surga” tersebut dapat menjadi salah satu wahana baru untuk membangkitkan kesadaran pada pentingnya menjaga lingkungan.
“Kumpulan puisi ekologi ini sebagai bentuk upaya Ishlah (memperbaiki), melalui intervensi metaforis dalam menyusun ulang cara pandang kita terhadap alam,” katanya menjelaskan.
Dalam sambutannya, Diwan berpandangan bahwa hubungan manusia dengan alam kini masih ada dalam kondisi yang buruk. Dia menyebutnya dengan ‘hubungan yang retak’, sehingga mampu menimbulkan banyak problematika yang mempengaruhi keseimbangan lingkungan bumi.
Hal itulah yang menurutnya menjadi salah satu ide utama adanya penerbitan buku antologi puisi ekologi tersebut. Sebab sebagai komunitas kesenian dan kebudayaan, Kuluwung percaya akan pengaruh yang dapat diberikan melalui corak-corak sastra dan metafora di tengah masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
“Kita telah menyadari adanya hubungan yang retak antara manusia dan alam. Karenanya, upaya untuk merajut kembali hubungan yang retak itu dapat dilakukan melalui baris-baris puisi,” ucapnya menambahkan.
Keretakan hubungan tersebut dibeberkan secara sederhana oleh Diwan dengan beberapa contoh kasus yang terjadi, baik dalam negeri maupun luar negeri. Di antaranya seperti fenomena deforestasi yang tak kunjung habis, data pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang semakin tinggi, hingga catatan-catatan bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini.
Dalam perilisan tersebut, Kuluwung tak berjalan sendirian. Buku puisi ekologi itu juga merupakan buah dari kerja sama antara Kuluwung dengan dua organisasi besar lainnya, yakni Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI Jawa Barat) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Jawa Barat).
Karenanya, menurut Direktur Keuangan Walhi Jawa Barat, Tegar Jiwa Raksa, kehadiran antologi puisi ekologi dengan nuansa seni dan sastra di dalamnya, telah sesuai dengan visi dan misi yang tengah digarap oleh Walhi, terutama untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.
Terlebih, apresiasi dia berikan pada Kuluwung sebagai inisiator dari terbentuknya kumpulan puisi tersebut. Hal itu karena dirinya mengingat bahwa komunitas tersebut berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, yang merupakan salah satu wilayah dengan produksi sampah terbanyak di Jawa Barat.
“Saya sangat senang akan terbitnya buku ‘Kemarau di Surga’ yang diinisiasi oleh Kuluwung, yang dalam hal ini berasal dari Tasikmalaya. Di mana perlu kita tahu bahwa wilayah tersebut adalah salah satu wilayah dengan produksi sampah terbanyak di Jawa Barat,” kata Tegar menjelaskan.
Dengan latar belakang tersebut, dirinya berpandangan bahwa kesadaran (awareness) akan pentingnya lingkungan masih dapat tumbuh di Indonesia, khususnya di wilayah Priangan Timur.
Terlebih, menurutnya seni yang ditampilkan dalam bentuk apapun, dapat menjadi salah satu wahana yang tepat untuk masuk ke dalam kehidupan sosial. Sehingga pesan-pesan yang terkandung dalam puisi-puisi tersebut dapat senantiasa memberikan kucuran semangat baru akan adanya potensi kesadaran pada lingkungan.
Acara yang juga dihadiri oleh penyair nasional, Acep Zamzam Noor dan Rektor Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya, Asep Salahuddin tersebut, menghadirkan bincang interaktif mengenai masalah-masalah ekologi yang ada di Indonesia.
Selain itu, acara perilisan buku tersebut juga disertai dengan adanya pembacaan puisi dari para penyair yang hadir. Para penyair juga diminta untuk memberikan informasi tentang proses kreatif yang mereka lewati saat menulis puisi bertemakan ekologi tersebut.
Salah satu penyair dalam buku tersebut, Ghifari Ju berharap puisi-puisi sederhana yang termaktub dalam buku “Kemarau di Surga” itu, dapat menjadi salah satu alternatif untuk kembali menghidupkan hubungan romantis antara manusia dengan alam.
“Harapannya, puisi-puisi ini dapat menumbuhkan kesadaran kita semua akan pentingnya lingkungan di sekitar kita,” katanya. ***