ZONALITERASI.id – Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Setditjen Diksi) Kemendikbudristek, Wartanto, menegaskan, Kurikulum Merdeka yang harus diterapkan pada tahun ajaran 2022/2023 tidak boleh dipaksakan.
“Penerapan Kurikulum Merdeka di setiap satuan pendidikan bergantung pada kesiapan dan kondisi sekolah tersebut,” kata Wartanso, dilansir dari laman Kemdikbudristek, Sabtu, 29 Juli 2022.
Menurut Wartanto, Kemendibudristek telah menyiapkan tiga kurikulum, yakni Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka. Sekolah dapat memilih kurikulum mana yang sesuai dengan kondisi sekolah.
Wartanto menuturkan, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun pemerintah daerah (pemda) juga tidak boleh menekan sekolah untuk menggunakan jenis kurikulum tertentu.
“Pemda hanya wajib mendorong kepala sekolah dan guru untuk melakukan refleksi kesiapan dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Penerapan Kurikulum Mereka tidak menunjukkan kinerja daerah. Penerapan Kurikulum Merdeka semata berdasar kesiapan dan kondisi sekolah,” tandasnya.
Namun, Wartanto juga mendorong agar satuan pendidikan segera menggeser paradigma pembelajaran supaya lebih maju dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Ia menjelaskan, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum sekolah yang mengacu pada pertumbuhan bakat dan minat peserta didik.
Dengan kurikulum ini, peserta didik dapat memilih pelajaran yang ia kehendaki sesuai minat dan bakatnya dengan pendekatan pembelajaran pembelajaran berbasis proyek atau project base learning (PBL).
“Dengan pendekatan ini, masa depan anak didik tidak ditentukan sekolah, tapi oleh anak itu sendiri,” tekan Wartanto.
Wartanto memaparkan, Kurikulum Merdeka memiliki beberapa keunggulan dalam pembelajaran yang berorientasi pada siswa, yaitu:
1) Kurikulum Merdeka lebih sederhana dan mendalam, artinya kurikulum ini hanya berfokus pada materi yang esensial untuk tumbuh kembang depan anak didik.
2) Kurikulum lebih merdeka karena tidak ada jurusan pada siswa Sekolah Menengah Atas. Sebaliknya, peserta didik dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minatnya.
3) Kurikulum Merdeka lebih relevan dan interaktif, pembelajaran dilakukan melalui berbagai kegiatan berbasis proyek di dalam kelas.
Guru juga diberikan keleluasaan dalam mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik.
Ia mencontohkan, di pembelajaran bidang pertanian, peserta didik tingkat PAUD diajarkan mengenal tanaman. Sementara itu, anak didik di tingkat SMP sudah diajarkan cara menanam.
“Artinya, pembelajaran itu sesuai dengan fase peserta didik. Dengan demikian, peserta didik mendapatkan keterampilan yang dibutuhkan saat lulus sekolah, seperti bekerja dalam kelompok dan menghasilkan suatu karya,” ucap Wartanto. (des)***