Memahami Filosofi Semut

Oleh Agus Nurjaman, S.Pd.

655267 720 720x400 1
(Ilustrasi: Tempo.co)

MANUSIA adalah makhluk paling sempurna di muka bumi, dan hewan derajatnya jauh di bawah manusia, namun manusia terkadang perlu belajar dari hewan. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia yang semakin tergerus oleh arus zaman yang kian tidak menentu, banyak terjadi pergeseran dalam bersosialisasi yang baik. Pencapaian hasil berupa sebuah perwujudan hidup bermasyarakat yang masih menggunakan norma-norma yang tidak tersurat. Pada proses pencapaian ini terkadang kita mengabaikan nilai-nilai luhur dalam masyarakat yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kejujuran, kedermawanan, kasih sayang, menghargai, tolong-menolong, melindungi kaum lemah, toleransi, menjaga persatuan dan persaudaraan, dll. Oleh karena itu apabila ada orang Islam yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad namun ia tidak menjunjung tinggi nilai-nilai di atas maka jangan dipercaya pengakuannya.

Untuk mewujudkan nilai-nilai luhur tersebut kita bisa belajar dari filosofi semut yang begitu banyak keistimewaannya. Kita sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka, wajib saling membantu dan tolong-menolong, dengan saudara atau tetangga terdekatnya terlebih dahulu. Semut memiliki warna berbeda, meskipun begitu mereka tidak pernah bertengkar bahkan tawuran yang sering terjadi di negeri ini. Hal ini, harus dicontoh oleh bangsa kita yang beraneka ragam suku, budaya serta agama, tenggang rasa dan saling menghargai harus kita bina seperti semut. Setiap bertemu semut akan berhenti berjalan kemudian bersalaman. Memaknai filosofi semut, bangsa ini harus berhubungan baik antara sesama umat bangsa tanpa melihat sebuah perbedaan.

Karakter positif dari semut banyak yang bisa diaplikasikan, hebatnya karakter semut seakan sudah menjadi filosofi hidupnya, dapat dijadikan pedoman untuk meningkatkan sebuah hasil proses pembelajaran hidup. Filosofi itu sangat sederhana, namun jika kita dapat menerapkannya, banyak pelajaran di dalamnya. Semut selalu mengerahkan semua kemampuannya. Berapa banyak seekor semut selama musim panas dapat mengumpulkan persediaan makanan untuk keperluannya sendiri dan kelompoknya di musim hujan/dingin? Jawabannya, sebanyak mereka mampu.

Semut merupakan salah satu jenis serangga yang namanya dijadikan nama salah satu surah di Al Qur’an, yaitu surah An-Naml. Menurut para ilmuwan, mereka telah bertahan selama 6 juta tahun karena mereka diberi karunia oleh Allah untuk mampu beradaptasi dengan baik di mana pun mereka tinggal. Keistimewaan tersebut di ataslah yang menjadikan semut memiliki tempat tersendiri dalam Al-Quran. Begitu banyak filosofi yang bisa dijadikan sebagai pegangan hidup seorang manusia dalam menjalankan roda kehidupan bermasyarakat. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-makhluk-Nya itu tidak sia-sia baik makhluk yang besar maupun makhluk yang kecil, tentu memiliki manfaat yang dapat digali.

Bagi orang-orang yang berpikir, makhluk sekecil apapun mempunyai makna atas penciptaannya. Dan bagi orang-orang yang beriman, tentu sebagai bukti agar kita selalu bersyukur bahwasanya ada makna atas penciptaan makhluk-makhluk-Nya. Ternyata ada filosofi yang terkandung dari cara hidup semut ini. Meskipun ada sisi buruknya, semut pun memiliki sisi baik yang bisa manusia pelajari dari gaya hidupnya. Semut yang dianggap hewan yang mengganggu keberadaan manusia juga memiliki nilai yang tidak kalah perlu diteladani dalam memenuhi kehidupannya. Karakter keseharian semut yang ditunjukkan perlu kita ambil sari positifnya untuk melangkah dalam dunia nyata dan keseharian kita dalam bermasyarakat dan berbangsa.***

Agus Nurjaman, S.Pd., guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Sering menulis artikel di Harian Umum Pikiran Rakyat, Hibar Sabilulungan. Tulisannya pernah lolos di Best Practise Kemendikbud.