Membangun Mental Anak dalam Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Covid-19

kesehatan mental 200716091744 339 830x400 1
Ilustrasi, (Foto: Republika.co.id).

Oleh N. Mimin Rukmini

MASA pandemi Covid-19 belum pernah dirasakan oleh generasi mana pun. Datangnya secara tiba-tiba, serba cepat bagai kilat, dan menerobos segala penjuru dunia. Penanganan virus tersebut hampir kewalahan. Tertanggal 21 September, dua ratus ribu orang lebih, di negara tercinta ini terpapar virus mematikan tersebut. Sungguh mengerikan!

Segala perencanaan pembangunan yang berubah haluan di luar dugaan, memaksa pemerintah bekerja sama dengan masyarakat, bekerja bersinergi untuk menentukan berbagai kebijakan di berbagai ranah kehidupan. Tak terkecuali ranah bidang pendidikan dan pembelajaran. Demikian pun dengan dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 dari Mendikbud tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Desease (Covid- 19), menandakan bahwa pemerintah secara cepat menanggapi dan menangani kegiatan pendidikan, khususnya bagaimana pembelajaran di masa pandemi.

Berdasarkan kebijakan pemerintah di atas, pada Masa Covid-19, sejak bulan Maret 2020 pembelajaran dilaksanakan melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). PJJ dilaksanakan baik dengan cara pembelajaran daring maupun luring. Menurut pendapat Munif Chatib saat Webinar “Membangun Mental Anak Menghadapi Krisis”, dalam pelaksanaannya 60% s.d. 70% Anak-anak Indonesia belum merasa nyaman dalam PJJ tersebut. Hal itu bisa dipahami mengingat kondisi, wilayah, dan keberagaman lingkungan yang ada. Akses jaringan internet masih menjadi kendala utama.

Internet seperti oksigen. Keleluasaan menghirup dan kelancaran dalam menghirup oksigen memiliki makna dan ruang hidup tersendiri. Demikian pula halnya dengan internet. Kelancaran akses internet, serta kemampuan dalam membeli kuota menjadi penentu dalam keberhasilan belajar siswa. Bukan hanya faktor jaringan internetnya saja yang menjadi faktor penentu keberhasilan pembelajaran, faktor kreativitas PJJ yang dilaksanakan guru pun menjadi faktor yang lebih utama.

Ketika baru satu atau dua bulan, PJJ dianggap masih menjadi hal biasa walau agak menyulitkan anak atau siswa, guru, dan orang tua. Namun, setelah berlangsung lebih dari enam bulan, PJJ menjadi problem yang sangat pelik. Anak memiliki sikap mental yang bervariasi terhadap PJJ yang mereka laksanakan. Ada anak yang memiliki sikap mental yang mudah menyerah. Anak-anak pada tipe ini memiliki pemikiran yang selalu negatif, mereka mengatakan, “Pembelajaran ini sulit atau cara daring ini susah.”

Tipe mental anak berikutnya, yakni tipe mental anak yang diam di tempat. Mereka berpandangan bahwa suatu hal telah dipelajari, tetapi sangat sulit dan tidak berhasil. Mereka tidak mau mencoba belajar kembali. Lalu, ada juga tipe anak bermental paling baik, yaitu tipe anak hebat dan kreatif, selalu ingin belajar, dan menalukkan apa yang sedang mereka pelajari. Mereka selalu berprinsip “Siapa yang mengatakan tidak bisa? Saya pasti bisa!”

Nah, bagaimanakah sikap guru, atau khususnya orang tua menghadapi sikap mental anak di masa pandemi ini? Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi mental anak yang kurang baik, dapat penulis paparkan sebagai berikut.

Pertama, perlu sinergitas antara guru, sekolah, dan orang tua, dalam menghadapi kondisi mental anak. Sinergitas lebih dari sekadar kerja sama. Sinergitas membangun kebersamaan. Sinergitas membangun pengertian dan kepedulian. Baik kepedulian sosial, maupun sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Bagaimana sikap anak, ketika guru memberi tugas pembelajaran yang berlebihan, atau bagaimana sikap orang tua ketika menghadapi anak jenuh dalam menghadapi pembelajaran secara daring.

Kedua, berikan pemahaman kepada anak bahwa pandemi virus adalah sebagai musibah. Bukan hanya musibah di Tanah Air, melainkan musibah seluruh bangsa di dunia. Musibah perlu dihadapi secara bersama-sama. Disikapi bersama, sabar menghadapi keadaan secara bersama-sama. Sabar ketika harus PSBB, sabar ketika harus melaksanakan protokol kesehatan.

Ketiga, sesekali biarkan anak berbuat kesalahan. Ketika terjadi kesalahan diharapkan muncul pada diri anak, sikap bertanggung jawab terhadap kesalahan itu. Jangan terlalu melindungi atau sebaliknya melarang anak berbuat kesalahan. Tak ada manusia sempurna, belajar bertanggung jawab adalah sarana anak untuk mengolah mental yang lebih tangguh. Ketika terjadi kesalahan pada anak, orang tua atau guru tidak melihat sisi kesalahannya, tetapi di mana letak kelebihan kemampuan anak tersebut.

Keempat, ajari anak untuk selalu mengontrol emosi. Luapan perasaan yang berlebihan akan berpengaruh terhadap hasil belajar. Rasa senang, benci, marah, atau kecewa yang sering terjadi akan memengaruhi cara kerja dan gaya belajar anak. Sikap tenang dari orang tua akan lebih memotivasi anak untuk belajar lebih tenang. Mengarahkan anak untuk mengambil nafas panjang saat marah, dan mengambil air wudu, adalah langkah bijak untuk membentuk mental anak yang lebih control terhadap emosi.

Terakhir, memberi kepercayaan dan motivasi kepada anak. kepercayaan dari orang tua atau guru akan menumbuhkan sikap kemandirian pada anak. Percaya bahwa “Kamu pasti bisa” akan memberi motivasi yang kuat kepada anak untuk terus belajar. Dengan catatan, tetap ada model dan contoh dari guru maupun orang tua. Kreativitas menghadapi masalah mental anak, menjadi PR orang tua, guru, dan pemerintah. Kita semua terus belajar, dan belajar dari pengalaman.

Simpulan

Banyak hikmah di balik musibah. Musibah Pandemi Covid-19 memberi pengalaman yang luar biasa. Pengalaman PJJ bagi guru. Pengalaman berhadapan dengan anak secara terus menerus di rumah, bagi orang tua. Pengalaman menentukan kebijakan yang cepat tanggap, bagi pemerintah.

Sikap mental yang berpengaruh pada anak saat pandemi, mejadi ladang ibadah bagi kita, orang tua, dan guru. Kerja sama, sinergitas, dan kasih sayang adalah hal penting yang patut kita utamakan, di antara unsur-unsur yang terkait. .

Tak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Tak ada penumbuhan budi pekerti dan sikap mental yang tangguh tanpa keteladanan. Teladan dari guru, orang tua, dan masyarakat adalah hal mutlak yang perlu kita tanamkan pada anak saat ini. Bisa!***

Penulis adalah Guru di SMPN I Cililin, Kabupaten Bandung Barat.

Respon (132)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *