Menakar Merdeka Belajar

Oleh Catur Nurrochman Oktavian

89657507 10215971070802029 8780780677818744832 n 486x400 1
Catur Nurrochman Oktavian, (Foto: Dok. Pribadi).

SEPERTI kita ketahui, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan serangkaian episode kebijakan “Merdeka Belajar”. Respons yang beragam dan dinamis muncul di akar rumput terhadap kebijakan yang diluncurkan pada tahun 2019 ini.  Intinya, dari berbagai respons itu,  berharap agar “Merdeka Belajar” bisa menyentuh akar permasalahan dunia pendidikan disertai solusi jangka pendek, menengah, maupun yang berimplikasi di masa depan.

Bagaimana kaitan mendasar pendidikan dengan ‘Merdeka Belajar”?

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di alinea ke-4, dituliskan cita-cita luhur para pendiri bangsa. Di antara cita-cita luhur itu bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan menjadi wajib diusahakan oleh Pemerintah.

Dalam pendidikan, belajar merupakan kata kunci di dalamnya. Setiap menempuh pendidikan diperlukan adanya proses belajar. Jika tanpa proses belajar, maka pendidikan tidak akan terlaksana dengan baik.

Dalam proses belajar, Ki Hajar Dewantara ─ Bapak Pendidikan Nasional─ menggambarkan setiap orang berada di sekolah sebagai Taman Siswa, yaitu tempat yang indah, menyenangkan, membuat orang betah berada di sana, dan jauh dari ketakutan. Dengan demikian konsep “Merdeka Belajar” ini sudah digagas sejak lama oleh Bapak Pendidikan kita. Berdasarkan hal itu, maka inti dalam pendidikan mendapatkan proses belajar yang merdeka.

Menurut Ki Hadjar Dewantara manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Hal tersebut tentunya sangat relevan dengan tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu membentuk manusia merdeka, manusia yang tidak bergantung dengan orang lain. Terkait hal tersebut, maka pendidikan bersifat universal, dapat diterima oleh siapa pun, dan tidak milik sekelompok orang tertentu.

Berdasarkan hal tersebut, maka jelas bahwa konsep “Merdeka Belajar” sejatinya telah digali oleh Bapak Pendidikan berdasarkan cita-cita luhur bangsa sebagaimana dituliskan dalam Pembukaan UUD 1945 dan telah menjadi milik seluruh bangsa Indonesia.

Karena konsep tersebut telah menjadi milik bangsa Indonesia, maka konsep luhur pendidikan yang didasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara seyogianya selalu mewarnai dunia pendidikan mengingat hal itu merupakan cita-cita luhur founding fathers untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Merdeka Belajar” merupakan ruh pendidikan yang bersifat universal. Namun sejatinya memang pendidikan belum merdeka manakala banyaknya persoalan pelik di bidang pendidikan belum terpecahkan. Sebenarnya publik masih menunggu kesungguhan Pemerintah menuntaskan persoalan guru yang fundamental. Status, mutu, perlindungan, kesejahteraan, dan kekurangan guru merupakan beberapa hal mendesak yang memerlukan solusi konkret. Masih tertundanya pemberian Surat Keputusan (SK) PPPK bagi honorer K2 yang telah lulus tes menjadi pekerjaan rumah yang lebih mendesak diselesaikan oleh pemerintah. Belum lagi kekurangan guru yang terjadi hampir di setiap daerah karena gelombang pensiun tiap tahun sedangkan proses penerimaan guru baru tidak secara cepat mengimbanginya. Kasus perundungan dan terjeratnya guru dalam kasus hukum saat menjalankan profesinya juga memerlukan perhatian dari pemangku kebijakan. Apalagi kalau bicara tentang kesejahteraan? Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak guru yang belum diberikan honor setara Upah Minimum Regional (UMR) dan ini memerlukan kebijakan yang menyejukkan dan membahagiakan.

Sebaiknya Pemerintah lebih berfokus menyelesaikan permasalahan dasar dalam dunia pendidikan di Indonesia terutama terkait tata kelola guru. Menurut Pak Muhadjir ─Mendikbud periode sebelum Mas Nadiem─ apabila persoalan guru tuntas, maka 60% masalah pendidikan di Indonesia terselesaikan. Masih banyaknya persoalan mendasar di bidang pendidikan membutuhkan solusi yang komprehensif agar kemerdekaan belajar dapat benar-benar terwujud.

Wallahualam Bi Showab.***

Catur Nurrochman Oktavian, Guru SMP Negeri 1 Kemang Jawa Barat; Wakil Bendahara PB PGRI; Wakil Ketua Dewan Eksekutif APKS PB PGRI.