“Menolak Berpikir Dangkal” – Sebuah Manifesto Musikal Bob Anwar tentang Pendidikan, Literasi Digital, dan Berani Kritis

images
Di tengah fenomena "main kutip" dan "main share" yang kian marak di media sosial, Bob Anwar, musisi indie sekaligus sastrawan asal Kota Bandung, menghadirkan "Menolak Berpikir Dangkal" dalam versi live unplugged di seluruh platform musik digital. (Foto: Facebook)

DI tengah fenomena “main kutip” dan “main share” yang kian marak di media sosial, Bob Anwar, musisi indie sekaligus sastrawan asal Kota Bandung, menghadirkan “Menolak Berpikir Dangkal” dalam versi live unplugged di seluruh platform musik digital. Lagu yang terinspirasi dari kunjungannya ke rumah AS Dharta di Cianjur ini hadir bersama gesekan biola Yasin Getih.

Pemilihan format unplugged bukan sekadar keputusan artistik. Di era ketika musik seringkali dikemas dalam produksi yang terlalu rapi dan dipoles sana-sini, Bob Anwar justru memilih untuk merekam lagunya dalam bentuk paling telanjang: tanpa pengeras suara, tanpa rekayasa studio. Sebuah metafora tentang kejujuran yang kian langka di ruang publik kita.

Ironi terbesar yang diangkat dalam lagu ini adalah tentang angkatan kerja muda yang terjebak dalam paradoks: bergelar sarjana namun gagap menghadapi dunia kerja. Data BPS menunjukkan tingkat pengangguran sarjana yang mencapai angka mengkhawatirkan, sebuah potret buram dari sistem pendidikan yang lebih mengutamakan nilai dibanding kompetensi. “Ini bukan sekadar soal lapangan kerja yang sempit,” tulis Bob Anwar dalam salah satu esainya, “tapi tentang sistem yang gagal mempersiapkan generasi muda untuk berpikir kritis dan adaptif.”

Berbeda dengan karya-karya sebelumnya yang kuat dengan narasi dan potret sosial, lagu ini membawa dimensi yang lebih liris, meski tetap dengan ciri khas Bob Anwar: ketepatan imaji, kejelian diksi, dan kedalaman makna. Melalui lagu ini, ia mengajak generasi muda untuk menolak FOMO (Fear of Missing Out), sebuah fenomena yang, menurut riset terbaru, telah mendorong 67% pengguna media sosial di Indonesia untuk membuat keputusan impulsif.

“Menolak Berpikir Dangkal” pertama kali menjadi anthem dalam konser intimate-nya di perpustakaan Bunga di Tembok, berkolaborasi dengan Bandung Bergerak, akhir 2024. Pemilihan lokasi ini seperti sebuah pernyataan sikap: di tengah era di mana perpustakaan kian ditinggalkan, sementara angka pengangguran terdidik terus meningkat – sebuah ironi dari masifikasi pendidikan tanpa peningkatan kualitas berpikir.

Dalam sebuah wawancara, Bob Anwar menyebut bahwa kunjungannya ke rumah AS Dharta mengingatkannya pada semangat para sastrawan generasi terdahulu yang tak pernah berhenti menggali dan mempertanyakan. “Di era di mana gelar tidak lagi menjamin masa depan,” katanya, “yang kita butuhkan adalah keberanian untuk keluar dari zona nyaman, mengenali potensi diri, dan berpikir lebih dalam dari sekadar mengikuti arus,” pungkas Bob. ***